TUJUH BELAS

9.6K 817 15
                                    

[+15]

"Kak, gimana keadaan ayah?."

Seseorang yang ditanya itu menghela nafas sebelum menjawabnya. Dia menatap Alano-anak abangnya dengan raut sedih yang tidak bisa ia sembunyikan.

"Ahh emmm. Abang masih koma A, dia baik-baik aja, pasti. Kamu gak usah khawatir, ayah kamu pasti baik-baik aja."

Alan mengangguk, ia ikut duduk di samping Tante-adik dari ayahnya itu.

"Kamu gak usah khawatir, ayah kamu pasti baik-baik aja kok. Jadi, kamu jangan sedih."

Lisa mengusap lengan keponakannya  berusaha menguatkan keponakan favoritnya itu agar ia tidak sedih lagi, meskipun wajahnya datar, Lisa tahu, sebenernya Alan sedang khawatir dengan ayahnya itu.

"Em kamu kemarin malam, kemana kok gak ada. Kakak cariin kamu dirumah enggak ada?".

Lisa menghentikan usapannya, matanya menilik keponakannya itu, meminta penjelasan. Ia khawatir kemarin malam, ia tidak menemukannya dimana-mana.

"Aku nginep Tan?"

Lisa yang mendengar jawaban dari Alano mengepalkan tangannya marah, apa tadi katanya Tante? Heloww yang bener bener aja dia masih berumur 19 tahun, jadi gak seharusnya dia disebut Tante. Lisa mengatur nafasnya berusaha meredam emosinya, ia tidak boleh memukulnya sekarang, dia sedang sedih.

"Duh Alano tersayang, udah berapa kali kan Kakak bilang, jangan panggil Tante, tapi Kakak, KAKAK!!".

Alan menatap tantenya heran, memang kenapa jika dibilang Tante, memang  benar kan seharusnya Lisa itu panggil tante, bukan kakak.

"Emang masalahnya apa Tan, kok gamau disebut Tante?".

Lisa berdiri memutar tubuhnya bak princess keluar dari kahyangan.

"Ishhhh... Kamu tuh ya, liat penampakan kakak, apakah kakak ini terlihat udah tua?"

Alan menggeleng.

"Tuh tau. Jadi kamu gak semestinya panggil aku Tante, kakak aja, lagian kita beda 4 tahun. Jadi jangan bilang sekali lagi aku tantemu, tapi kakak, inget kakak, aku kakak!!!".

Alan mengangguk saja mengiyakan perintah tantenya itu, biar tambah selesai, batinnya.

"Eh Eh. Kamu nginepnya  dimana emang kemarin? Temen mu?"

"Bukan."

"Terus dimana kalo bukan dirumahnya temanmu, jangan bilang nginepnya di rumah pacar."

Ujar Lisa sok tahu.

"Aku nginep di Ma........Mm"

"YA AMPUN MBA ANNE!!!"

Ucapan Alan terpotong karena teriakan melengking dari tantenya itu. Kini, Lisa sudah nemplok memeluk Anne. Bahkan hidungnya mendusel nakal di leher jenjang mamanya. Alan menggeleng, apa tantenya itu memang lesbi? Kalo iya, pantas saja dia selalu menjerit tiap kali membeli poster-poster gadis berponi si personil  black apa, ahh iya lupa namanya, yang jelas orangnya berponi. Alan menghela nafas, boleh-boleh saja sih tantenya itu Lesbi, tapi jangan smaa mamanya, mamanya tidak boleh menjadi Lesbi.

"Tante lepas. Jangan meluk mama aku!"

Alan berusaha menarik tangan Lisa yang sudah seperti Ulat bulu itu. Namun, tarikannya tidak terlepas, Alan menghela nafas, apa tantenya memang sekuat ini?  Alan tak menyerah ia menarik Lisa dengan tenaganya sekarang, benar kata orang. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, Lisa akhirnya terlepas.

"Duh kamu apa-apaan sih!!"

Lisa menatap marah keponakannya itu, ia melirik Jam tangan mahalnya. Lisa menghela nafas bersyukur, beruntung  jam nya tidak apa-apa. Namun, kini kembali memeluk Anne. Lisa menjulurkan lidahnya, menatap keponakannya remeh. Kamu gak akan bisa lepasin aku dengan Mba Anne tersayang, batinnya tersenyum bangga.

Sedangkan Alan yang melihat Lisa yang sudah nemplok lagi menatap kesal. Ia beralih menatap Mama, mengode supaya menyuruh Lisa melepaskan pelukannya.

Anne yang melihat kedua bocah ABG labil ini hanya menghela nafas, bingung dibuat keduanya.

"Kalian kok jadi berantem gini. Padahal dulu kalian gak begini."

Anne mendudukkan dirinya di kursi dengan Lisa yang masih memeluknya dengan erat.

"Tau tuh, si Alan mba. Padahal dulu gak gini."

Lisa menyahut menatap Alan dengan senyum remeh. Tau tuh, dulu aja sok sok an ngaabaikeun, dan sekarang malah sok sok an posesif, batinnya.

Alan tentunya menunduk menatap takut-takut Lisa yang dengan nyamannya memeluk Anne. Benar apa yang dikatakan Lisa barusan, memang sangat benar. Dadanya berdegup kencang sekarang, rasanya sakit ketika mendengar apa yang tantenya ucapkan.

"Alan. Sini!!"

Alan menurut, lalu duduk disebelah Anne dengan ragu-ragu.

"Kenapa hm?"

Anne mengelus surainya dengan lembut. Alan menggeleng.

"Gapapa. Barusan yang dibilang Tantemu itu becanda."

Alan mengangguk, menikmati setiap usapan tangan Anne yang membuat nyaman, namun degup jantungnya masih berdebar kencang, kata-kata tantenya masih terngiang-ngiang ditelinganya.

"Oh iya Lis.Abbi kemana?".

Lisa tak menjawab, melainkan suara dengkuran halus yang kini terdengar. Anne tak heran lagi melihatnya, sedari dulu memang jika Lisa sudah nemplok begini, maka ujung-ujungnya dia akan tertidur. Pantes aja tadi gak engek-engek, batin Anne terkekeh.

"Dasar. Dari dulu kalo udah nemplok pasti aja ujung-ujungnya ngorok gini. Lisa-Lisa."

Ucapnya Anne terkekeh.

Sedangkan Alan, yang disampingnya hanya mampu terdiam seribu kata.

Mama nampak sangat akrab dengan Tante Lisa, berbeda dengan aku. Aku iri, sangat iri. Batin Alan menjerit.







TBC

Assalamu'alaikum
Ketemu lagi di cerita aku, di CMA.
Gimana chapternya? Gaje ? Gak memuaskan? Alhamdulillah kalo enggak mah , syukur deh haha😂 becanda deh(^^)

Gimana kabarnya? Pada baikkan? Oh Alhamdulillah kalo baik mah, tapi jangan lupa jaga kesehatan juga ya.

Oh iya, tak lupa aku mau ucapkan terimakasih dan terimakasih untuk yang tak bosan-bosannya mem Vote dan komen di setiap chapter. Makasih juga untuk yang selalu mensupport dan menandai typo disetiap chapter. Makasih banget juga untuk semuanya yang mau menyempatkan untuk baca di cerita perdana aku ini, meski aku tahu, cerita aku ini masih banyak kekurangan-kekurangannya. Jadi makasih banget ya:'(

Jangan lupa juga untuk tinggalkan jejak ya.....

Oh iya, makasih untuk yang udah follow aku, makasih ya, love love deh.

Udah segitu aja ya dari aku. Makasih sekali lagi. Nantikan chapter berikutnya hanya di lapak ini.

Salam hangat dari aku ⚠️

Dadah 🐥

901 kata🗯️

Come Back Mama Anne : Available in e-booksWhere stories live. Discover now