Brain Notes - [2]

1.1K 175 8
                                    

-📓-

Windy menatap pantulan dirinya pada cermin almari yang baru dipindahkan ke kamar. Cewek itu tersenyum tipis. Tinggal beberapa barang lagi, dan pindahan di sisa sore ini akan selesai.

Cewek dengan cepol rambut dan kaca mata besar itu keluar dri kamar dan menuruni tangga. Rumah barunya tidak begitu besar, tapi sudah cukup bagus dan seluas rumahnya dulu sebelum pindah dari perumahan kumuh.

"Terima kasih, Pak, atas bantuannya," ucap Windy pada bapak pengantar barang-barang.

"Saya hanya menjalankan tugas, Dek. Saya dan yang lain permisi dulu."

Setelah Windy mengangguk. Si bapak dan dua pegawainya masuk ke mobil pickup dan pergi dari halaman rumah baru Windy.

Cewek itu mengirup udara sore yang segar. Lalu kembali tersenyum cerah. Ia berbalik masuk ke dalam dan menghampiri mamanya.

"Ma, mau makan malam apa? Windy bakalan nyoba dapur baru kita," ucapnya ceria.

Wanita paruh baya yang duduk di kursi roda itu hanya menatap Windy sekilas, lalu kembali mencoret-coret buku di pangkuannya.

Windy menatap mamanya sendu. Meskipun ekonominya sudah jauh lebih baik setelah kecelakaan mamanya tujuh tahun lalu, tapi sampai detik ini, belum ada tanda-tanda mamanya akan sembuh.

Jujur saja terkadang Windy sulit sekali menerima jika mamanya mengalami gangguan mental sejak dinyatakan lumpuh dan dikeluarkan dari kantor tanpa pesangon. Namun, setelah semua yang terjadi, Windy bersyukur ia tidak menjadi yatim piatu. Menjadi yatim sejak bayi, sudah cukup membuat Windy tahu, jika hidup memang sekejam itu padanya.

Windy mendorong kursi roda mama dan berhenti tepat di ruang makan. Cewek itu menerima telpon dari seseorang dan mengangkatnya cepat.

"Iya, Bi ... gakpapa, pindahannya udah selesai. Tapi, mulai besok bibi udah bisa balik kerja kan? Windy gak tega ninggal mama di rumah sendiri kalo lagi sekolah."

Windy mengangguk-angguk lalu mematikan ponselnya setelah pembicaraan itu selesai. Cewek itu segera menatap sang mama yang tersenyum ke arahnya.

"Mau apa, Ma?"

Mama meletakkan bukunya di meja. "Minum ... mama haus, Win."

Ekspresi ceria tercetak di wajah Windy. Terkadang mamanya bisa menjadi seorang mama yang normal seperti tidak terjadi apa-apa seperti ini.

Cewek itu segera meraih botol minum dan memberikannya pada mama.

"Loh, udah selesai pindahannya?"

Windy mengangguk ceria. "Udah, gimana mama suka kan rumah baru kita?"

Wanita paruh baya itu mengangguk. "Iya! Mama suka! Rumah ini kayak rumah yang dulu mama beli waktu jadi manager di kantor---"

Perkataan mama segera terhenti. Wanita itu menunduk lesu saat teringat tentang kesuksesannya di saat sebelum kecelakaan dulu.

"Maa ..." panggil Windy pelan.

Tak ada jawaban. Mama justru meletakkan botol minum yang baru diambil Windy lalu meraih bukunya kembali. Seperti biasanya, wanita itu mencoret-coret buku itu dengan acak.

Windy mendesah. Mamanya yang normal begitu cepat berubah.

📓

"Sesuai keputusan saya dan kepala sekolah, saya mengangkat Afzal Gading Prakasa sebagai kapten kesebelasan SMA Samapta menggantikan Reno Saputra."

Brain NotesWhere stories live. Discover now