Cemburu dibayar Cemburu

39 17 5
                                    

Cemburu mengalahkan akal sehat, jangan terjebak.

🛵🛵🛵

"Ini uang yang selama ini bapak lo titipin ke gua, Kar." Cang Robi menyerahkan amplop coklat pada Laskar.

"Kata bapak, elo jangan bilang-bilang ke Tante Amara," lanjut Cang Robi, berbisik.

Laskar ragu untuk mengambil uang itu, ia berpikir sejenak sambil mengetuk dagu dengan jemarinya.

"Pake mikir lagi lu!" ledek Cang Robi, kemudian menarik tangan Laskar dan menempelkan amplop itu pada telapak tangan Laskar.

"Bapak lo selalu bilang, pengen wujudin cita-cita Laskar yang kepengen jadi arsitek."

Laskar terpaku, dari mana bapak tahu cita-cita Laskar itu? Seingat cowok itu, waktu kecil dia hanya sering mengucapkan cita-cita sebagai dokter, polisi, dan pilot. Baru saat kelas enam SD, ketika dirinya berkunjung ke Monas cita-cita jadi arsitek itu muncul.
Namun, menjadi seorang prajurit juga impian Laskar. Memakai seragam yang nampak gagah.

Keren saja bisa menjadi seseorang yang menciptakan sebuah karya. Apalagi kalau sampai bisa punya usaha sendiri, menciptakan lapangan kerja buat orang lain. Tentara sekaligus arsitek, berlebihan memang. Namun, tak ada yang tak mungkin bukan?

"Bapak lu tuh sayaaaang banget ke elu. Katanya, 'kesian si Laskar, idupnya banyak perih dari bocah' makanya dia banyak nabung ke gue selama inih," tutur Cang Robi menirukan gaya bicara bapak.

Bapak, Laskar jadi pengen peluk.

Sore itu, setelah Cang Robi pulang. Laskar pergi ke makam bapak. Merapal doa dengan khusuk, mengusap dan mencium nisan almarhum.

"Makasih, Bapak. Akar bangga sama bapak," lirih Laskar lalu dengan berat hati meninggalkan pusara bapak.

Laskar menaruh uang pemberian Cang Robi di kaleng bekas biskuit. Ia semakin terpacu untuk mewujudkan impiannya. Ingin membuat bapak dan ibu bangga.

🛵🛵🛵

Tante Amara memutuskan pindah ke rumah orang tuanya, padahal Yumna menolak. Bocah itu tak mau ikut dengan Tante Amara, maunya di rumah bapak saja bersama tiga kakaknya.

"Mereka bukan kakak kamu!" bentak Tante Amara membuat Yumna lari ke kamar Laskar. Mengunci diri di sana.

"Nanti aku anter aja kalo dia udah mau ikut sama Tante." Laskar berusaha menengahi pertengkaran ibu dan anak itu.

"Awas ya kalo anak saya kamu apa-apain!" ancam Tante Amara.

Laskar menggeleng, memangnya mau diapain? Laskar bukan cowok bodoh.

"Una, buka pintunya. Mama Una udah pergi!" Laskar mengetuk pintu kamar.

Hari itu hari Minggu, masih jam sepuluh pagi. Abian dan Sutan sedang pergi kerja kelompok ke rumah temannya. Hanya Abian yang kerja kelompok, Sutan ikut-ikutan saja.

"Udah pergih mamahnya?" Una mengintip.

"Udah, aman." Laskar mengacungkan jempol membuat Yumna tertawa senang.

"Una ada janji sama Kak Angi, boleh anter Una ke rumah Kak Shasa?" pinta Yumna.

Laskar menghela napas, kenapa harus selalu Angi?

"Janji apa Una?" tanya Laskar.

"Mau liat boneka Kak Angi yang namanya Laskar," jujur Yumna. Bocah itu lupa, Angi melarang Yumna untuk cerita pada Laskar tentang boneka dino milik Angi.

"Kak Angi tuh dah gede, jangan main sama Kak Angi."

"Tapi Kak Angi baik, Una mau ke kak Angi pokoknya!" teriak Yumna sambil melangkah ke luar kamar Laskar, menuju pintu utama rumah mereka.

LaskarOù les histoires vivent. Découvrez maintenant