27. Atha Dan Dini

61.6K 3.4K 143
                                    

"Emh.." Dini mulai gelisah, ciuman Atha merambat dari rahang ke lehernya, menyesapnya lembut dan tidak terburu-buru.

"Ahh Atha.." Dini tersentak pelan saat Atha semakin turun dan terus turun, tubuhnya jadi semakin sensitif.

Atha mengecup pusar yang terlihat mekar itu, perut buncit Dini sungguh membuatnya candu untuk terus mengecup di sana.

Atha mengusapnya dengan mengacak perut itu hingga basah di penuhi air liurnya, sesekali Atha meremas dada yang kian berisi terisi ASI?

***

Atha menggeliat, matanya mulai terbuka saat sinar matahari mulai masuk ke dalam retinanya.

"Udah pagi, kenapa ga bangunin, Din?" Atha mendudukan tubuhnya sembari mengucek mata.

Dini sudah rapih dan kini tengah berdandan di meja rias yang dia beli bulan lalu itu.

"Susah, kamu kayak kebo!" Dini menekuk bibirnya, moodnya bahkan rusak hanya karena membangunkan Atha.

"Aku ada jadwal harus ke kampus, hampir lupa." Atha menurunkan kakinya lalu beranjak menuju kamar mandi, mengabaikan Dini yang cemberut di pagi yang cerah itu.

"Eh! Ketinggalan," Atha keluar lagi dari kamar mandi, menghampiri Dini lalu mengecup pipi dan keningnya. "Pagi, cintaku," di kecup juga perut Dini tiga kali. "Pagi, baby." setelahnya Atha kembali ke kamar mandi dengan tergesa.

Dalam keadaan buru-buru pun, Atha masih ingat untuk mengecup kehidupannya.

Sungguh luar biasa dan tidak biasa. Adakah yang seperti Atha di dunia nyata?


***

Atha pulang dari kampus dengan lesu, tubuhnya terlihat layu dan tidak fit.

Apa karena begadang semalam? Padahal tempur dengan Dini tidaklah lama.

"Kamu kenapa?" Dini menyambut Atha, mengecup bibirnya seperti biasa.

Atha menggeleng kecil, meraih Dini lalu dia peluk. "Ga tahu, ga enak badan mungkin." gumamnya di bahu Dini.

Dini memperiksa suhu tubuh Atha yang terasa hangat. "Jangan dulu kerja, kamu demam." air wajah Dini berubah cemas.

Atha sakit jelas saja Dini takut, apalagi kehamilannya semakin besar. Dini juga sering sakit, kalau Atha sakit Dini bagaimana?

"Kok nangis?" Atha membelai kedua pipi yang basah itu.

"Kamu kenapa bisa sakit? Aku takut kalau kamu sakit." jujurnya dengan terisak pelan.

"Emh, manjanya istri aku, gemesin juga." Atha mengecup pipi Dini lalu mengigitnya pelan. "cuma tidur sebentar juga udah sembuh, capek aja kok." di kecup bibir Dini sekilas.


***

Atha terlihat segar dengan pakaian santai, hari ini minggu. Membuat Atha tidak mau kemana-mana selain menemani Dini memasak.

"Udah mulai?" tanya Atha seraya mendekati Dini yang tengah menyiapkan bahan.

"Masih iris-iris bahan." Dini menyeka sudut matanya yang berair akibat bawang merah.

"Biar aku lanjut, perih ya?" Atha membingkai wajah Dini khawatir. "kasihan, sampe nangis gini istri aku." lanjutnya.

Dini mendengus di akhiri senyuman geli. "Lebay! Nih, iris. Aku siapin ikannya, di cuci dulu." setelahnya pergi untuk membersihkan ikan.

"Aku bukan lebay, cuma khawatiran sama kamu." Atha mulai mengiris bawang. "akukan selalu sayang kamu, apalagi di tambah anak kita yang langsung tiga. Hebat banget aku." celotehnya.

Dini hanya mengulum senyum, semakin hari dia semakin nyaman. Soal Atha yang katanya mantan menurutnya itu sudah Dini lupakan.

Dini terlalu sensitif saja, terlalu membenci makanya semakin mencinta kini.

"Abis ini apa lagi sayang?" Atha menoleh ke arah Dini yang memunggunginya itu.

"Ada daun bawang, sekalian iris. Kecil-kecil." Dini masih terlihat asyik dengan aktivitasnya.

Atha pun langsung melaksanakannya. "Din, aku cinta kamu, tahukan? Banget-banget kamu tahukan?" celoteh Atha.

Dini malah melamun, kembali tertarik ke masa lalu, di mana dia yang jatuh cinta pada Atha. Bersama sampai melewati batas.

Dini yang banyak menduga-duga dan mengabaikan komunikasi membuat Dini terjun ke jurang yang di buatnya sendiri.

Jika saja Dini mau berkomunikasi baik-baik, tidak menuduh tanpa bukti. Mungkin kisahnya dengan Atha tidak harus melewati lika-liku. Tapi, hidup tanpa lika-liku juga tidak akan asyik.

Tuhan hanya terlalu baik padanya dan Atha.

Tuhan memberi mereka jeda karena hubungan mereka yang tidak sehat saat itu.

Naik ke ranjang seperti suami-istri, begitu sering dan tidak tahu tempat. Atha yang nakal mengajak Dini yang polos untuk nakal juga hingga rela memberikan seluruhnya pada Atha saat itu.

Dini merasa lega sekaligus ngeri kalau saja bukan Atha yang menjadi jodohnya, apa mungkin video seks yang katanya bukti cinta itu tidak akan tersebar luas?

Apa jika bukan Atha, apa kini dia bisa hidup tenang karena mantannya memiliki video bukti cinta itu?

Jangan bodoh hanya karena cinta.

Cinta bukan sesuatu yang abadi, apalagi dalam status yang masih bisa dipisahkan melalui ucapan. Orang yang menikah saja bisa cerai, jadi jangan gegabah.

Apalagi rela membuktikan cinta dengan memberikan sesuatu yang berharga untuk orang yang belum tentu menganggap kita berharga.

Kisah Dini dan Atha jelas beda. Mereka tidak nyata. Bahagia dalam dunia yang berbeda dari kita.

Tidak akan ada Atha di dunia nyata.

Perempuan itu sesuatu yang paling berharga, harus di jaga. Tapi, kalau diri perempuan itu sendiri tidak bisa menjaga ya hancur sudah. Jadi, jangan sampai ada Dini di dunia nyata.

Kenakalan anak muda hanya sampai di dunia Dini saja.

Cinta di buktikan bukan karena kita mampu dan rela memberikan seluruhnya di saat status masih tidak jelas. Apalagi kita mau mengabadikannya dalam bentuk video.

Ponsel bisa di curi, video-video yang tidak akan disebar bisa jadi akan tersebar.

Jadi, jangan mau terlalu mengumbar, karena cinta yang begitu hanya akan berakhir hambar.

"Sayang! Kok bengong?"

Dini mengerjap, menatap Atha dengan cengiran. "Aku lagi sibuk bersyukur karena punya kamu." kekehnya.

Atha yang hendak marah jadi mengulum senyum. "Dih, bikin aku baper." godanya lalu memeluk pinggang Dini di sertai ciuman panjang di bibirnya.

TAMAT

Pernikahan Dini (TAMAT)Where stories live. Discover now