Sang Bartender 🔞

7.8K 258 1
                                    

Caesar's POV

Aku keluar dari kamar mandi, terlihat segar. Kuraih jubah mandi lalu memakaikannya pada tubuhku.

Kuraih juga handuk dan mengusap-usapkannya untuk mengeringkan rambutku yang basah.

Kuhentikan langkah di depan tempat tidur yang kosong sejak tiga puluh menit yang lalu.

Masih teringat jelas dalam pikiranku apa yang terjadi di atas sana, semalam.

Semalam

Kulepaskan celemek dan bergegas menuju ruangan pribadiku setelah kuselesaikan jadwal kerja hari itu.

Tok!

Tok!

"Yo! Sebentar!" Ucapku sambil memakai cardigank dan kusemprotkan parfum di sekujur tubuh sebelum membuka pintu.

Salah satu karyawan kepercayaanku muncul di ambang pintu, "Yo Vernon?"

"Bro, ini list tamu birthday bash semalam,"  ucap Vernon menyerahkan list tamu event semalam.

"I'll check it later ya!"

"Yow!"

"Thanks bro!" Balasku melepas kepergian Vernon. Segera kumasukkan berkas itu ke dalam tas sebelum berjalan keluar untuk pulang.

"Going home??" Seru Mike, salah satu karyawan di tempatku, yang paling tinggi.

"Yup! Bye!" Pamitku bergegas pergi.

Bar & Lounge ini adalah usaha yang kudirikan sejak tiga tahun lalu. Namun meskipun tempat ini adalah milikku, tak banyak yang tahu selain karyawanku karena sehari-hari aku juga bekerja bersama mereka sebagai bartender.

Aku tak suka hanya duduk diam di balik meja dan memeriksa data.

Dengan bekerja di balik counter, aku jadi bisa mengetahui jika ada keluhan dari pelanggan.

Kuhentikan langkahku sejenak ketika kulihat gadis itu tergeletak tak berdaya pada counter bar.

Gadis muda yang sejak tadi menontonku bekerja. Entah karena Ia tertarik padaku atau memang karena Ia sudah mabuk berat. Aku tahu benar, Ia mengkonsumsi cukup banyak alkohol malam itu.

Aku hanya menghela nafas pelan lalu memutuskan untuk pergi. Tapi langkahku kembali terhenti ketika kulihat seorang pria melewatiku.

Aku tak mengenal pria itu secara personal tapi aku hafal wajahnya. Sebagai seseorang yang juga bekerja di balik counter bar, hal yang normal bagiku, juga mungkin karyawanku, untuk mengingat wajah para pelanggan.

Pria itu masuk selama beberapa saat, lalu melewatiku keluar dari area bar sambil memapah seorang gadis.

Aku mengernyitkan dahi sejenak. Sesuatu terasa janggal bagiku.

Membatalkan sejenak niatku untuk pulang, aku kembali ke dalam bar dan benar saja, gadis itu masih tergeletak tak berdaya di counter bar hingga kulihat seorang pria hidung belang berjalan mendekatinya.

[COMPLETED] WINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang