2. | Nomor Aku Masih Sama!

Start from the beginning
                                    

Tebakan tepat sasaran. Raut menyipit curiga Danesh tidak dapat dihindari Lovely. Helaan napas menjadi bukti jika apa yang dituduhkan padanya benar. “Well, aku cuma mau profesional, Kak. Ini pekerjaan, sama sekali enggak ada kaitannya sama apa yang terjadi dulu. Pekerjaan.”

“Kamu yakin bisa profesional, hem?”

Lovely meringis ketika Danesh menekankan telunjuk ke dahinya. “A-aku …, ya, bisa. Kenapa enggak?”

“Hem?”

“Bang, aku sudah besar and now I can controling what I do. Aku sekadar brand ambassador, sedangkan dia bos perusahaan yang merekrut aku untuk kerja sama. Just it. Enggak ada yang perlu dikhawatirkan dan enggak selamanya aku berurusan sama dia terus. Aku yakin, kok, cuma sekali ini.”

“Kamu berani dan siap tanggung jawab?” tanya Danesh lebih terpampang serius.

“Iya, Bang.”

Jawaban Lovely bertepatan kendaraan yang ditumpanginya mulai berhenti tepat di parkiran sebuah tempat makan—sesuai janji. Tak menghiraukan detak jantungnya yang berdegup kencang, ia mengecup kedua pipi dan memeluk Danesh sebelum melakukan hal serupa pada Daisy.

“Aku keluar dulu, Bang, Mbak.”

“Kalau Lavaka macam-macam, langsung telepon Abang, Love.”

“Iya, Bang Dan. Ini aku mau turun, jangan ditahan, dong!”

Dengan terpaksa, Danesh melepaskan cekalannya di lengan Lovely. Terlihat tidak ikhlas membiarkan adik kesayangannya keluar dari mobil dan kini terpampang binar kegembiraan di wajah cantiknya itu. “Awas kamu enggak cerita apa-apa. Jangan sekali-kali sembunyiin sesuatu, ya!” 

Daripada meladeni omelan Danesh, Lovely memilih membalas lambaian Daisy—calon kakak iparnya. “Mbak Dai, bawa Bang Danesh, gih. Cerewet banget.”

“Iya, Love. Kamu juga semangat, ya, kerjanya!”

“Siap, Mbak!”

Selanjutnya, barulah Lovely berbalik dan lanjut melangkah tanpa menoleh lagi ke arah belakang. Ya, semoga keputusannya tidak salah dan tak juga mengacaukan karier yang susah payah dibangun. Di dalam hati, Lovely berdoa supaya tak sampai membuat Danesh, abang tercintanya, kecewa.

Nyatanya, harapan sekian tahun lalu agar tidak bertemu Lavaka atau sekadar tahu kehidupan laki-laki itu, justru membawa Lovely ke restoran favoritnya akhir-akhir ini. Ia gugup bukan kepalang di saban kaki jenjangnya melangkah elegan mengikuti pelayan yang mengarahkannya ke ruangan privasi.

“Mbak Love, akhirnya!”

Benar. Setidaknya, Lovely sedikit aman ditemani oleh Nia.

○◔◑●

Setengah jam menunggu, akhirnya tanda-tanda kehidupan mulai terdengar di luar sana. Lavaka yang didampingi Dina, memerintahkan sekretarisnya itu untuk membuka berkas daripada mengikuti jejaknya melamun. Ia hampir mati kebosanan jika tidak ingat siapa yang akan dijumpainya.

Kali ini, Lavaka memasang telinganya baik-baik. Sepertinya, sosok-sosok di balik pintu tersebut tak sadar jika percakapan keduanya menggema hingga ke dalam. Lavaka tidak akan salah menebak bila salah satunya merupakan Lovely.

Drunk in LoveWhere stories live. Discover now