Bab 3.1

10.9K 1.5K 17
                                    

Haelyn kambeeeeeekkk....

Gengs, Haelyn dirombak lagi ya mumpung masih bab-bab awal.

sebelumnya aku tulis dia orang Inggris, terus di Entangled aku tulis dia orang Irlandia. wkwk... jadi yg asli dia orang Irlandia.

Terus juga dia mengidap amnesia disosiatif, dia lupa penyebab kematian orang tuanya, jadi aku rombak lagi mulai dari bab ini yaaa...


⛩⛩⛩

Satu bulan sebelumnya.


Rumah besar bergaya Eropa yang ada di kawasan pemukiman elit di Tokyo itu terdapat tanda 'disita' yang cukup besar di pintu masuk dan di gerbangnya. Beberapa pria bersetelan serba hitam berdatangan dari mobil, mengambil barang-barang berharga yang ada di dalam rumah itu.

Seorang gadis berlari keluar dari dalam rumah sambil menjerit-jerit berurai air mata ketika seorang pria membawa beberapa kotak sepatu branded yang ditumpuk, dan beberapa lainnya membawa tas-tas branded dalam dusbag.

"Jangan bawa milikku!" jeritannya terdengar nyaring.

Dia tersandung di tangga teras hingga terjatuh dan lututnya mengeluarkan darah. Dia tak peduli dengan darah di lututnya, karena hatinya yang kini berlumuran darah ketika melihat barang-barang miliknya diangkut ke mobil.

"Kalian boleh ambil apa pun dari rumah itu, tapi tolong jangan bawa barang-barangku," teriaknya lagi.

Seakan mendapat kekuatan super, dia merangsek ke arah mobil dan menendang kaki pria yang membawa tas-tasnya hingga tas-tas itu berjatuhan dan si pria mengumpat kasar. Dengan terburu-buru dia meraih tas-tasnya dan memeluknya dengan begitu erat seperti mempertahankan bayi-bayinya.

"Jangan bawa mereka, kumohon," katanya.

Pria itu kesal, merebut tas berwarna hitam dengan rantai berwarna emas dan lambang double C, dia mempertahankannya dan balas merebutnya dan keduanya pun saling tarik menarik.

"Lepaskan, lepaskan, oke," katanya dengan tersedak tangisan, "nanti talinya putus."

Pria itu mendengkus dan mendorong tubuhnya hingga gadis itu terjatuh ke tanah dengan telapak tangan menahan tubuhnya dan luka gores kembali muncul. Kuku-kuku panjangnya bahkan sampai patah dan beberapa hiasan kukunya lepas. Dia meringis, tapi segera merangkak dan merebut tas-tas yang berjatuhan dan memeluiknya erat.

"Tiga bulan lalu semuanya hilang begitu saja tanpa aku ingat, hanya ini yang tersisa dariku. Silakan ambil rumah itu, jangan ambil barang-barangku."

Para pria di sana tertawa terbahak-bahak, mereka bahkan berbicara dalam bahasa Jepang sambil mengejeknya, seakan gadis malang itu tak memahaminya.

"Dia lebih memilih hidup di jalanan tapi masih berpakaian bagus daripada kehilangan semua barang-barang mahal ini," kata pria yang membawa kotak sepatu.

Beberapa pria yang mengangkut barang-barang elektronik pun menertawakannya. "Dia cantik juga, badannya bagus dan terawat. Berapa usianya, ya?"

"Palingan masih belasan tahun. Kalau dibawa ke distrik kabukicho, sepertinya dia akan bernilai tinggi," sahut pria lainnya.

Temannya menyenggolnya. "Dia warga asing. Sudah, sudah, cepat kerja."

Gadis itu merinding ketika mendengar para pria gengster ini berbicara dalam bahasa Jepang seolah dia tak mengerti dan mengatakan untuk menjadikannya pekerja seks untuk kalangan elit. Dia tahu distrik Kabukicho adalah distrik lampu merah tempat di mana segala pekerjaan malam dilakukan. Meski para pria itu tidak serius, tetap saja, ketakutan merambatinya.

End Up With Evil Yakuza [END] / (Tersedia di Google Play dan Karyakarsa)Where stories live. Discover now