12 : Yang Tersembunyi

2.4K 430 79
                                    

"Tidak ada yang bisa kita lakukan selain langsung datang ke sana."

"Aku akan memantau kalian dari ruang kerjaku."

"Kau yakin tidak mau ikut membantu Fyn?"

"Suamiku akan curiga jika aku pergi selama beberapa hari dari rumah, Raz."

Pria yang dipanggil Raz itu seketika menyipitkan kedua matanya. "Bukankah kau mengatakan pernikahanmu tidak akan menghambat pekerjaanmu, Sevy?"

Sevy membuang napas pelan. "Kita tidak sedang dalam mengerjakan misi sekarang. Tidak ada kewajiban untuk pergi—"

"Apa kau sudah gila?" potong Raz dengan nada tidak suka. "Mereka mungkin juga agen terbaik sama seperti kita, tapi itu tidak menjamin tidak ada hal buruk yang bisa terjadi, kan? Kau juga tidak lupa siapa yang menolong kita pada satu-satunya misi kita yang gagal?"

Tubuh Sevy menengang ketika diingatkan tentang satu-satunya hal yang sudah berusaha dilupakannya dengan keras. "Raz," panggilnya pelan. Tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya—sekadar mengurangi pusing yang kembali melanda kepalanya. "Aku benar-benar tidak bisa ikut pergi," ujarnya dengan nada menyesal.

Raz yang mulai menyadari raut pucah Sevy seketika mendekat dan memperhatikan wajah wanita itu. "Kau baik-baik saja?"

"Kepalaku sering pusing akhir-akhir ini."

"Lagi?"

Kepala Sevy mengangguk kecil. "Mungkin karena ada banyak hal yang sedang kupikirkan."

Balasan singkat dengan nada yang tidak ingin menjelaskan lebih lanjut itu membuat Raz hanya bisa membuang napas pelan. "Kita kehilangan kontak Fyn dan Arz sejak setengah jam yang lalu," ujarnya, berusaha kembali mengingatkan.

"Aku tahu. Kau sudah mengatakan itu tadi. Tapi mungkin saja Fyn atau Arz memang sedang mematikan kontak karena keadaan sedang tidak aman."

"Kau tidak biasanya bersikap seperti ini." Raz sedikit terkejut dengan perubahan sikap rekannya kali ini. "Kita sudah berjanji akan membantu tim mana pun yang memerlukan bantuan kita."

Sevy terdiam cukup lama. Sedikit menimbang apakah harus memberitahu Raz tentang apa yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Tetapi Sevy tahu bahwa ia tidak bisa melakukan itu, karena penjelasan yang harus diberikannya akan jauh lebih dalam lagi.

"Baiklah, jika kau memang memutuskan untuk tidak ikut denganku." Raz memilih tidak membuang waktu lagi untuk membujuk Sevy. Fyn dan Arz sedang membutuhkan bantuannya sekarang.

"Raz."

Tubuh Raz berbalik kembali menatap Sevy yang masih duduk di atas sofa ruang kerja wanita itu.

"Aku baru ingat sesuatu."

"Apa itu—hei, hati-hati!" Raz segera bergerak cepat ketika melihat tubuh Sevy limbung saat bangkit berdiri. "Kau yakin baik-baik saja?"

Sevy kembali memijat keningnya dengan pelan. Sudah satu minggu terakhir ini kepalanya terus saja pusing dengan mual yang juga terasa mengganggu.

"Kau sangat pucat."

"Kepalaku sangat pusing sekarang."

"Apa kau hamil?"

"Kau sudah gila?" Kedua mata Sevy seketika melebar tidak terima. Ia tidak pernah lupa meminum pil kontrasepsinya.

Raz mengerutkan keningnya. "Apa yang salah dengan hamil? Kau sudah menikah, dan kurasa pernikahan kalian bukan main-main, kan? Sekalipun ada tujuan yang kau sembunyikan dari pernikahan itu."

"Diamlah, Raz." Sevy memilih tidak membahas tentang tujuan yang dimaksud Raz. "Tolong bantu aku berjalan."

"Kau yakin tidak butuh ke rumah sakit?"

Never Know [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang