"Jangan ketawa ini aku lagi serius, Sayang. Kamu mau menerima cinta aku? Kalau kamu nggak cinta lagi sama aku, karena sikap aku yang nyebelin mungkin. Kamu mau kan, please, cintai aku lagi."

Avin memukul mulutnya sendiri, dia tidak terbiasa berbicara selembut itu, kecuali hanya pada Sisi. Kalau Lavina tahu, sudah pasti ini akan jadi bahan Lavina membully-nya.

Sisi tertawa pelan sembari menyeka air matanya. Tapi, kalau dia menerima Alvino, apakah itu adil buat Alvino? Memiliki pacar dengan sejuta masalah di keluarganya, walau hanya karena satu orang figur yang selalu menekannya di dalam rumah, yaitu ayahnya.

"Aku juga cinta kamu, kemarin, dan sekarang. Nggak tahu kalau ke depannya, tapi selama kamu tulus, aku yakin cinta ini nggak akan hilang ataupun berubah. Tapi, apa kamu mau bersama cewek yang punya masalah kayak aku?"

Lalu mereka tertawa bersama. "Aneh banget bicara kayak gini, Vin." Sisi tertawa sambil menangis. Entahlah, tapi matanya terus meneteskan air mata.

Avin mengusap air mata Sisi. "Jadi, kamu mau menerima aku? Nggak apa-apa aneh, kan ini lagi usaha, biar kayak orang lain kalau mau pacaran."

Hanya Alvino yang bisa mengubah kesedihan Sisi jadi tawa bahagia.

Sisi kemudian mengangguk. "Iya, aku mau."

Alvino membulatkan mata, lalu dia mencubit gemas pipi Sisi. "Beneran? Lo nerima gue, Si?"

"Ihh katanya aku kamu, gimana sih lo!" Sisi menyentak Alvino. Tapi Alvino malah tertawa. "Iya, maksud aku, kamu beneran nerima aku?"

Sisi mengangguk-angguk lagi. "Iya."

Avin langsung memeluk Sisi dengan histeris. Sisi malah menangis terisak, sejak tadi dia menahan diri karena jantungnya seperti akan meledak.

"Makasih, Si. Makasih karena udah mau nerima gue ... eh, aku."

"Iya, sama-sama, Vin. Tapi gue lebih suka manggil gue elo kayak biasa aja, karena gue tahu lo nggak biasa."

Avin terkekeh, Sisi juga sama. "Ya, aku usahain."

"Aneh banget sumpah!" Sisi memukul Avin pelan. "Udahlah, gue elo juga yang penting kan di sini." Sisi menyentuh dada Alvino. "Ada nama Sivana di sini kan?"

Avin tersenyum. "Nanti gue ukir yang besar, tenang aja."

Mereka lalu tertawa lagi.

"Jadi, kalau gua bilang love me again, please. Lo bakalan jawab apa Si?"

Sisi yang masih di pelukan Avin lalu mendongak.

"I love you, still the same as before. I will love you again, I hope you do too."

Senyum Avin kembali terulas manis. "Passwordnya, love me again, lo jawab panjang banget, Si."

"Apaan sih, kirain beneran tau! Bercanda mulu!" Sisi memeluk Avin lagi, lalu dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. Avin menghela napas panjang, dia bukan tanpa alasan mengutarakan perasaannya sekarang. Dia tahu yang dilalui Sisi hari ini, keberadaannya bukan karena semata-mata feeling nya saja. Tapi, Haikal yang memberitahu dia, bahwa Sisi sedang sedih karena sahabatnya, Belva. Belum lagi ayah Sisi yang ingin menjodohkan Sisi dengan Haikal.

"Nangis aja, kalau itu bikin lo lega, Si."

Sisi bahagia karena Alvino, tapi dia masih sedih karena sahabatnya menjauh. "Gue cuman suka sama lo, Vin. Tapi Belva benci gue karena ngira gue mau merebut Haikal."

Avin hanya mendengarkan sambil mengusap rambut Sisi pelan.

"Gue jahat ya, Vin."

"Enggak, lo nggak jahat, dan lo nggak perlu marah sama sahabat lo. Bukan dia yang nyebarin video itu."

Love Me Again (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang