Hancur

5.1K 261 5
                                    

Gama menatap wajah pucat Reliya dengan wajah sendu. Kemarin dokter mengabarkan jika calon anak mereka tak dapat diselamatnya, hal itu membuat Gama benar-benar merasa hancur. Apa lagi mengingat sang istri yang sudah sangat antusias ingin menyambut kehadiran sang buah hati mereka.

"Maaf aku enggak bisa jaga kalian." Gama mengecup dahi Reliya lama. Dia merasa bersalah, seharusnya kemarin dia saja yang turun bukan Reliya.

"Aku enggak tau gimana respons kamu nanti saat tau calon anak kita udah engga ada." Air mata Gama jatuh ke atas pipi wanita yang sedang asik memejamkan mata.

Gama mengepalkan tangannya. Membayangkan betapa hancurnya Reliya membuat hatinya terasa dihantam oleh sesuatu yang keras.

Gama membalikkan tubuhnya berniat ke luar dari ruang inap. Namun, sebelum itu dia merasakan tangan lembut seseorang menyentuh tangannya. Hal itu membuat Gama mengurungkan niat, dan membalikkan tubuhnya kembali.

"Sayang," ucapnya bahagia.

"Aku panggil dokter dulu." Reliya menggeleng dengan tatapan sendu.

"Anak kita gimana, Mas?" tanyanya dengan nada penuh harap. Wanita itu berharap kecelakaan itu tak membuat anaknya pergi.

"Mas?" Reliya menatap dengan wajah meminta penjelasan. Perasaannya jadi tak enak saat sadar Gama seperti seorang habis menangis.

"Mas?!" Reliya berteriak dengan air mata yang sudah menuruni pipinya.

"Maaf." Gama hanya bisa berkata seperti itu dengan kepala tertunduk. Dia merasa kecewa karena gagal menjaga Reliya dan calon anak mereka.

"Dia pergi?" tanya Reliya tak percaya. Wanita dengan pakaian rumah sakit itu mengelus perutnya, berharap masih bisa merasakan keberadaan calon bayinya.

"Tinggalin aku sendiri." Reliya membalikkan tubuhnya membelakangi Gama. Tubuhnya bergetar menahan isak tangis.

"Reliya," panggil Gama pelan.

"Aku butuh waktu sendiri, Mas." Gama memejamkan matanya sesaat, setelah itu akhirnya menyerah.

"Aku harap kamu bisa ikhlas nerima kepergian dia." Punggung Reliya semakin bergetar hebat, mati-matian dia menahan agar tak berteriak melampiaskan rasa sakitnya.

Sedangkan Gama. Dia bahkan membohongi dirinya sendiri. Bahkan dia sampai sekarang belum bisa mengikhlaskan calon buah hati mereka.

                                 ***

Sudah tiga hari setelah kepulangan Reliya dari rumah sakit. Semuanya masih tetap sama, atau bahkan makin kacau.

Reliya sama sekali tak mau membuka mulutnya, bahkan saat Gama menanyai sesuatu hanya dijawab dengan anggukan atau gelengan.

Kini keduanya merasa seperti ada sebuah tembok besar tak kasat mata yang kini membatasi keduanya.

"Reliya makan dulu." Reliya hanya melirik sekilas Gama setelah itu memunggungi lelaki itu.

"Jangan lupa makan, ya." Gama menyentuh lembut pucuk kepala Reliya, setelah itu berlalu dari kamar.

Setelah Gama pergi barulah Reliya bangkit dan menatap ke arah pintu. Tanpa sadar air matanya kembali mengelir.

"Maaf aku udah ngecewain kamu," lirihnya penuh penyesalan.

Reliya masih saja menyalahkan dirinya sendiri. Karena dia rasa jika saja dia kemarin tak memaksa turun, mungkin semua ini tak mungkin terjadi. Padahal mau bagaimana pun semua ini sudah berjalan mengikuti garis takdir.

Reliya melirik seklias makanan yang tadi Gama bawa. Tanpa menyentuhnya sama sekali, Reliya kembali merebahkan tubuhnya. Bahkan sekarang dia sudah tak peduli dengan penampilannya.

Tanpa Reliy sadari sedari tadi Gama masih berada di depan pintu kamar, menatap Reliya dengan perasaan terluka.

"Bukan kamu aja yang merasa kehilangan, aku juga." Gama mengepalkan tangannya, menahan gemuruh hebat di dalam hatinya. Bahkan sekarang dia tak mendapat gambaran bagaimana kehidupan mereka berdua ke depannya.

Haloo!!!
Rada enggak nyambung, ya?
Maaf banget jarang update, sekarang agak susah ngatur waktu.
Tapi insya Allah aku usahain, doain aja ya.

Jangan lupa vote dan komen ya. Ramein biar aku tambah semagat, karena alesan aku update itu cuma kalian huhu.

Jangan lupa follow instagram @dillamckz. Kalau ada yang mau ngobrol sama aku boleh di sana, ya.

Bye-bye

Mas Tetangga (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang