Memulai Hidup Bersama

5.2K 375 4
                                    

Reliya menatap sekelilingnya dengan takjub. Ternyata dia baru mengetahui, jika Lina dan Anton memang niat sekali mengusir mereka.

"Segini besar aku yang ngurus sendiri, Ma?" tanyanya tak yakin. Dia sangat berharap jika Lina berkata akan menyewakan mereka seorang pembantu.

"Kenapa enggak?" Reliya mengangguk lesu. Sepertinya semua akan berubah.

"Soal mama sama papa?" Lina langsung menggeleng, tau ke mana arah pembicaraan Reliya.

"Mereka sudah pulang tadi pagi."

"Tanpa bilang ke aku?" tanya Reliya tak percaya.

"Mungkin mereka lupa," ucap Lina. Walau dia tau mereka memang sudah melepaskan Reliya untuk Gama.

"Udah jangan sedih. Kamu sekarang udah ada Gama, jadi kalau ada apa-apa cerita sama dia." Reliya mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia harap Gama bisa diandalkan.

"Mama sama papa pulang duluan, kalian enggak apa-apa kalau beresin semuanya sendirian?" Reliya mengangguk. Walau keberatan dia cukup tau diri, dia tak mau Lina dan Anton malah meninggalkan pekerjaan mereka untuk hal yang tidak penting.

Setelah kedua orang tua itu pulang Reliya langsung masuk dan merebahkan dirinya di sofa. Dia menatap sekelilingnya malas, jika begini bagaimana bisa Reliya bisa bersantai.

"Udah beresin baju?" Gama datang dari kamar mandi dengan tubuh terbalut handuk saja tanpa atasan.

"Sebentar, capek," keluhnya. Gama hanya bergumam, lalu masuk ke dalam kamar mereka.

Reliya memejamkan matanya, mengurut dahinya yang terasa benar-benar pusing. Dia yakin setelah ini Gama akan membalas dendam atas apa yang Reliya lakukan selama ini.

"Mikirin apaan, sih?" Gama datang kembali, kali ini dengan kaos serta celana training panjang berwarna hitam.

"Enggak ada," balas Reliya berbohong. Akhirnya Reliya duduk, menatap Gama dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Kenapa?" tanya Gama lagi.

"Mas Gama enggak berniat balas dendam, kan?" Gama mengernyit, tak paham arah pembicaraan Reliya.

"Selama ini aku kan jahil, terus nyebelin-"

"Itu kamu tau," potong Gama membuat Reliya mencebik kesal.

"Lagi pula gue enggak berniat gangguin bocah." Tanpa rasa bersalah Gama menaiki tangga meninggalkan Reliya dengan wajah yang sudah memerah.

"Bocah-bocah gini gue istri lo!" teriak Reliya sekeras mungkin.

Gama di atas sana tertawa mendengar suara Reliya. Bahkan memikirkan untuk balas dendam pun rasanya Gama tak pernah terlintas.
 
                               ***

"Wih, masak apa, nih?" Reliya menatap masakan Gama penuh binar. Berbeda dengan Gama yang sudah mendengkus sebal melihat prilaku istri sekaligus teman kecilnya itu.

"Lo itu harus dibiasain bangun pagi," tegur Gama. Reliya hanya menganggukkan kepala seolah-olah paham. Padahal dia sama sekali tak peduli dengan ucapan Gama.

"Makasih." Reliya menerima piring berisi nasi goreng masakan Gama dengan senyum merekah.

"Makan sambil duduk," tegur Gama.

"Iya Sayang!" balas Reliya dengan nada kesal. Gama berdecak sebal, inilah susahnya mengurus bocah seperti Reliya.

"Nanti temenin aku ke minimarket, yuk."
        
"Iya nanti," balas Gama malas. Reliya tersenyum senang, ada untungnya juga dia bersama Gama.

"Cuci piring." Gama meletakkan piring kotornya di meja begitu saja, lalu meninggalkan Reliya yang sudah melotot tak terima.

"Enak aja kamu yang makan juga!" teriaknya membuat seisi rumah penuh oleh suara Reliya.

Gama yang baru saja masuk ke dalam kamar mengedikkan bahu tak peduli, seharusnya memang begitukan? Gama yang masak, Reliya yang membersihkannya.

                                   ***

"Mau beli apa?" tanya Reliya yang sedari tadi tak paham apa saja yang harus dibeli.

Gama menghela napas lelah, apakah masalah begini harus Gama juga yang urus?

"Itu." Gama menunjuk bahan-bahan makanan, membuat Reliya mengangguk penuh semangat lalu berlari ke arah sana. Hal itu tanpa sadar membuat Gama tersenyum.

"Gama," sapa seseorang membuat Gama langsung menoleh, dan menatap siapa yang baru saja menyapanya.

"Agnes?" Seorang perempuan yang baru saja Gama sebut bernama Agnes itu melambaikan tangan dengan wajah ceria.

"Apa kabar?" tanyanya ingin memeluk Gama, tetapi Gama lebih dulu memundurkan tubuhnya.

"Kenapa?" tanya Agnes tak paham.

"Mas Gama!" teriak Reliya berlari ke arah Gama dengan tangan penuh oleh belanjaan.

"Aku beli semuany!" seru Reliya bangga.

"Siapa?" Reliya mengerjapkan mata, baru sadar ada orang lain selain mereka berdua.

"Reliya," jawab Reliya polos.

"Gama aku mau ngomong." Agnes menggenggam tangan Gama, memaksa pria itu pergi. Namun, Reliya lebih dulu menahannya.

"Mas Gama mau ke mana?"

"Bukan urusan lo!" Agnes menepis tangan Reliya dari tangan Gama, hal itu membuat Gama ikut menepis tangan Agnes.

"Dia istri gue," ucap Gama dengan satu tarikan napas.

"Istri?" Agnes tampak tak percaya. Bahkan sekarang menatap Reliya dengan pandangan menilai.

"Kamu jangan bohong, deh. Jangan karena kamu marah sama aku malah gini."

"Gini gimana?" tanya Reliya.

"Lo jangan ganggu Gama sama gue." Reliya menatap tak suka Agnes, lalu beralih memeluk lengan Gama posesif.

"Mbaknya sadar diri, deh. Kan mas Gama udah bilang aku istrinya, kenapa masih ngotot?" Agnes menatap Gama kecewa, apa lagi saat melihat Gama diam saja saat gadis di sebelahnya memeluknya.

"Gama urusan kita belum selesai!" Agnes melangkah pergi dengan suara hentakan keras dari helsnya.

"Dia siapa?" tanya Reliya setelah melihat Agnes sudah benar-benar pergi.

"Kita bahasa di rumah." Gama mendorong troli, menggenggam tangan mungil Reliya. Membawa Reliya ke kasir untuk membayar.

"Aku harap mas Gama jujur." Gama menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya.

"Pasti."

Halo!
Terima kasih yang udah baca cerita ini. Makasih juga yang udah komen.

Maaf banget telat update. Sebenernya dari bulan lalu aku mau namatin cerita ini, tetapi tepat banget bulan lalu ayah aku meninggal, jadi aku baru bisa lanjutin sekarang. Semoga suka dan bisa menghargai karya aku.

Terima kasih semuanya!

Mas Tetangga (End)Where stories live. Discover now