LMA 21.00

363 91 45
                                    

"Lo mau mampir, Vin?"

"Enggak."

Sisi mencebik. "Kenapa sih? Jutek amat. Lo nggak ikhlas nganterin gue pulang?"

"Emang lo nggak apa-apa naik motor? Gue bilang naik taksi. Kenapa batu banget, sih!"

"Demi apa? Sumpah barusan lo perhatian banget sama gue, Vin!"

"Nggak usah mulai!" sentak Avin lalu menutup helmnya. "Gue balik."

"Vin! Tunggu bentar!"

Avin membuka helmnya lagi. "Apa?"

"Makasih, ya." Sisi mengusap tangan Avin sebentar, lalu dia tersenyum kecil. "Makasih karena lo udah mau nolongin gue tadi. Gue seneng banget," ucapnya.

Avin menutup lagi helmnya, lalu dia mengacungkan ibu jarinya sambil menyalakan mesin motor. Avin berlalu dengan motornya meninggalkan Sisi yang sedang senyum-senyum sendiri.

"Sedang apa kamu di sana, Si?"

Suara itu?

Sisi langsung berbalik. "Ayah?"

Ayahnya berdiri bersama dengan seorang wanita, dia adalah wanita yang pernah dia lihat saat di Bandung.

"Nggak ada ayah selama beberapa hari, kamu sudah berani bawa cowok ke rumah? Kamu keterlaluan, ya."

Sisi menatap Hermawan sekilas lalu berjalan tegak tanpa rasa takut. Dia tidak melalukan kesalahan, dia tidak perlu merasa takut, batinnya. Tapi ayahnya mencengkeram pergelangan tangannya mencegah dia pergi begitu saja.

"Seperti itu rasa hormat kamu sama orang tua?"

"Siapa? Orang tua yang ayah sebut itu siapa? Orang tua yang pergi dan pulang tanpa memberi kabar, orang tua yang nggak peduli tentang keadaan anaknya?"

Wanita muda di sebelah Hermawan terlihat malas, dia tidak melepaskan gandengan tangannya. "Om, kita jadi pergi, kan?"

"Jadi, Sayang. Tunggu saya selesaikan urusan saya dulu, ya."

Kemudian Hermawan menarik paksa Sisi ke dalam rumah. Sisi memberontak, dia memang sudah tahu akan begini, tapi dia benci melihat wanita muda yang ada bersama ayahnya. Baru kali ini Sisi melihat ayahnya membawa wanita murahan seperti itu.

"Lepasin Sisi, Yah! Jangan pukul Sisi lagi, udah cukup! Sisi nggak akan biarin Ayah menyiksa Sisi!"

"Kenapa? Sekarang kamu merasa sudah ada yang membela, iya!"

"Bukan urusan Ayah! Sisi nggak mau di sakiti Ayah lagi! Cukup Yah! Sisi selama ini sakit, Sisi terluka, Sisi hampir depresi dan Ayah sama sekali nggak peduli! Sebenarnya Sisi anak ayah atau bukan?!"

"Diem kamu!"

Plakk!

Satu tamparan dengan ringannya dilayangkan Hermawan ke sebelah pipi Sivana.

"Ayah keterlaluan! Ayah jahat!"

"Masuk kamu!"

Hermawan mendorong paksa Sisi masuk ke dalam gudang. Sisi dibiarkan sendirian, dan di kunci dari luar.

"Buka pintunya, Yah! Buka! Bibi! Bi Jemi tolong Sisi, Bi!!!"

Bi Jemi sengaja di tugaskan pergi keluar dan baru pulang besok. Awalnya Bi Jemi menolak, karena dia cemas dengan keadaan Sisi. Tapi, Hermawan meyakinkan Bi Jemi, bahwa Sisi akan baik-baik saja.

"Kamu harus merenungi kesalahan kamu, Si! Padahal Ayah sudah bilang jangan dekat-dekat dengan cowok itu dan kamu tidak mendengarkan! Bi Jemi nggak akan datang, dia ayah tugaskan ke rumah teman Ayah mengantar sesuatu. Kamu di dalam sana, renungi kesalahan kamu, ngerti!"

Love Me Again (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang