04. Disidang.

14.1K 1.9K 246
                                    

Double up~

•••

Jake sejak tadi menunduk, dirinya masih enggan buat masuk Asrama. Apalagi Asrama yang dia masuki ada kedua kakaknya.

"Jean! Jeric!"

Jake langsung mendongak saat Papanya menyebut nama kedua kakaknya. Tapi tak ada siapapun didepan mereka.

"Takut banget ada kakak kamu," ledek Dizon.

Jake mengerucutkan bibir kesal dan mencubit Dizon, beralih memeluk lengan Fany yang sedang terkekeh kecil.

Dizon menggeleng melihat anak bungsunya ini, lalu masuk ke ruangan Kantor Yayasan yang dua hari lalu dia masuki juga.

Setelah berbincang dan pemilik Yayasan memberitahukan semua aturan di Asrama, Jake diantar oleh salah satu penjaga Asrama menuju kamarnya.

"Eh? Kakak...."

Jake langsung berhenti saat berpapasan dengan kedua kakaknya. Penjaga Asrama menyerngit heran melihat Jake yang membeku ditempat.

"Permisi, mas. Saya boleh bicara sama Jake Rezvan dulu? Kita kakaknya," minta Jerico ramah.

Penjaga Asrama itu mengangguk lalu meninggalkan ketiganya di lorong Asrama.

"Gimana? Udah puas pergi ke club?" tanya Jeano datar.

Jake langsung menunduk takut.

Jerico menyenggol lengan Jeano. "Ajak ke kamar kita aja jangan disini, ntar ada yang lihat," katanya.

Jeano menghela nafas lalu berjalan dahulu menuju kamarnya, dia juga akan meminta waktu untuk meminjam kamar mereka berenam selama beberapa menit.

"Ayo."

Jake mengekor dibelakang Jerico, masih merasa takut dengan kedua kakaknya. Meski Jerico tadi masih tersenyum ke dirinya, tetap saja senyumnya bukan senyuman seperti biasa.

•••

"Alasan Adek ke club apa? Pernah kakak ngajarin adek pergi ke club? Mau jadi nakal kamu?" tanya Jeano beruntun.

Setelah meminta ijin ke keempat teman kamarnya, Jeano langsung menatap Jake tajam. Sedangkan Jerico hanya melihat keduanya dengan duduk dikasur milik Samuel.

Jake menunduk takut, tak berani menatap wajah kedua kakaknya. Meski yang menanyainya hanya Jeano, tapi Jake sadar bahwa Jerico juga menatap dirinya dengan tajam.

"Jawab, Jake Rezvan Reviano."

Jake makin menunduk takut. Jika sudah memanggil nama lengkapnya, berarti Jeano sedang marah besar kepadanya.

"Maaf," cicit Jake.

"Kakak butuh alasan kamu, bukan kata maaf," kata Jeano serak.

Jake meremat tangannya sendiri, berusaha menahan agar tidak menangis. Liquid bening sudah berkumpul dimatanya, hanya berkedip sekali saja akan turun.

"Kamu tau, senakal-nakalnya kakak, nggak pernah sekalipun datang ke club dan pulang diatas jam 12 malam. Sedangkan kamu malah berani ngelakuin itu. Pantas Papa nggak yakin ninggalin kamu sendirian dirumah, karena pasti kamu bakal kelayapan. Pergi ke club, bolos sekolah, bolos les. Main terus sama teman kamu. Mau kamu apa? Mau bebas? Silahkan, kakak nggak bakalan ngekang lagi. Kakak protektif ke kamu juga ada alasannya. Teman-teman kamu itu orang nggak bener semua, kamu bisa terjerumus ngikutin mereka. Bahkan baru sehari kakak tinggal ke Asrama kamu udah masuk ke dunia mereka! Ngerti nggak?!" tanya Jeano sedikit meninggikan nadanya.

Jake masih menunduk, enggan mengangkat wajah. Air matanya sudah jatuh sejak Jeano berbicara panjang lebar tadi.

Jerico sejak tadi juga diam, dia berusaha menguasai diri agar tak mengadili adik bungsunya. Cukup Jeano saja, dirinya hanya akan melihat dan menunggu jawaban Jake.

Asrama SiblingsWhere stories live. Discover now