Chapther 31

2.3K 164 17
                                    


Dia hidup di masa kini, namun sebagian dari pikiranya hidup pada masa lalu. Detak yang masih menjadi tanda bahwa ada yang tidak berubah dari hatinya. Bukan hanya aroma parfume yang menguar seolah menguatkan apa yang dirasakan, iringan musik juga turut banyak membawa kenangan masa lalunya hilir mudik. Keselahanaya sederhana, tidak benar-benar menuntaskan masa lalunya. Seperti galian tambang yang haruusnya di konservasi namun nyatanya dibengkalai begitu saja, genangan air yang tenang nyatanya menyimpan lubang yang dalam, membahayakan siapa saja yang berada di sekitarnya, begitu juga dengan masa lalunya. Masa lalu yang belum tuntas, belum dikembalikan sebagaimana mestinya meninggalkan luka yang tidak terukur kedalamanya. Nyatanya, seberapa besar Aliyah berusaha lari dari bayangan Refal nama itu masih cukup mendominasi di dalam hatinya, entah karena cinta atau karena dia yang belum mampu menyembuhkan luka dengan sebagaimana mestinya.


Sorot mata yang tampak kosong menyita perhatianya. Diam tanpa kata selain genggaman tangan yang makin erat dirasakanya. Refal menggenggamnya posesif seolah takut kehilanganya. Ingin berbasa-basi menanyakan kabar namun terasa seperti sebuah ejekan. Tempat mereka berada sudah berhasil menjawab pertanyaan basa-basinya. Entah berapa tahun berlalu seejak mereka dapat berbincang bersamaa layaknya orang normal, sebelum badai perjodohan itu terjadi. Bahkan hingga detik ini Aliyah ingin bertanya bagaimana seorang yang terlihat kokoh ternyta menyimpan sejuta kerapuhan di dalamnya.
Gores luka di leher menjadi sebuah saksi tekanan yang dialami. Di sudut ruangan ada aroma melati yang sangat kuat membahui. Aroma yang lagi dan lagi membuatnya berputar pada masa lalu. Mengapa aroma ini sealu menjati karakter utama yang menyelimuti.


"Terima kasih untuk datang ..."


Kedua bola mata itu bertemu. Kalimat pertama Refal berhasil mengalihkan tatapnya. Kembali menelisik wajah tampan yang terliha jauh lebih kurus dari beberapa tahun lalu. Kalimat yang juga dapat menyayat hatinya, saat beberapa tahun Lelaki ini berlari ke arahnya, seolah enggan pergi namun keesokan harinya dia dicampakan.


"Mengapa ?"


Aliyah tidak yakin Refal dapat mendengar ucapannya. Aliyah butuh alasan mengapa dirinya harus duduk di samping brankar rumah sakit, mengapa kehadiranya menjadi sangat berarti untuk lelaki di depannya.


"Maaf." Ucap Refal sembari melepas genggaman tanganya. Melepas masker oksigenya, menghirup udara dengan leluasa, seolah setiap tarikan napas adalah sebuah anugerah besar tiada tara.

Aliyah tidak akan memaksa, dia tahu kondisi Refal butuh banyak beristirahat setelah ini. Bahkan Aliyah lupa memanggil dokter setelah kesadaran refal kembali. Dari arah pintu ruang rawat, Bibi Hana membawa rangkaian melati dengan aroma yang kuat, berhasil menyita perhatian keduanya. Bi Hana menaruh melati di nakas, mengganti rangkaian yang lama. Beberapa menit berselang Genggaman itu kembali terasa menguat. Napas Refal terdengar mengkhawatirkan, dirinya seolah kehilangan daya untuk menghirup oksigen. Dengan bergetar Aliyah kembali memasangkan masker okseigen, lalu menekan tombol emergency.

Mata yang beberapa jam lalu bersinar kini berembun, tergenang air.
Dengan kaki yang bergetar setelah perawat dan dokter datang terburu memasuki ruang perawatan Aliyah berjalan ke arah nakas, menyentuh rangkaian melati yang berhasil melambungkan kemballi ingatanya ke masa lalu. Kedua tangan itu membawah rangkaian melati yang telah layu juga yang baru keluar dari ruang perawatan. Apakah Aroma adalah alasan di balik tidur yang panjang. Wewangian yang juga seringkali membawahnya kembali ke masa lalu, membuatnya merasakan sesak karena ingatan menyakitkan kepergian orang-orang tercintanya.


"Mengapa Bibi menggunakan rangkaian melati ?"


"Tuan Refal sangat menyukainya Nona. Beberapa tahun belakang tuan Refal selalu meminta rangakian melati sebagai aroma terapi di kamar dan perpustakan rumah."

Rahasia Hati WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang