02. Sejumput Nasihat

573 100 43
                                    

"Kak Lana astagaa! Berserakan banget sih!"

Suara Iris yang lumayan kencang itu berhasil membuat Alana membalikkan badan dari posisi tengkurapnya di atas kasur. Melihat bagaimana Iris sudah berkacak pinggang di depan pintu kamar mereka, Alana justru merespon dengan cengiran tanpa dosa.

"Beresin nggak?!" peringat Iris lagi. Dagunya terangkat menunjuk beberapa berkas Alana yang bertebaran di seluruh penjuru kamar.

Namun dengan ogah-ogahan, Alana hanya balas menjawab, "Ntaran laaah. Nanggung, kak ntar juga mau keluar ketemu maung. Kalau di cut buat beres-beres, memori kakak soal jurnal tadi bisa buyar nih."

Dengusan Iris menguar. Padahal tadi pagi sebelum dia pergi beribadah, keadaan kamar mereka masih rapi. Tapi sekembalinya dia, lihat apa yang diperbuat oleh teman sekamarnya ini. 

"Kalau Dek Iris mau beresin dulu, Kak Lana nggak akan nolak kok hehe."

"Ih kebiasaan deh!"

Memang Alana paling tahu bahwa Iris yang cinta kebersihan dan kerapian pasti tidak akan tahan membiarkan itu. Jadi meski Iris bersungut, dia ujungnya tetap memunguti berkas-berkas Alana dan menyusunnya ke atas meja belajar.

Baru saja Alana berpikir dia bisa kembali membaca jurnal dengan tenang, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Alana meraih benda persegi panjang itu dan seketika pupilnya membulat melihat display name si penelepon.

Serta merta Alana menegakkan badan sebelum menjawab panggilan itu,

"Hal—"

"Hari ini pending dulu ketemuannya, ganti lusa. Gue mendadak ada urusan."

"Wa'alaikumsalam."

Mungkin sadar itu adalah sindiran karena Hanan tidak mengawali percakapan dengan salam, laki-laki itu lantas berdehem canggung.

"H-hm, sorry, Assalamu'alaikum."

"Ok, ok jadi gimana? Ketemuannya mau diganti senin?"

"Iya. Berhubung waktu lo jadi banyak menjelang senin, gue tambahin lima jurnal lagi ya buat lo review."

"Hah?!"

Iris sampai menghentikan aktivitas bebersihnya gara-gara seruan Alana.

"Gausah pake teriak."

"Ya lagian lo yang bener aja dong! Ini jurnal internasional sepuluh buah belum gue baca semua lo mau nambahin lagi?! Kalau jurnalnya pake bahasa minang mah ayo sini kirim. Ngajak ribut lo ya?!"

"Nambah lima doang apa masalahnya sih, Al?"

"Al Al Al lo pikir gue member The Lucky Laki?!" decak Alana, "Kagak ye. Pokoknya nggak mau! Awas kalau lo kirimin jurnal lagi, gue block nomor lo."

Selepas itu Alana langsung menjauhkan ponselnya. Saat hendak menekan tombol merah, Alana baru teringat sesuatu. Jadi dia kembali menempelkan benda itu ke sebelah telinganya.

"Lupa, belum salam. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Kali ini panggilan telepon pun resmi berakhir. Beriringan dengan Alana yang setelahnya berguling-guling diatas kasur seolah melampiaskan kekesalannya. Dan Iris yang mengamati hanya bisa menghela napas pendek.

Sebelum teguran Iris mengudara untuk yang ketiga kalinya, suara yang lebih kencang terdengar dari luar.

"SIAPA YANG MAKANIN CIMORY AKU DI KULKAS?!"

Alana refleks membuang selimutnya. Lalu berpandangan dengan Iris, "Itu bukan punya Kak Eca?!"

Seolah mengerti akan ucapan Alana, Iris langsung melirik bekas minuman di samping meja lipat Alana. Dia pun menyadari,

[✔️] Playlist : CamaraderieWhere stories live. Discover now