Prolog

273K 6.6K 93
                                    

PROLOG

Felicia menatap wajah pria tampan nan dingin yang duduk di balik meja di hadapannya dengan perasaan tegang. Di dalam hati, ia sangat berharap pria itu akan menyetujui permintaannya.

"Maaf, Nona, sangat tidak mungkin saya meminjamkan uang sebesar itu pada Anda. Kita tidak saling kenal sebelumnya."

Felicia menghela napas berat mendengar jawaban yang sudah ia duga. Ia menatap dalam-dalam wajah dengan tulang pipi kukuh itu. Rambut tebal nan gelap tersisir rapi dan menawan.

Mata Felicia merambat turun, memandang sepasang iris gelap dibingkai alis rapi dan bulu mata tebal maskulin. Hidung mancungnya terpahat sempurna di atas bibir kecokelatan.

Pria itu benar. Siapa yang berani memberi pinjaman uang sebesar tiga ratus juta rupiah pada orang yang tidak dikenal? Orang bodoh saja tidak mau melakukannya, apalagi seorang pengusaha cerdas yang namanya telah menggaung ke mana-mana oleh sepak terjangnya di dunia perbisnisan.

"Saya berani melakukan apa saja, Pak," ujar Felicia dengan bibir gemetar dan wajah memerah menahan malu. Ia menunduk. Tidak berani menatap wajah pria bertubuh gagah di depannya.

"Yakin?" tanyanya ragu.

Felicia mengangkat wajah. Mata mereka beradu. Debar halus menyapa dada Felicia tanpa alasan yang jelas.

Felicia mengangguk pelan. Ia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Apa pun akan ia lakukan demi mendapatkan uang itu saat ini juga.

"Baiklah. Saya akan membantu Anda." Pria itu menatap Felicia dalam-dalam dengan tatapan menilai. "Ada syaratnya," imbuhnya.

Felicia terpaku menatap bibir yang mengucapkan dua patah kata itu. Harusnya ia tidak terkejut. Di dunia ini tidak ada pertolongan yang diberikan cuma-cuma. Tidak ada yang gratis!

"Apa syaratnya?" tanya Felicia dengan suara pelan. Di dalam hati berharap, semoga saja syarat dari pria ini masih bisa ia penuhi karena ia sangat membutuhkan uang itu.

"Jadi istriku."

Sebuah kalimat yang sangat singkat, tapi menghantam Felicia bagai palu raksasa. Wajah Felicia seketika memucat dengan bibir yang sedikit terbuka karena kaget. Sungguh, ia tidak menyangka syaratnya akan seberat ini. Setidak masuk akal ini.

Menikah dengannya? Di usianya yang baru menginjak dua puluh dua tahun? Rasanya sangat mustahil! Apalagi mengingat mereka baru saja beberapa menit berkenalan. Ah, bukan berkenalan. Mereka tidak berkenalan.

Berbekal pengetahuan bahwa Marco, sang CEO usaha developer dan kontraktor, yang pernah mengisi koran-koran dan majalah-majalah bisnis sebagai sosok yang terkenal dengan otak cerdas dan kebaikan hatinya lewat kesuksesan yang diraih dan banyaknya sumbangan yang diberikan pada acara-acara penggalangan dana untuk amal, Felicia yang sudah putus asa menguatkan diri mampir ke kantor ini.

Dan ia beruntung bisa bertemu langsung dengan pria itu tanpa ada siapa pun menghalanginya. Ia tidak tahu ini sebuah kebetulan atau keberuntungan. Ia datang ke kantor ini tepat saat semua stafnya sedang istirahat makan siang. Dan untungnya sang CEO masih berada di posisi dan Felicia bisa bertemu langsung dengannya setelah beberapa kali salah masuk ruangan.

Dengan menebalkan muka, Felicia mengutarakan tujuannya meski sadar kemungkinan besar ia akan ditolak, mengingat mereka tidak saling kenal sebelumnya.

Tanpa diduga, pria itu bersedia membantu, hanya saja syaratnya membuat Felicia hampir tak mampu bernapas.

"Bagaimana?" tanyanya sambil mengangkat alis.

Seketika seluruh tubuh Felicia lemas, seakan tidak bertulang lagi. Jika tidak ada kursi yang menopang, ia pasti sudah ambruk di lantai.

Bukan Istri Bayaran [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang