Alligator mengusap dagunya. Menatap sekilas jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Gue harus pergi," ujarnya namun dicekal Sherlock.

Pria yang masih menatap ke depan itu mencengkram kuat pergelangan Alligator. Giginya bergemeletuk. "Ini yang lo tunggu, brengsek?" desisnya dengan nada rendah.

Alligator menaikkan satu alisnya. Menyadari sesuatu ia terkekeh pelan. Pria ini menuduhnya, huh? Menarik sekali.

"Bukan gue, tapi dia. Musuh kesayangan lo, Dragon." Ada penekanan di akhir kalimat.

Dragon, musuh setia Sherlock yang beberapa bulan ini sempat menghilang bagai ditelan bumi. Terakhir kali ia berurusan dengan pria misterus itu saat musuhnya dengan sengaja menyabotase motor Sherlock, berakhir dirinya dilarikan ke rumah sakit dan mengalami retak dibagian lengan kiri. Entah siapa sebenarnya dragon ini. Setiap bertemu pria itu selalu memakai topeng. Sherlock sudah berusaha mencari tahu tapi hasilnya nihil. Pria itu menyembunyikan identitas begitu rapat.

Tiger yang merasa tertarik lantas mendekat. "Kenapa lo bisa seyakin itu?"

Alligator kembali tertawa, tawa yang terdengar seperti meremehkan. Leon dan Resume saling tatap. Tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.

"Lo pikir selama ini gue diem aja? Jangan meremehkan mata dan pergerakan seseorang di sekitar lo."

"Ini ada apa, sih? Bisa jelasin ke gue?" Leon mengernyit.

"Tunggu sampai pria tadi dateng ke markas, gue bakal kasih bukti kalau itu ulah Dragon." Alligator langsung berbalik meninggalkan mereka. Mengundang tatapan penasaran dari Leon dan Resume.

Sherlock mengepalkan tangannya. Bagaimana mungkin bukan Alligator pelakunya? Jelas pada saat itu ia melihat Alligator berada di gedung sebelum dirinya datang. Dan sebuah pisau, Sherlock sempat melihat Alligator menyembunyikan pisau di balik jaketnya. Pisau dengan bercak darah.

Begitu melihat keadaan Sharing tentu ia emosi bukan main. Terlebih apa yang sebelumnya ia lihat menguatkan pemikirannya tentang apa yang sudah terjadi. Bukankah Alligator pelakunya?

Keberadaan Skala yang tak disangka mulai mengecoh dugaannya. Sherlock merasa dipermainkan. Bagaimana bisa gadis itu berada di tempat ini? Tidak mungkin karena ada seseorang yang menyuruhnya datang? Sama seperti seseorang yang mengirim dirinya pesan untuk datang ke sana?

Sherlock tidak bodoh, memanfaatkan keadaan, ia menyalahkan Skala karena dirinya ingin melihat reaksi Alligator.

Ya, mengakui dirinya begitu brengsek telah melukai gadis tak bersalah itu. Namun apa boleh buat. Ini semua belum terbukti mana yang benar. Sherlock juga belum bisa mengatakan bahwa bukan Skala pelakunya. Hitung-hitung pelampiasan.

Ia begitu buntu, seperti tersesat dan tak bisa mencari jalan keluar.

Sial, kejadian ini membuat kepala Sherlock ingin pecah rasanya!

Dan gadis itu, di mana ia sekarang? Siapa pria yang membawanya pergi? Sial, kenapa Sherlock khawatir?

...

"Bunda ... Kak Skala kok belum pulang? Gio mau minta dibikinin sup jamur." Gio berlari menghampiri Bunda Embun. Menarik-narik gamis yang dipakai wanita itu.

Bunda Embun menunduk. Ia juga sama cemasnya. Hari sudah semakin sore tapi Skala tak kunjung pulang. Beberapa kali ia sudah mencoba menghubungi tapi tak pernah diangkat. Bahkan tidak aktif.

"Bunda, ada tamu." Angin datang.

"Siapa?" tanya Bunda.

Angin menggigit kulit dalam bibirnya. Melirik sekilas ke arah Gio yang juga tengah memperhatikannya. "I-itu, ibunya Gio," bisik Angin begitu pelan.

Bunda Embun mengernyit. Penasaran ada apa gerangan ia datang kemari.

"Ajak Gio ke belakang," suruhnya langsung diangguki Angin.

Bunda Embun bergegas ke ruang tamu. Di sana sudah berdiri seorang wanita dengan pakaian lumayan terbuka. Melangkah mendekat lalu bersalaman. Bunda menyambutnya dengan senyum hangat.

"Saya gak mau basa-basi, tujuan saya ke sini mau bawa anak saya pulang. Namanya Gio, anda pasti sudah tahu." Farah, wanita itu langsung berbicara.

Bunda Embun terdiam sebentar. Sedikit terkejut. Ia tersenyum tipis. "Sebelumnya maaf, Bu. Saya sedang menunggu kepulangan Skala. Saya harus mendapat persetujuan dari Skala. Karena bagaimanapun juga Gio datang kemari bersama Skala."

Farah mengeluarkan raut tak bersahabat. Tangannya bersidekap dada. "Persetujuan Skala? Astaga, saya ini ibu kandungnya! Bagaimana bisa membawa kembali anak kandung harus meminta persetujuan gadis itu?!" Farah memalingkan wajahnya seraya memijat pelipisnya.

Bunda Embun bungkam. Bukan apa-apa. Ia hanya sedikit khawatir. Hubungan Gio dan ibunya tidak begitu baik.

"Saya mohon, cepat bawa Gio ke hadapan saya sekarang juga." Farah menatap Bunda Embun dengan raut memelas. Berubah drastis.

Bunda Embun menghela napas, ia segera berbalik dan memanggil Gio. Bagaimanapun juga, Farah adalah ibu kandung Gio. Ia tidak ada hak untuk mencegah Gio tetap berada di sini. Semoga Gio akan baik-baik saja.

Farah menghembuskan napas kasar. Tangannya berkacak pinggang. Raut wajahnya berubah tersenyum miring. "Uang, tunggu aku menjemputmu," gumamnya tersenyum licik.

...

Selamat datang ditahap ketegangan. Enjoy!:*

Spam komen lagi kuy, biar besok bisa update.


SHERLOCKWo Geschichten leben. Entdecke jetzt