31 : Kebersamaan Semu

3.3K 465 208
                                    

Sean benar-benar mengajak Sevy menikmati pemandangan matahari terbit yang sangat indah. Dalam mimpi terliarnya sekalipun, Sevy tidak pernah membayangkan akan menghabiskan waktu berdua seperti ini dengan Sean—pria yang sejak lama dicintainya secara diam. Sevy sangat bahagia, tentu saja. Sekalipun rasa bahagia itu masih terus dibayangi dengan kekhawatiran. Sevy khawatir, ia terlalu meresapi rasa bahagia sampai lupa bahwa ada tanggung jawab yang harus di selesaikannya di saat waktunya juga tak lagi banyak.

"Apa yang kau pikirkan?"

Pertanyaan dengan usapan lembut di kepala, membuat Sevy menoleh dan mengulas senyum untuk Sean. "Aku hanya terlalu bahagia. Ini pertama kalinya aku melihat matahari terbit secara langsung."

"Benarkah?" sahut Sean. "Kalau begitu, bisakah aku mendapatkan hadiah karena sudah membuatmu bahagia? Sepertinya, satu ciuman panjang sudah cukup untuk pagi ini."

Sevy tertawa ringan. Ini satu hal lain yang tidak pernah disangkanya akan terjadi. Perubahan sikap Sean yang terlihat begitu menikmati kebersamaan dengannya. Dan lihat saja, belum juga Sevy menjawab permintaan itu, Sean sudah lebih dulu menarik pelan tengkuknya dan melumat habis bibirnya dengan lembut.

Sekalipun belum merasa puas, Sean tetap melepaskan ciumannya dan membiarkan Sevy mengambil napas. Sean tersenyum saat melihat rona merah di wajah sang istri. "Aku baru sadar kalau kau ternyata sangat cantik."

"Apa kau sedang mencoba menggodaku?"

Sean tertawa keras mendenger pertanyaan itu. "Jika kau saja tidak menolak ciumanku, untuk apa aku mencoba menggodamu?" balasnya—tanpa melepaskan rangkuman tangannya di kedua sisi wajah Sevy, lalu sekali lagi memberi ciuman pada sang istri. "Aku tiba-tiba memikirkan sesuatu setelah bangun tadi," ujarnya, sambil mengusap lembut wajah Sevy. "Rasanya pasti menyenangkan jika ada anak kecil di antara kita."

Raut wajah yang seketika berubah kaku—walau detik selanjutnya terlihat disamarkan dengan baik—membuat Sean mengulas senyum tipis. "Aku hanya menyuarakan pemikiranku, kau tidak perlu takut," ucapnya, lalu memberi kecupan di kening Sevy. "Ini sudah mulai terang, aku akan membawamu berkeliling setelah kita sarapan."

Dalam genggaman tangan Sean, Sevy masih tercenung memikirkan satu kalimat yang dikatakan suaminya tadi.

Anak?

Bagaimana mungkin Sevy membiarkan ada anak di antara mereka, di saat ia tahu bahwa usianya tak lagi lama? Tentu saja itu ide yang buruk.

Sedangkan di sebelah Sevy, Sean masih menjaga raut wajahnya agar tetap tenang. Sevy tidak perlu tahu bahwa Sean sudah menukar semua isi pil pencegah kehamilan yang selalu diminum wanita itu dengan vitamin penyubur kandungan—yang tentu saja bentuknya sama. Karena setelah melihat sendiri bagaimana hebatnya Sevy dalam bertarung, Sean tahu bahwa ia harus segera menghentikan kegilaan sang istri sebagai seorang agen rahasia.

Dan mungkin dengan membuat Sevy hamil, istrinya itu akan sadar bahwa prioritas mereka sudah bergeser. Itu sebabnya, selain menghubungi anak buahnya untuk datang membereskan kekacauan kemarin, Sean juga meminta salah satu orang kepercayaannya untuk membawakan vitamin itu—setelah menghubungi salah satu dokter kandungan di rumah sakit milik keluarga Nate.

"Ah, iya. Kau belum menceritakan alasanmu menghentikan kerjasama dengan Yamata." Sevy memilih menghentikan keterdiaman di antara mereka setelah perkataan Sean tadi.

"Padahal aku sudah berharap kau lupa tentang hal itu." Sean mengacak-acak lembut rambut Sevy dengan tangannya yang bebas, yang dibalas sang istri dengan dengkusan geli. Setelah membuang napas pendek, Sean berujar dengan nada tertahan. "Itu semua berawal karena dia menggodamu."

Kepala Sevy menoleh dengan raut bertanya.

"Saat kau ijin ke toilet waktu di pestanya itu, aku menyusulmu setelah mendengar omong kosong Nea soal sepuluh persen saham yang katanya kau terima dari Ibu. Aku terlalu marah saat itu dan ketika sampai di sana, ternyata Yamata sedang mengatakan omong kosong yang semakin membuatku merasa marah." Sean masih ingat tiap kalimat yang diucapkan Yamata pada Sevy waktu itu. "Dia membuatku sangat marah sampai ingin langsung membatalkan kerjasama kami karena dia sudah menusukku dari belakang. Tapi aku berpikir ulang, karena itu bisa membuatku dalam bahaya. Jadi aku memilih melakukan penyelidikan lebih lanjut padanya dan aku menemukan sesuatu yang bisa kugunakan untuk memaksanya membatalkan rencana kami."

Never Know [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang