23. Gegap Gempita

251 55 13
                                    

Bukannya Alana sengaja melupakan pasal pernyataan Hanan tempo lalu, tetapi berhubung sekarang tak terasa sudah hampir mendekati deadline bulan pendaftaran sidang untuk tahun ini, jadilah mereka sepakat mengabaikan masalah itu barang sejenak. Lagipula sesuai perkataan Hanan, ia tidak pernah menuntut Alana untuk segera memberikan jawaban.

Toh Alana memilih tidak menghindari Hanan. Dan tetap bersikap sewajarnya karena jika ia berubah menjadi canggung, Alana tahu Hanan pasti lebih canggung lagi. Dan mengingat keduanya juga punya visi misi yang sama, yakni lulus kuliah. Maka untuk sekarang ada baiknya mereka bersatu demi mencapai tujuan itu.

Hari ini kebetulan adalah hari seminar proposalnya Daniel. Agak takjub karena Alana pikir Daniel betulan akan menghabiskan empat belas semesternya dulu baru serius perihal menggarap skripsi. Ternyata tidak, secara gerilya lelaki itu perlahan menyelesaikan Tugas Akhirnya.

Kali ini pun Hanan pergi bersama Alana menghadiri acara sempronya Daniel. Setelah memutuskan untuk bersikap biasa, rasanya tidak ada perbedaan dalam hubungan mereka. Semua berjalan baik-baik saja.

Sampai pada akhir sesi ujian Daniel kala itu, Daniel terlihat terlalu lelah. Alana menghampirinya sekedar memberi tepukan selamat dan kata-kata suportif lainnya.

"Kacau kali wak. Liat gak tadi gue di kill habis-habisan sama Bu Dipa? Gilaaa revisi semuaa!" keluh Daniel.

"Jadilah itu, yang penting selesai sudah sekarang. Tak bersyukur kali," balas Chelsea, lalu menoleh pada Hanan dan Alana, "Ayo lah jalan kita. Biar gak makin masam muka abang ini."

Daniel melirik gadisnya sangsi, "Ah, kau tu mau morotin aku aja nya kan."

"Ya Allah suudzon! Nyesel nih gue dateng."

"Lah yang minta lo dateng siapa, idih."

Kadang Alana seru sendiri sebagai penonton jika Daniel dan Chelsea tengah adu mulut. Bickering ala mereka mengandung dua bahasa daerah. 

Terlalu seru Alana malah lupa melerai. Jadilah Hanan yang lebih dulu menengahi, "Ya udah ntar split bills aja. Pada mau kemana emang?"

"Karaoke!"

Usai sama-sama berseru kompak, Daniel dan Chelsea ujungnya hanya saling lihat-lihatan sambil menyengir kocak.

Maka sesuai kesepakatan, agenda kembali berlanjut di tempat karaoke. Seolah melupakan mereka datang berempat, ruangan berukuran medium itu kebanyakan didominasi oleh suara Daniel dan Chelsea.

"Wihhh 99 coy! Emang calon solois gua." puji Daniel sembari menunjuk layar, "Eh, lo berdua nyumbang lagu lah. Diem diem bae. Lu lagi Lan, gosah jaim cuih."

"Ya ntaar gue masih mikir mau nyanyi apa." elak Alana.

Lagu baru terputar di layar. Chelsea langsung meraih mic-nya dan instan mengoper ipad berisi daftar lagu itu pada Hanan.

"Ooop ooppp minggir semua ini lagu gua!" serunya heboh. Daniel tak tinggal diam ikut berdendang pula. Sementara Hanan kikuk menatap ipad ditangannya.

Alana yang duduk di sebelah Hanan, sedikit mencondongkan badan. Berniat ingin mengetik satu lagu yang ingin ia nyanyikan, namun karena suara di sana terlalu berisik agaknya Hanan tidak mendengarnya.

"Nan, cariin lagu ungu dong."

"Siapa?" ulang Hanan samar.

"Ungu. Eh aku aja deh yang ngetik, sini ipadnya."

Hanan masih bergeming sambil menunduk pada ipad, berusaha mengetik. Alana pikir lelaki itu tidak mendengarnya. Jadi Alana lebih mencondong maju lagi. Sekarang juga sambil mencolek bahu si pemuda.

Melihat gerakan tangan Hanan yang sedang mengetik, Alana kembali bersuara, "Ungu—"

Lalu terdiam sebab Hanan tiba-tiba menoleh. Di sekon yang tak sempat terprediksi oleh Alana. Dua netranya mengerjap cepat. Ada lima detik berlalu sampai Alana bergegas memundurkan badannya. Melepas bibirnya yang mendarat tak sengaja di sebelah pipi lelaki itu.

Hanan ikut membelalak padanya, mungkin syok. Ayolah, siapa yang tidak?

"M-maaf..." gumam Alana spontan, sekilas ia melirik pada Daniel dan Chelsea yang masih sibuk dengan sesi karaoke mereka. Beruntung keduanya tak memergoki insiden barusan.

"S-sumpah gak sengaja.... Ya ampun... M..maaf.... Tiba-tiba noleh sih...."

Hanan tidak membalas. Kerjapannya lebih lambat. Seolah masih memproses keadaan. Tak lama kemudian musik berhenti. Rupanya Daniel dan Chelsea selesai nyanyi.

Kedua remaja itu bergabung. Daniel duduk di sebelah Hanan sambil meraih botol minumnya.

"Oit lo berdua udah selese mesen lagu belom?" tanya Daniel.

Alana tersentak, lalu refleks berdiri, "Toilet ya."

"Eh Lana ikutt!" sambut Chelsea.

Menyisakan para lelaki di sana. Hanan menyugar rambutnya. Helaan napasnya menguar pelan. Membuat Daniel memincing aneh. Daniel si peka, langsung paham sepertinya ada sesuatu yang baru saja terjadi dan luput dari perhatiannya.

"Something wrong?"

"Hah?" Hanan gelagapan. Instan mengelak, "Nope. All fine."

Daniel mangut-mangut, "Lana tuh agak noob soal cinta-cintaan. Jadi sabar aja ya nunggu dia ngasih jawaban. Yaa paling nggak dia kan nggak jaga jarak sama lo."

"Tunggu. Lo tau?" Hanan mengernyit. Anggukan tanpa dosa dari Daniel membuatnya menipiskan bibir, "Kayaknya mulai sekarang dia bakal jaga jarak sih dari gue."

"Kenapa?"

Hanan memilih tidak menjelaskan. Di waktu yang sama, Alana tampak menepuk-nepuk pelan bibirnya sendiri. Mengundang tatapan bingung dari Chelsea yang tengah mencuci tangan di wastafel toilet.

"Lan, sehat?"

"Enggakk Cheelll! Ya ampun bodoh banget sumpah deh kenapa sih bisa nyosor gituuu astagfirullah ini bibir beneran dehhh!! Untung lipstik gue matte. Ah, gak ada untungnya juga sihh?! Aarrghhhh!!"

"Uhm..? Okay....?"

Chelsea adalah tipikal yang kurang peka. Jadi mendengar kalimat Alana, Chelsea sama sekali tidak kepo dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kecuali jika Alana mau menceritakan detailnya.

"Gws deh Lan." tanggap gadis itu seadanya.

Ya, pada akhirnya: get well soon, Alana.


Ya, pada akhirnya: get well soon, Alana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


[✔️] Playlist : CamaraderieWhere stories live. Discover now