07. Hari Baik

364 68 42
                                    

"Aduh please jangan sekarang dong!"

Alana berseru pada motornya beat birunya sembari menstarter beberapa kali. Tak berhasil, Alana berpindah menginjak engkol dengan kesal.

"YA ALLAH!"

Mari nobatkan hari ini sebagai hari sial. Alana bahkan sudah bisa membayangkan bagaimana tampang tak bersahabat Hanan nantinya, lantaran Alana belum juga tiba di taman kampus pada jam yang sudah mereka sepakati bersama.

Padahal motor kesayangannya ini tidak pernah berulah sebelumnya. Dan toh Alana juga cukup rajin urusan menservis si matic. Namun mengapa di saat-saat genting doi malah berulah.

"Ayo dong blue jangan bikin gue diterkam sama macan sumatera elaah baru aja dia baik kemaren kalau gue telat sekarang auto badmood lagi tuh bocah ntar." curhat Alana.

Tepat setelah itu ponsel di saku jeansnya berbunyi. Membuat Alana melepas tangannya untuk meraih ponsel. Benar saja, itu adalah Hanan.

Biarkan Alana memanjatkan doa keselamatan dulu sebelum menjawab panggilan si maung.

"Assalamualaikum, Hanandipta." sapa Alana. Lalu setelah mendengar balasan salam dari Hanan, Alana bergegas melanjutkan, "Oke, sorry gue telat. Gini ya, gue tuh tadi dari jam sembilan udah rapi mau ke kampus eh terus tiba-tiba motor gue gak mau nyala mesinnya. Gue gak tau kenapa, Nan. Serius! Jadi tolong dispensasi waktu dikit, kira-kira lima belas atau dua puluh menit lagi gitu ya. Maap banget ini mah, Nan. Beneran maap."

Tidak ada jawaban dari seberang dalam beberapa detik. Alana semakin merasa cemas. Sekilas ia melirik layar ponsel, memastikan panggilan suara mereka masih terhubung.

"Nan?"

"Lo udah selesai ngomong?"

"Hng... Udah..."

Helaan napas Hanan terdengar, "Jadi sekarang lo masih di rumah?"

Lagi. Alana dapat merasakan nada intimidasi dari suara Hanan.

"Hm, iya... Maaf banget ya Nan, soalnya motor—"

"Yaudah tunggu aja disana. Gue jemput."

Pandangan Alana yang tadinya fokus menatap lantai instan terangkat mendengar ucapan Hanan.

"Gimana, Nan? Halo? Nan? Hanandipta???"

Namun sayangnya belum sempat mengonfirmasi, Hanan sudah lebih dulu menutus sambungan telepon mereka. Menyisakan Alana yang sekarang bengong di posisinya.

Sampai tiba-tiba Delyn muncul dari dalam rumah, "Lan, motor kamu gak mau nyala?"

Alana hanya balas mengangguk. Karena tadi dia cukup berisik dalam upaya menyalakan mesin motor, jadi sepertinya teman-teman di dalam rumah juga ikut mendengar kebisingan itu.

"Mau aku anterin aja nggak? Sekalian aku kan juga mau pulang ke rumah nih."

Sebenarnya tawaran Delyn tentu akan diterima Alana dengan senang hati jika saja ia tidak mendengar ucapan Hanan sebelumnya.

"Nggak apa-apa, Kak Del. Hanan mau jemput katanya."

"Hanan? Yang partner skripsi super ngeselin kamu itu?"

Alana menyengir sembari membenarkan pertanyaan Delyn. Tak heran mengapa Arumdalu sudah tahu perihal Hanan meskipun belum pernah bertemu. Citra Hanan pun dapat dipastikan jelek dimata anak-anak Arumdalu karena Alana kerap kali menghujat lelaki itu di waktu senggangnya.

Beberapa saat kemudian sebuah motor terlihat menepi di depan pagar rumah Arumdalu. Hanan memarkirkan motornya lalu melepas helm sebelum berjalan menghampiri Alana dan Delyn yang masih berdiri di sana.

[✔️] Playlist : CamaraderieWhere stories live. Discover now