24. Jeda Interaksi

250 57 16
                                    

Prediksi Hanan terbukti benar. Setelah insiden di karaoke, Alana terkesan menjaga jarak darinya. Karena sekarang mereka sudah tinggal menyusun kata pada bab akhir skripsi maka intensitas pertemuan keduanya pun menjadi lebih berkurang. Seolah memberi kesempatan pada Alana untuk semakin lihai menghindari Hanan.

Tak bohong, Hanan juga merasa canggung setiap melihat Alana. Memorinya tak tinggal diam memutar ulang kejadian kala itu tanpa ijin. Entah Hanan harus bagaimana agar hubungan mereka kembali normal seperti biasanya.

Hari demi hari tentunya terus berganti. Baik Hanan maupun Alana masih mencoba fokus pada target lulus mereka. Beruntung menjelang penutupan bulan akhir periode tahun ini, keduanya berhasil mendaftar sidang. Lebih cepat dari ekspektasi Alana sebenarnya, namun Pak Bambang terlihat yakin untuk memberi mereka acc ke sidang akhir.

"Karena saya bisa lihat kalian benar-benar serius dan paham dengan penelitian ini. Jadi saya rasa itu udah cukup buat bekal di sidang akhir."

Malam sebelum sidang Alana mendadak insomnia. Terlalu gugup, takutnya apa yang ia hapal malah lupa saat presentasi nanti. Ditambah lagi sidangnya bersifat tertutup. Hanya ada dia, satu dosen pembimbing, dua dosen penguji dan satu ketua sidang.

Sebab itu pagi harinya Alana tidak benar-benar berada dalam kondisi yang fit. Alana bahkan berniat untuk skip sarapan kalau saja seruan Shelma tidak menahannya.

"Gak boleh harus sarapan dulu! Kalau mau berperang tuh amunisinya harus diisi penuh dong."

"Emang siapa yang mau berperang, orang mau sidang."

Shelma instan mendelik keki atas balasan Alana, "Kiasan Alana kiasaannn."

"Siap." kekeh Alana sambil menggigit roti berselai cokelatnya.

Delyn di meja seberang geleng-geleng kepala saja, "Tapi aku liat sih dibandingin Nares pas sidang kemarin, kayaknya gugupnya kamu nih lebih parah deh?"

Alana sempat kaget Delyn mengetahui itu. Dan Alana memang mengakuinya. Mengingat Naresya yang pekan lalu sidang, kegugupan Alana jauh lebih parah darinya.

"Iya kan. Aduh gimana ya, Kak. Aku nervous banget. Takut gagal."

"Jangan mikir buruk dulu." ujar Shelma, "Fokus aja ke isi penelitian yang mau kamu sampaikan. Bisa kok, Lana pasti bisa."

"Semangat, Kak Lana." sambung Iris. Delyn juga ikut mengepalkan tangan ke udara.

Senyuman Alana merekah. Memandang ketiga teman kontrakannya dalam binar. Satu orang anggota kontrakan yang tersisa kini baru saja keluar dari kamarnya. Mungkin ingin ke kamar mandi, tapi melihat ruang makan sedang penuh dengan seluruh penghuni rumah pagi itu. Ia jadi menghentikan langkah. Tepat disana Alana melambaikan tangannya, menyapa.

"Sidangnya hari ini?" tanya Naresya memperhatikan baju Alana yang sudah rapi. Yang ditanya mengangguk semangat, Naresya pun melanjutkan, "Good luck ya, Lan."

"Makasih Kak Eca hehe! Btw nanti malam siapa yang mau traktiran pasca sidang Lana nih? Ayo dong pas Kak Eca kan Kak Delyn tuh, berarti kalau gitu—"

"Ke kantor ya. Udah telat, bye."

Shelma lebih dulu menyela ucapan Alana. Membuat gadis itu merengut sebal. Tentu saja Shelma bercanda. Jadi sebelum pergi dia sempat mengacak pelan puncak kepala Alana dalam raut jenaka lalu betulan menyanggupi permintaan traktirannya.

Terimakasih kepada Arumdalu juga Ibu dan Abian—yang mendoakan Alana dari jauh melalui pesan—karena berkat mereka lah Alana bisa mengawali hari ini dalam mood baik.

Oh, tambahan, Daniel pun Chelsea juga kebetulan tidak dapat hadir kala itu karena ada urusan lain. Mereka hanya mengirimkan pesan dukungan pada Alana melalui WhatsApp. Meski begitu Alana tetap berterimakasih atas perhatian sahabatnya.

[✔️] Playlist : CamaraderieWhere stories live. Discover now