21 : Tiap Penjelasan

1.9K 433 53
                                    

Ketika melihat Sean sedang berdiri menatap pemandangan malam di luar melalui balkon kamar mereka, Sevy tahu bahwa Sean sedang menunggunya sejak tadi—karena pria itu sudah memakai pakaian rumah. Dengan langkah pelan, Sevy berjalan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sambil mempersiapkan tiap jawaban yang pasti sedang ditunggu Sean sejak siang tadi. Karena setelah mengatakan kalimat terakhir tadi, Sean langsung berlalu meninggalkannya—seolah memang benar-benar memerlukan waktu untuk berpikir.

Setengah jam kemudian, Sevy keluar dengan tubuh yang sedikit lebih segar dan berharap pembicaraannya dengan Sean malam ini tidak diliputi emosi.

"Kau sudah makan malam?"

Sevy cukup terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Sean. Ada sedikit perasaan lega saat menyadari Sean berusaha keras untuk menahan emosi di depannya. Sikap Sean benar-benar tidak lagi terlalu emosional seperti awal pernikahan mereka. "Sudah."

Kepala Sean mengangguk tipis menanggapi jawaban itu. Kemudian Sean bersandar tenang pada jendela balkon yang sudah ditutupnya sejak menyadari kehadiran Sevy di awal tadi. "Bagus. Jadi, apakah sekarang aku sudah bisa bertanya dan mendapatkan kejujuran dari istriku? Aku sudah memberimu waktu lebih dari enam jam untuk mempersiapkan diri."

"Tanyalah." Sevy berusaha mengulas senyum tipis. Tadi siang selepas Sean pergi dari ruang rahasianya, Sevy memberitahu Raz tentang Sean yang sudah mengetahui rahasia pekerjaannya. Raz mengomel, tentu saja. Tetapi Raz bilang tidak ada gunanya lagi menyembunyikan segalanya dari Sean karena rasa penasaran akan membuat pria itu lebih gigih lagi untuk mencari tahu. Jadi Sevy juga berpikir untuk jujur pada Sean malam ini.

"Jadi kau seorang polisi?"

"Agen rahasia."

Sean memang tidak terkejut dengan jawaban itu, tapi tetap saja rasanya menyebalkan saat tahu bahwa wanita yang dinikahinya memiliki pekerjaan yang cukup membahayakan. "Sejak kapan?" Sean bertanya tanpa sekalipun mengalihkan tatapannya pada Sevy yang masih duduk bersandar di meja rias.

"Aku mengikuti pelatihan resmi sejak umurku tujuh belas tahun," jawab Sevy setelah menarik napas pelan. "Satu tahun setelahnya, aku bergabung dengan salah satu tim kami untuk mengerjakan satu misi—tapi aku masih berperan kecil di sana. Setelah misi itu berhasil, aku mulai diikut sertakan pada misi-misi lain yang cukup penting."

Kali ini Sean dibuat terkejut oleh satu informasi itu. Jika dalam waktu setahun Sevy berhasil diikut sertakan dalam sebuah misi, bisa dipastikan wanita itu salah satu orang terbaik selama pelatihan berlangsung. Karena sekalipun tidak pernah terlibat dengan badan keamanan negara, Sean tahu tidak mudah untuk masuk dalam organisasi itu apalagi sebagai seorang agen rahasia. "Bekas luka di tubuhmu... apa itu karena pekerjaanmu?"

"Sedikit banyak... ya." Sevy mengalihkan tatapannya sesaat.

Kedua mata Sean menyipit memaksa jawaban yang bisa memenuhi tanya yang dikatakannya.

Sevy membuang napas pelan, lalu kembali menatap Sean yang memandangnya dalam diam. "Jika yang kau maksud adalah bekas luka tembakan dan tusukan, maka jawabannya adalah ya. Itu resiko dari pekerjaanku."

Tanpa sadar Sean mengetatkan rahangnya. Bagaimana mungkin Sevy menanggapi pertanyaannya dengan nada tenang, di saat ia bahkan sedang menahan amarah mengetahui sebahaya apa pekerjaan wanita yang sudah menjadi istrinya itu?

"Lalu lebam yang kulihat saat aku pertama kali menidurimu, darimana kau mendapatkannya?"

Sevy tidak pernah menduga bahwa Sean akan membahas tiap bekas luka di tubuhnya. Ia tidak menyangka bahwa sekalipun sudah berusaha menghilangkan bekas-bekas luka itu, tetap saja Sean merasa terganggu dengan keadaan itu. Sevy tidak ingin menjawab, tapi melihat tatapan Sean yang berusaha keras menahan emosi membuatnya membuang napas berat. "Aku... bertengkar dengan seseorang."

Never Know [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang