Chapter 25 || Mistrust

Start from the beginning
                                    

"Apakah kau tak percaya padaku?" tanya Rendy.

Adzriel menatap Rendy kemudian ia pergi meninggalkan Rendy yang masih terdiam di tempat. Sekilas senyum miring terbit di bibir Adzriel, entah apa maksudnya. Mungkinkah ia mencurigai sesuatu?

*******


Malam ini Jake berniat untuk mengunjungi apartemennya sekadar untuk mengambil dokumen penting yang ia simpan disana.

Sampai pada saat ia membuka pintu apartemennya. Mengedarkan pandangannya sejenak kemudian ia kembali menutup pintu apartemennya dari dalam. Tapi, baru saja beberapa langkah ia masuk tiba-tiba saja lampu di dalam ruangan tersebut padam.

Jake terkejut karena seluruh lampu di dalamnya tiba-tiba mati. Ia pun akhirnya mencoba mencari saklar lampunya.

Tlik!

Lampu kembali menyala setelah Jake bersusah payah mencari tombol saklar. Tapi, ada yang aneh dengan ruangan tersebut.

Setaunya tadi ruangan apartemennya tidak berantakan dan sekarang kenapa bisa tiba-tiba beberapa barang berserakan?

"Apa-apaan ini?!" marah Jake saat melihat beberapa dokumen penting yang terletak di atas meja tiba-tiba sudah berhamburan tak beraturan.

Jake segera mencari dokumen yang sedang ia butuhkan tadi. Dan ternyata masih aman, ia pun segera mengambilnya. Saat hendak membawa dokumen tersebut tiba-tiba saja ada sebuah amplop berwarna hitam jatuh dari dalam dokumen tersebut.

"Amplop? Darimana ini?" tanya Jake sambil membuka amplop tersebut. Betapa terkejutnya ia saat melihat foto yang berada dalam amplop tersebut.

Disana terlihat fotonya yang berlumuran darah dan satu foto lagi, foto anaknya-Adzriel yang juga ada disana. Tidak ada darah di foto Adzriel hanya di fotonya yang berlumuran darah. Saat Jake membalik foti tersebut, terdapat tulisan dibelakangnya.

"Die or Confess." Jake membaca tulisan tersebut dengan rasa yang campur aduk.

"Siapa orang yang melakukan ini?!" teriak Jake seakan-akan ia tahu ada orang di dalam apartemennya.

"Anda siapa? Keluar kalau anda berani!" Jake mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan tepat saat tubuhnya membelakangi pintu disaat itulah lampu mati dan terdengar suara langkah seseorang yang keluar lewat pintu.

"Brengsek!" umpat Jake sambil bergegas mencari saklar lampu. Saat lampu kembali menyala, seseorang tersebut ternyata sudah keluar dari apartemennya.

Jake meninju angin sambil berdecak kesal. Ia pun berjala ke arah pintu dan segera mengganti pasword-nya. Aneh, bagaimana bisa orang tersebut masuk ke dalam apartemennya disaat semua orang tidak ada yang tahu kata sandinya.

Oh, Jake hampir melupakan kalau sekarang adalah zaman yang serba canggih. Apapun bisa diretas termasuk pasword apartemen.

Tidak ingin berlama-lama lagi disini, Jake memutuskan untuk segera pergi dan membawa dokumen yang ia butuhkan tadi.

******

Di atas rofftop apartemen kini seseorang sedang tersenyum miring sambil mengamati suatu objek yang terdapat di halaman gedung. Orang yang diamatinya tampak sedikit ketakutan dan terlihat orang itu lebih waspada pada sekitarnya.

"Saya akan hancurin seseorang yang udah menghancurkan hidup saya sebelumnya," gumamnya sambil menatap tajam dan menyeringai kecil.

"I await his confession, dear Mr. Ramirez," ucapnya lalu iapun memilih pergi dari atas rofftop dan segera mencari ponselnya untuk menghubungi seseorang.

********


Vallen sekarang sedang berada di depan kulkas. Ia sedari tadi sibuk menyusun kotak-kotak susunya yang baru saja ia beli di supermarket tadi. Selagi menyusun susu-susu tersebut ia kadang bergumam tidak jelas yang membuat orang yang berada di sekitarnya merasa terganggu.

"Bisa diam tidak?" tanya seorang pria yang sedang menyantap sebuah roti panggang.

"Apa? Mau marah? Harusnya aku yang marah, Ray! Kau tadi minum susu-susu ku," gerutu Vallen.

"Pelit," ucap Raymond.

Vallen menatap Raymond tidak percaya. Pelit? Hey! Dia tidak pelit! Dia hanya ingin minum susu tadi, tapi kenapa Raymond meminum semuanya?

"Terserah! Awas aja kalah kau meminum susu-susuku lagi!" ancam Vallen dengan mata yang menatap sinis Raymond.

"Kenapa kalau aku meminumnya lagi?" tanya Raymond.

"Aku akan kasih racun."

"Apanya?"

"Makanan dan minuman yang kau makan nanti."

"Kau rela aku mati?"

Vallen mengusap dagunya dan memasang ekspresi seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu. "Rela saja, lumayan sebagian harta warisan kakek tidak jatuh ke tanganmu," ucap Vallen dengan santainya.

"Jadi siapa yang pelit sekarang?" Vallen nyengir kuda karena mendengar perkataan Raymond. Kalau dipikir-pikir hidup memang harus seperti itu kan? Siapa yang berkuasa dia yang menang, siapa yang punya uang dia bisa memiliki segalanya.

"Kita berdua pelit," putus Vallen. "Bye! Aku mau tidur," ucap Vallen dengan secepat kilat ia pun berlari pergi menuju kamarnya.

"Tidak waras," gumam Raymond.

===============

Gak belibet kan ceritanya?
Kalau belibet yaudah gapapa, nikmatin aja.

Terimakasih.

TBC.

SECRET MURDERER Where stories live. Discover now