13 : Terlalu Mengejutkan

2.3K 427 32
                                    

Sevy cukup terkejut ketika mendapati Sean masih berada di kamar mereka saat hari sudah cukup siang. Bibir Sevy berusaha mengulas senyum menyapa sekalipun melihat Sean sudah menatapnya dengan tajam.

"Ini kali pertama kau tidak pulang setelah kita menikah. Apa kehadiran Nea dan suaminya sudah sangat mengusikmu sampai kau tidak hanya menghindar dengan berangkat lebih pagi dan pulang sangat malam?"

Pertanyaan itu membuat Sevy semakin terdiam. Sevy tidak mungkin mengatakan ia menginap di rumah sakit setelah pingsan di sore harinya, kan? Sean pasti akan langsung bertanya banyak hal dan tidak akan berhenti sampai merasa puas. "Maafkan aku."

"Bukan itu yang ingin kudengar," sahut Sean cepat. Sejak semalam tidak mendapati Sevy berada di kamar setelah keluar dari ruang kerjanya, Sean langsung menghubungi istrinya itu. Sekalipun sejak kedatangan Nea hubungan mereka sedikit menjauh—karena ia memang benar-benar ingin membuat istrinya itu sadar akan kesalahan telah membiarkan Nea berada di rumah mereka—tapi tetap saja Sean khawatir saat melihat Sevy tidak ada di rumah. Bahkan sampai pagi harinya, Sean mendapati sisi tempat tidur di sampingnya masih rapi tanda tidak ditempati oleh Sevy. "Aku meneleponmu sejak semalam dan ponselmu mati."

"Aku lupa mengisi baterainya." Sevy berusaha untuk bersikap biasa, walau kepalanya kembali pusing.

Sean mendengkus keras mendengar jawaban singkat itu. "Lalu di mana kau tidur semalam?"

"Di tempat Hana."

Tidak ada raut gugup di wajah Sevy saat mengatakan jawaban itu. "Hana?"

Kepala Sevy mengangguk singkat. "Ada sesuatu yang terjadi—"

"Dan apa itu?" potong Sean cepat.

Sevy terdiam sesaat. Ia sudah berbohong dan pada akhirnya akan terus melakukan kebohongan sampai akhir. "Ini tentang Hana. Aku tidak bisa menceritakannya padamu." Dalam hati, Sevy meminta maaf karena sudah membawa nama Hana di dalam kebohongannya. "Aku minta maaf karena lupa menghubungimu—"

"Memang sudah seharusnya kau meminta maaf. Kau harus ingat kalau sejak dua bulan lalu, kau sudah menjadi istriku. Seharusnya kau tahu kalau peran itu bukan sebuah mainan sekalipun kita tidak saling mencintai."

Kali ini, Sevy memilih diam. Sean sedang kesal dan sebaiknya ia membiarkan pria itu mengeluarkan kekesalan.

"Dan berhenti bersikap sebagai pecundang di rumahmu sendiri. Jika kau tidak menyukai kehadiran mereka, katakan saja secara langsung. Bukan pergi pagi-pagi buta, lalu pulang hampir tengah malam hanya untuk menghindari kegilaan saudari yang berusaha mengambil suamimu sendiri."

"Bukan begitu. Aku memang sedang sibuk—"

"Apa pemilik toko roti bisa bisa lebih sibuk dibanding pemilik dan pengelola perusahaan sepertiku, Sevy?" Sean memotong dengan nada kesal. "Kau pikir siapa yang sedang kau bohongi sekarang?" lanjutnya. "Kau yang sudah mengijinkan wanita itu ada di rumah ini. Jadi terima saja jika kehadirannya membuatmu akhirnya merasa terganggu. Setidaknya, dari sana kau akan belajar untuk lebih mendengarkan perkataan suamimu."

Sekarang Sevy mengerti bahwa keterdiaman dan jarak yang akhir-akhir ini diberikan Sean karena ingin membuatnya menyesali keputusan yang sudah diambilnya. Dan entah mengapa, itu justru membuat Sevy sedikit tenang. Semoga saja memang bukan karena kehadiran Nea yang membuat jarak di antara mereka kembali ada.

"Sekarang mandilah. Aku akan mengambil sarapan untukmu."

"Kau tidak berangkat kerja?"

"Salahmu yang tidak pulang dan baru datang saat hari sudah hampir siang."

Sevy tidak lagi memberi balasan karena Sean sudah lebih dulu keluar dari kamar. Setelah menarik napas berat dan memijit pelan keningnya, Sevy segera berjalan ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Ketika kegiatannya sudah selesai, Sevy dapat mendengar samar-samar Sean sedang menghubungi seseorang. Jantung Sevy berdetak lebih cepat saat mendengar nama Hana disebut oleh Sean.

Never Know [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang