9 - Kepopuleran

58 8 0
                                    

Nanai berjalan menyusuri koridor yang tampak tidak seperti biasanya. Terlihat dari beberapa murid yang menatapnya dengan pandangan berbeda. Bukan, itu bukanlah tatapan memuja seperti sebelumnya, melainkan yang gadis itu dapat ialah tatapan sinis yang menunjukkan raut ketidaksukaan. Seolah dirinya tersangka dari sebuah kasus kejahatan besar.

Entah, Nanai tidak mengerti dengan semua itu, yang ia tahu hanyalah rasa kurang nyaman mendapati keadaan sedemikian. Telinganya memanas sebab bisikan-bisikan yang mulai terdengar. Ingin sekali dirinya berteriak untuk membungkam mulut mereka satu per satu atau memberi lakban hitam agar mereka tidak lagi dapat bicara. Namun, gadis itu rasa percuma karena murid di sini berbeda. Mereka tidak akan diam sebab teriakan seseorang. Bahkan, akan semakin mengunjing mengira orang tersebut tidak memiliki attitude bagus atau lebih buruk lagi menganggapnya gila. Gila akan eksistensi yang tiada ujungnya.

“Ada apa, sih?" tanyanya tidak tahu apa-apa. Akan tetapi, seorang pun tidak ada yang menjawab walau mereka mendengar pertanyaan yang baru saja gadis itu ajukan.

Memandang sekitar, yang Nanai lihat masih sama begitu juga dengan pendengarannya. Sakit, sebuah hal yang gadis itu rasakan. Namun, yang saat ini menarik atensi Nanai adalah ponsel yang berada di setiap genggaman para murid. Setelahnya, mereka kembali berceloteh tentang hal buruk yang pernah gadis itu lakukan.

Karena penasaran dengan apa yang terjadi saat ini, Nanai segera mengambil ponselnya dari saku rok seragam putih abunya. Turut melihat layar ponsel untuk mencari tahu sebab tatapan sinis serta bisikan-bisikan pedas yang menggunjingnya.

Notif instagram langsung tampak pada kunci layar saat ponselnya dihidupkan. Dari sana sudah begitu jelas terdapat nama akunnya yang disebutkan. Belum sempat ia membuka penuh video yang diposting di instanstory milik seseorang itu, omongan pedas kembali terdengar. Membuat Nanai kembali mengangkat kepala, kali ini dengan ekspresi yang tidak lagi dapat ditebak.

"Pinter, tapi nggak punya hati," kata gadis yang berpapasan dengannya.

"Tega-teganya dia. Nggak takut nyawa orang melayang apa?" Suara itu berasal dari murid lain yang dilewati oleh Nanai.

"Ranking terus waktu SMP, siswi terbaik katanya. Tapi, attitude nol besar. Nyesel gue pernah pengen jadi seperti dia!" Itu adalah suara dari seorang gadis, teman sekelas Nanai sewaktu SMP. Seorang yang sama yang berada di sebelahnya sewaktu di ruang khusus kemarin. Dulu dan mungkin kemarin juga gadis itu masih memujanya, tetapi sekarang ia ikut-ikutan mengeluarkan kata-kata yang tak patut untuk  Nanai dengan sebab yang masih simpang-siur.

"Kok nggak ditegur, sih, dia?"

"Si Pintar yang nggak terima dikalahkan."

"Enak, ya, jadi murid pintar. Sesalah apa pun nggak pernah dapat hukuman. Udah sejahat itu masih bisa riwa-riwi di koridor. Nggak punya malu emang."

"Busuk di dalam!"

"Nggak patut dicontoh."

Tidak tahan dengan gunjingan yang mengarah kepadanya, Nanai semakin mempercepat langkahnya menyusuri koridor. Ingin segera pergi dari tempat itu, mandengar kata-kata mereka membuat Nanai hampir saja meluapkan emosinya pada apa-apa yang berada di sana. Rasa marah yang bercampur aduk dengan rasa tidak terima. Sudah kalah, sekarang dirinya dihujani banyak hujatan yang tidak pernah ia sangka akan datang.

Padahal, waktu kemarin saat ia melewati koridor seperti sekarang ini, mereka masih menghujaninya dengan berbagai macam pujian. Entah karena kadar otaknya, prestasinya, nilai-nilainya, caranya berinteraksi, ataupun wajahnya yang biasa-biasa saja, tetapi menurut mereka cantik sebab cahaya tak kasat mata.

Semua pujian itu kini terasa hilang hanya karena satu kekhilafan yang ia buat. Mereka seakan memandangnya sebagai sampah yang siap dibuang agar baunya tidak lagi tercium. Penjahat ulung yang tidak pantas berada di sekolah unggul seperti ini.

Nanai menutup pintu toilet bergambar wanita tanpa muka itu dengan kasar, sampai-sampai suara yang ditimbulkan begitu nyaring. Perlakuan Nanai pada pintu toilet yang tidak bersalah  tersebut sudah dapat menggambarkan suasana hati gadis itu saat ini.

Jari-jemarinya terkepal kuat, memukul dinding toilet yang malah menimbukan rasa sakit dan bercak merah pada sendi buku-buku tangannya. Air matanya pun mulai mendesak ke luar, siap untuk menetes kapan saja.

Hingga beberapa waktu kemudian ketika Nanai tidak lagi dapat menahan, air mata itu mengalir pada pipinya yang tirus. Bibirnya bergetar kala mengingat perkataan-perkataan murid di sekolahnya. Sungguh, mereka hanya peduli dengan sesorang yang tengah unggul saat ini, sedangkan yang lainnya terlupa. Apalagi ketika hanya satu kesalahan saja, mereka akan membenci, seperti dirinya kini. Seakan ribuan kebaikan hilang lantaran kesalahan yang tidak disengaja.

Kata-kata mereka dalam bentuk hinaan dan cacian seakan berputar di otaknya. Layaknya memori pada ponsel yang menyimpan segala hal sehingga bisa diputar kapan saja. Bedanya, otak Nanai, tidak dapat menghentikan putaran kata-kata itu. Menambah rasa pada hatinya yang sedari tadi bergejolak ingin dikeluarkan.

"Kok bisa, sih, mereka semua tahu kejadian itu? Lalu, video itu ...?"

Setelah tersadar dari pertanyaan yang ia berikan terhadap diri sendiri, dengan gerakan cepat Nanai kembali meraih ponsel dari saku. Memencet notifikasi yang belum sempat terbuka tadi.

Ternyata benar dugaannya. Video itu berisi di saat Nanai mengunci pintu kamar mandi di dekat gudang, dari situ langsung memperlihatkan sisi dalam toilet yang di sana seseorang yang Nanai kunci—Kaira—tengah menarik napas kuat-kuat, berusaha untuk mendapatkan oksigen dari dalam sana. Kemudian berlanjut dengan dada gadis itu yang mulai naik turun, seperti seorang yang kesulitan bernapas sampai terduduk lemas dalam bilik toilet.

Naila menutup mulutnya, ia tidak tahu bahwa gadis itu mempunyai asma. Dirinya tidak berpikir sampai sejauh itu.

Video itu kemudian terhenti sejenak, terjeda dengan backround hitam selama beberapa saat. Setelahnya, menunjukkan dirinya yang terdorong ke depan pintu toilet, memperlihatkan raut terpaksanya ketika membuka pintu toilet. Selanjutnya berganti pada tampilan yang menunjukkan seberapa menderitanya Kaira dalam bilik toilet pada saat itu dan juga saat di mana Devan membopong Kaira yang tidak memperlihatkan dirinya. Tampilan itu disertai dengan tulisan kalimat 'tolong aku' di bawahnya.

"Sial!" umpatnya menyadari ada sesuatu yang tidak wajar.

Dalam video itu tidak terdapat suara sama sekali, karena sepertinya diambil dari potongan CCTV di luar pintu toilet serta video yang diambil oleh seseorang dengan sengaja, terlihat dari beberapa adegan yang bergerak-gerak tidak beraturan. Sayangnya, Nanai sama sekali tidak tahu yang sebenarnya di pikirannya itu benar atau tidak, tetapi menurutnya seperti itu. Meskipun tengah kalut, sikap berpikir kritis gadis itu tidak pernah hilang.

Karena rasa penasaran Nanai belum hilang sepenuhnya ketika telah melihat video itu dalam instanstory salah satu akun di instagram, ia kemudian memencet profil pada akun yang sama. Menampilkan info dari sang pemilik.

Ternyata, akun itu merupakan akun milik salah satu murid di sini, dengan user ....

"Dvn23_11?"

****

Siapa tuh Dvn23_11? Terus ikuti kisahnya, ya! Love you, salam dari jauh.

Reswara (END)Where stories live. Discover now