Malam Minggu dan Tawuran

4.8K 378 1
                                    

"Kenapa?" tanya Gama ketus ketika melihat Reliya berdiri di depan pintu kamarnya. Reliya tersenyum lebar hingga giginya terlihat.

"Ck, kenapa?" tanya Gama jengah.

"Jalan-jalan, yuk."

"Ogah, ngapain."

"Kencan!" balas Reliya antusias.

"Najis!" Reliya menatap Gama dengan tatapan mencibir. Sebenarnya dia tak bernita mengajak cowok menyebalkan di depannya ini kencan, Reliya sebenarnya hanya bosan saja.

"Gue mau nongkrong."

"Jongkok aja," balas Reliya. Gama mendelik kesal, dia sama sekali tak berniat menanggapi Reliya kembali. Namun, bukan Reliya jika pasrah begitu saja.

"Ayo, dong," bujuk Reliya.

"Pulang sono," usir Gama kesal.

"Lo sono. Dasar jomlo," cibir Gama.

Reliya menatap punggung Gama dengan tatapan permusuhan. Enak saja mengatakannya jomlo, padahalkan Gama juga begitu. Menurut Reliya Gama lebih parah, karena cowok itu umurnya lebih tua.

"Dasar nyebelin." Dengan langkah kaki dihentakkan kesal Reliya melangkah ke luar dari rumah Lina. Di depan dia lihat Gama sedang menaiki motor. Dia berdecih sinis, merasa Gama tak adil.

"Katanya nganggep gue adek, tapi dinistain mulu," gerutunya. Gama mendengar semua itu, tapi cowok itu memutuskan untuk tidak peduli. Lagi pula apa untungnya meladeni Reliya.

"Gue bakal cari cowok biar bisa malem mingguan." Gama mencebikkan bibir mengejek. Bagaimana bisa punya pacar jika gadis itu selalu membawa Gama ke mana-mana. Bahkan beberapa orang mengetahui Gama sebagai pacar Reliya, bukan kakak atau pun tetangga.

                              ***

Reliya menatap lampu jalanan dengan tatapan berbinar. Karena tak berhasil membujuk Gama, di sinilah Reliya berakhir. Jalan-jalan sendirian seperti seorang gembel malam-malam begini.

Dia menatap iri beberapa orang yang sedang asik mengobrol dengan pasangannya. Reliya jadi iri, tapi kok Reliya enggak berniat punya pacar, ya?

Kakinya melangkah ke arah taman yang cukup ramai. Dia menatap sekelilingnya sambil mengelus lengannya karena dingin, dia meruntuki dirinya yang tak membawa jaket.

Kaus lengan panjang tipis dengan celana tidur sama sekali tak menggambarkan seseorang yang akan kencan. Jika begini bagaimana ada yang mau mengajak Reliya kencan.

"Gama emang kurang aja," ucapnya tak tau diri. Padahal dia yang baru saja kurang ajar karena memanggil Gama tanpa embel-embel.

Bosan. Reliya akhirnya memilih bangkit. Sepertinya lebih baik dia jalan-jalan dari pada berdiam diri di taman.

Kakinya melangkah pergi dari kerumunan orang menuju gang yang cukup sepi. Dia bersenandung pelan, sambil menganggukkan kepalanya seolah mendengar lagu.

Reliya menghentikan langkahnya ketika mendengar keributan di depan sana. Dia mengernyit, berusaha memperjelas penglihatannya.

"Pada ngapain, ya?" tanyanya penasaran. Tanpa rasa takut gadis dengan rambut terurai itu melangkah mendekat, tanpa sadar ada bahaya yang akan menghampirinya.

"Bangs**t!" Suara makian serta gaduh dari aksi lempar-lemparan benda membuat Reliya melebarkan kedua matanya.

Dia meruntuki dirinya yang dengan bodoh malah kepo dengan hal-hal seperti ini.

Kakinya gemetar. Reliya berusaha membawa kakinya melangkah mundur, tetapi sebelum itu mata Reliya tak sengaja bertemu dengan mata teduh seseorang.

"Mati," runtuknya. Reliya membalikkan tubuh. Dia meringis pelan saat merasakan kakinya sakit karena dipaksakan untuk berlari. Reliya bersumpah tidak akan sok berani lagi seperti ini.

Napasnya gos-gosan. Gadis itu kembali menoleh ke belakang, memastikan jika suasana sudah aman.

"Selamet gue." Dia menghapus peluh di dahinya. Tangan mungilnya menyentuh dadanya yang terasa berdetak lebih keras.

"Ternyata gini rasanya ngeliat orang tawuran," gumamnya.

TBC

  

Mas Tetangga (End)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora