1/4 : Bonus Chapter

Mulai dari awal
                                    

"Kalau aku childish kau apa?" tanya Seungcheol sambil menguap dan menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan tangan bersedekap di dada.

"Tidak childish, of course." Lelaki berambut pirang sebahu itu tertawa terbahak melihat wajah manyun sang suami.

Seungcheol ikut tertawa bersama sang suami yang menertawakan dirinya. Ia menyukai melihat Jeonghan yang tertawa terbahak-bahak, meskipun ia harus merelakan dirinya yang dijadikan bahan tertawaan lelaki tersebut.

"Omong-omong, hari ini Ibu menghubungiku dan memintamu memikirkannya."

Jeonghan menghentikan tawanya dan menoleh menatap Seungcheol. "Tentang itu?"

"Iya, kamu tahu kan bahwa Ibuku hanya mengkhawatirkan kita kedepannya saja. Beliau bilang kita sudah hampir sepuluh tahun dan mungkin beliau tidak ingin kita kesepian di hari tua nanti, untuk mengurus kita." kata Seungcheol menjelaskan dengan senyum kecil dan meminum latte dengan kikuk. Ia melirik ke Jeonghan yang menatapnya dengan tatapan serius.

"Bagaimana ya," Jeonghan bergumam, kedua alisnya mengerut. "Dengan Ibumu mengatakan bahwa memiliki anak adalah salah satu opsi agar kita ada yang mengurus dan menemani di masa tua nanti, aku sudah tidak suka. Kalian kenapa melihat anak sebagai investasi? Memang kamu tahu anak itu mau melakukan itu semua?"

"Bukan begitu, Han."

"Bukan begitu bagaimana? Jelas-jelas Ibumu mengatakan hal seperti itu."

Seungcheol menghela napas panjang, ia sudah tahu bahwa percakapan ini akan menjadi salah satu perdebatan besar mereka. Jika tidak diselesaikan di sini maka sampai mereka bertemu di rumah malam nanti juga masih akan tetap berlanjut.

"Begini," Seungcheol bersuara kembali dan menarik sang suami agar berdiri di depannya. "Mungkin kita harus mengadopsi anak yang setuju dengan klausa yang kau sebutkan tadi, itu sama saja kan kita meminta konsen mereka."

"Tidak, Seungcheol. Jika dilakukan seperti itu sama saja kau bukan mencari anak tetapi mencari pengasuh untuk diri kita nanti, kau mencari seorang pekerja."

"Lalu bagaimana? Kau benar-benar tidak menginginkan anak?"

"Tidak. Aku tidak ingin memiliki anak dengan alasan seperti itu dan kita sudah membahas ini di awal pernikahan kita, I want a free-child marriage."

"Aku tidak mengerti jalan pikiranmu." Seungcheol menyahut dengan jujur. "Jawab jujur, kenapa kau sangat menolak memiliki anak?"

"I hate them, those little shit." Jeonghan menjawab dengan dengusan keras dan seringai kecil. Ia benar-benar sangat tidak menyukai anak-anak, ia benci sekali mendengar suara mereka yang menangis, tingkah yang tidak bisa diatur, suara teriakan yang membuat dirinya pusing.

"The fuck, Jeonghan? What did they do to you?" Seungcheol bertanya. Amarah yang ia pendam sedikit terlihat.

Jeonghan berjalan mengelilingi ruang kerjanya dengan langkah besar, mencoba untuk tidak berteriak di tempat kerja yang kemungkinan akan terdengar oleh karyawannya dan menenangkan dirinya. Ia benar-benar membenci Seungcheol yang selalu memberikan pertanyaan kenapa kenapa kenapa dan kenapa seakan-akan seluruh kehidupan dan perilaku dirinya membutuhkan alasan jelas.

Jeonghan berhenti tepat d depan jendela yang ia tutup dengan tirai plastik, mengintip ke arah luar dan melihat karyawannya belum kembali dari makan siang. Dengan helaan napas pelan, Jeonghan berbalik menatap Choi Seungcheol yang masih duduk di kursi semula dengan tatapan tajam.

"Aku hanya tidak mau, oke? Pernikahan tidak harus memiliki anak. Aku bahagia hanya denganmu dan kalau kau mati lebih dahulu aku akan mengirim diriku ke panti jompo, atau kalau aku yang mati dahulu aku akan membuat wasiat agar kau ke panti jompo." kata Jeonghan dengan cepat dan suara naik satu oktaf yang membuatnya terengah-engah.

Seungcheol hanya menatapnya dengan mulut terbuka yang diikuti oleh suara tertawa hambar yang pelan. Ia masih tidak mempercayai jawaban itu akan keluar dari mulut Yoon Jeonghan, orang yang selalu tidak pernah bisa memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan.

"Listen,"

"No, you listen to me."

"Jeonghan!"

Mata Yoon Jeonghan melebar. "Did you fucking—motherfucker, aku tidak ingin berlarut-larut dengan hal tolol ini, oke? Aku selalu tidak suka ketika Ibumu memaksa kita." Kata-kata mama boy hampir saja keluar dari ujung lidahnya namun ia masih dapat menahan diri untuk tidak mengatai Seungcheol dengan kata-kata yang paling dibenci lelaki tersebut—but he surely a mama boy, fuck off.

"I did everything you wanted me to do, all my sacrifices. Aku setuju untuk tinggal di rumah yang kau pilih, aku setuju kau masih bekerja even i can feed you without difficulties, aku setuju saat kau selalu kabur ke Jerman dan semua hal yang aku lakukan untukmu. Kenapa kau tidak mengiyakan hal yang aku katakan?"

Jeonghan mendengus mendengar perkataan tersebut. Orang aneh, pikirnya sambil menatap Seungcheol dengan wajah memerah. Ia membalas dengan nada datar. "Jadi, ini keinginanmu bukan keinginan Ibumu?"

"My mom's wish is mine."

"Funny," Jeonghan bergumam dengan nada datar. "Kalau begitu kau seharusnya menikahi orang yang dipilihkan oleh Ibumu bukan aku, since her wish is yours but hence you trapped with me."

"Itu hal berbeda."

"Hal yang sama. I swear to god aku akan kabur dari rumah kalau begini terus." Jeonghan bergumam dengan kesal.

"Oh, kabur?" Seungcheol berkata dengan suara menantang. "Sana kabur, kamu selalu kabur kalau terjebak masalah dan tidak punya alasan baik untuk defend yourself."

"Terserah." Jeonghan melambaikan tangan tidak peduli. "Sekarang kau keluar dari sini dan kita lanjutkan pembicaraan tolol ini nanti saat di rumah, aku tidak ingin orang kantor mendengar perdebatan tolol ini."

"Fine, do as you wish."

Seungcheol berdiri dengan kasar dan memberi kecupan sekilas di bibir sang suami sebelum berjalan keluar ruang kerja Jeonghan dan membanting pintu kaca tersebut sedikit lebih keras. Meskipun mereka sedang bertengkar dan berkepala panas, tetapi kebiasaan mengecup satu sama lain tidak pernah mereka lepaskan.

— — —

1,389 words

Halo! Bagaimana kabarnya?

Maaf baru posting bonus chapternya sekarang karena jujur aku lupa... and life happens (as usual!)

So, what do you think? Semoga gaya tulisanku a bit better than previous ya hehehe.

See you on next part! Be healthy!

[✓] From 5317 MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang