56

13.2K 666 73
                                    

Warning typo and happy reading!!
.
.
.



Malam hari cowok itu terbaring di kasur. Eca sudah pulang sedari tadi karena ia yang suruh, ia tak mau gadisnya sampai larut malam menemaninya.

Ia berbaring di kasur dengan perlahan menutup matanya.

"Jadi kamu hidup di sini?"

"Benar benar menyusahkan orang saja." ucap pria paruh baya itu memandang remaja laki-laki yang berumur 16 tahun.

"Setelah kamu lulus SMA kamu benar benar bukan tanggung jawab saya lagi. Saya juga terpaksa mengurus dan membiayai anak seperti kamu."

Marvel cowok remaja yang berusia 16 tahun itu memandang sendu Ayahnya. "Kenapa Ayah tega memperlakukan Marvel seperti ini? Salah Marvel apa?"

"Haha masih tanya saja salah kamu apa. Yang jelas salah kamu datang di dunia ini, mengacaukan segalanya."

"Marvel juga nggak mau Yah di lahirin kalau begini."

"Halah banyak bacot kamu!"

"Saya kesini cuman mau bilang sama kamu. Jangan pernah kamu menginjakkan kaki di rumah saya lagi. Paham?"

Marvel memandang Ayahnya itu seolah bertanya. "Kenapa?"

"Karna kamu anak pembawa sial."

"Gara gara kamu Rafil. anak saya meninggal."

"Kamu merusak kebahagiaan istri saya."

"Kamu--"

"CUKUP."

Rosi terkekeh mendengar itu. "Apa? Cukup kamu bilang?"

"Gak bakal cukup, sebelum kamu benar benar pergi dari kehidupan saya."

"CUKUP YAH."

"MARVEL JUGA NGGAK MAU LAHIR KALAU KAYA BEGINI JADINYA."

Cowok remaja itu terduduk di lantai sambil menangis mengingat masa masa kecilnya. "Ayah tau? Sejak kecil Marvel ngga pernah namanya tau pelukan hangat keluarga, Marvel selalu saja di asingkan, Marvel berbuat sesuatu tidak pernah kalian perhatikan. Jujur aja Marvel iri sama Kak Rafil. Yang di sayang oleh semua orang. Di peluk, di cium. Marvel iri. Tapi perasaan iri itu hilang saat Kak Rafil benar benar memperlakukan aku sebagai adik kecilnya."

"Saat kak Rafil meninggal... Marvel jugaa sedih Yah. Marvel sedih kenapa harus Kak Rafil yang meninggal, Marvel juga nggak mau itu terjadi. Tapi semua orang menyalahkan Marvel atas hal itu, Marvel sadar Marvel bukan anak pintar, anak yang suka baca buku, rajin menabung, Marvel juga bukan seperti kak Rafil yang sangat sempurna di mata kalian. Marvel capek Yah... Capek. Dari kecil sampai remaja Marvel nggak pernah tau namanya kasih sayang, pelukan hangat. Marvel pengen itu semua.... Capek..."

Tapi terdengarlah suara tawa dari mulut pria paruh baya itu. "Ahahaha, bagus!! Bagus kalau kamu capek. Mending mati sekalian!!"

MARVEL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang