Kesendirian yang Menyiksa

7.2K 551 2
                                    

Akhirnya Gama bisa bernapas lega saat menemukan seorang gadis yang sedang sedang bersandar di kursi halte sambil memangku kucing kecil berwarna orange. Gama menggeleng tak habis pikir melihat penampilan teman masa kecilnya itu. Piama kebesaran, serta sandal jepit masih gadis itu kenakan. Jangan lupakan jika sebentar lagi ramai karena sudah hari senin.

Dengan langkah lebar Gama menghampiri Reliya, membuat gadis itu melotot kaget saat menyadari kehadiran Gama.

"Lo udah kayak gembel," cibir Gama menggeleng tak suka. Reliya menyengir, tanpa tau malu langsung memeluk tubuh tegak Gama.

"Lo semaleman di sini?" Reliya mengangguk ragu. Gadis itu menjauhi diri dari Gama, lalu menatap Gama dengan perasaan bersalah.

"Aku niat baik, kok," elaknya. Gama menghela napas. Emang ada niat baik sampai kabur dari rumah? Mana kaburnya ke halte lagi.

"Kalau lo dimakan setan gimana," ketus Gama.

"Kata Mas Gama setan enggak doyan sama aku." Gama mengangguk membenarkan.

"Pulang. Lain kali jangan kayak bocah."

"Lah, aku emang masih bocah." Gama diam saja, langsung memasuki mobil hitamnya. Dia kesal dengan Reliya tak memikirkan apa orang lain memikirkannya jika dia bertindak seperti itu.

"Mas Gama enggak kerja?" tanyanya saat sudah sampai di dalam mobil Gama. Gama mendelik tak suka, dia begini juga karena Reliya.

"Mas Gama kok tau aku di sini?" Gama dia tak berniat menanggapi. Lagi pula pertanyaan Reliya itu sama sekali tak bermutu untuk dijawab, pikir sendiri mengapa dia jauh-jauh ke sini hingga bertemu gembel seperti Reliya.

"Mas Gama!" panggil Reliya kesal. Namun, Gama tetap dengan pendiriannya. Cowok itu masih fokus menyetir.

"Ihhh," rengeknya. Kali ini dia menyerah, memilih menyenderkan tubuhnya sambil memperhatikan suasana pagi.

Gadis itu kadang tersenyum saat melihat beberapa anak sekolah yang sudah datang lebih awal. Dia juga tersenyum saat melihat beberapa cowok seumurannya sedang siap-siap ingin pergi sekolah.

"Genit," cibir Gama. Reliya mengedikkkan tak peduli, lagi pula itu wajarkan untuk anak seusianya. Jangan seperti Gama, bahkan sampai saat ini Reliya tak yakin tetangganya itu pernah atau bahkan sedang memiliki pasangan.

"Bye-bye! Makasih Gama!" Reliya langsung kabur dari mobil tak mau melihat Gama mengamuk. Dia tertawa puas saat masih melihat Gama menatapnya tajam dari dalam mobil.

"Dasar gila hormat!" Dia tak peduli jika Lina mendengarnya. Lagi pula dia sedari kecil ingin memanggil Gama tanpa embel-embel Mas. Karena percayalah, Reliya merasa sudah menikah dengan Gama.

Tawa Reliya langsung berhenti ketika masuk ke dalam rumahnya. Sepi, sangat berbeda saat dia masuk ke dalam rumah Gama. Dia tersenyum sedih, kadang dia berpikir apakah kedua orang tuanya masih hidup? Jika masih, kenapa mereka sama sekali tak menemui Reliya.

Langkah kaki gadis itu membawa dirinya ke dalama kamar. Bukan seperti perempuan lainnya, kamar Reliya benar-benar terasa kosong. Mungkin karena terlalu sering di rumah Lina, sampai dia benar-benar tak peduli tentang rumah peninggalan kedua orang tuanya.

Jika ditanya apakah dia kecewa, jawabannya pasti iya. Tidak ada seorang anak yang mau ditinggalkan kedua orang tuanya, apa lagi dengan alasan kepentingan bisnis. Sebenarnya Reliya tak masalah mereka sibuk bekerja, tapi apakah harus sampai meninggalkan Reliya sampai dewasa. Gadis itu saja tak yakin apa masih mengingat wajah ibu yang telah melahirkannya itu.

Dia merebahkan dirinya di ranjang. Memutuskan memejamkan mata sesaat, tiba-tiba dia malas pergi ke sekolah. Dia rasa tak masalah sehari saja bolos sekolah.

                                ***

Reliya datang ke rumah Lina untuk makan siang, ini bukan hanya kemauan gadis itu, tetapi Lina yang memaksa. Reliya itu sudah ia anggap anak kandungnya sendiri, sebagai adik Gama. Walau pun sampai saat ini Gama tak terima jika Reliya menjadi adiknya, bagi Lina Reliya tetap anaknya.

"Enak?" tanya Lina. Reliya mengangguk, mengiyakan.

"Mama ngajak kamu ke sini karena kesepian. Kamu tau sendiri Papa belum pulang."

"Iya, Ma. Lagi pula aku juga bosen di rumah," jawabnya.

"Kamu kenapa enggak berangkat sekolah. Mama dengar kamu juga tidur di halte semalaman." Reliya menyengir, dalam hati memaki Gama karena telah membocorkan.

"Kamu tau itu bahaya? Kalau ada orang jahat gimana?" Lina khawatir. Dia tak mau Reliya kenapa-napa, apa lagi gadis itu perempuan.

"Maaf, Ma. Aku enggak ngulangin, deh," janji Reliya yakin. Lina akhirnya mengangguk, dia terus memerhatikan Reliya yang sedang makan dengan lahap. Dia jadi senang saat menyadari Reliya bisa tumbuh dengan baik seperti ini.

"Aku tuh dari kemarin mau nginep, tapi Mas Gama larang," adunya dengan wajah memelas.

"Jangan dengerin kakak kamu. Anggep aja rumah ini rumah kamu sendiri." Reliya bersorak senang. Tunggu saja dia akan menginap di sini dan mengganggu Gama untuk balas dendam.

TBC

Mas Tetangga (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang