12

80 29 101
                                    

Kara berbaring di atas kasur, dia belum sadarkan diri. Demamnya juga lumayan tinggi. Tak ada seseorang di rumah dijam segini. Setelah pertemuan Rey dengan seseorang di sana, dia langsung pulang.

Mata Kara sedikit demi sedikit terbuka, cahaya dari lampu di kamar itu cukup terang dan membuat matanya harus terbuka.

Kara memegang kening, sebuah handuk kecil yang sudah kering masih tertempel di sana. Dia melihat sekeliling dan terkejut.

"Loh? Ini,'kan kamarnya Langit? Kok bisa di sini? Ah, iya, Rey yang anter tadi pasti dia ngira ini kamar aku," gumamnya.

Kara berniat untuk turun, namun pintu kamar itu terbuka. Dia terdiam sejenak, takut jika Langit berpikir yang tidak-tidak melihatnya ada di dalam kamarnya.

"Mau kemana?" tanya Langit.

"Hah? Oh? Mau ke sebelah. Maaf, ya," ucap Kara turun dari kasur. Langit menghalangi jalannya sambil menatap Kara datar. "Ke... Kenapa?" tanya gugup.

Langit memajukan wajahnya, membuat Kara terkejut dan mematung di sana. Pemuda itu memegang dahi Kara dengan telapak tangannya.

"Masih hangat. Udah makan?" tanya Langit dingin.

"Udah tadi di kantin kantor," balasnya. Langit mengangguk-anggukan kepala. "Emm... Lang, bisa mundur nggak? Aku mau ke sebelah."

Langit memundurkan kepalanya dengan ekspresi bingung. "Mundur? Yang nyuruh kamu ke sebelah siapa?"

Damn!

Kara benar-benar mematung, bahkan untuk bernapas saja dia tak sanggup. Ucapan Langit seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

"Nggak ada yang nyuruh,'kan?" tanya Langit dingin. Kara hanya diam, menunduk takut. "Balik! Baring lagi sana!"

Kara tak mengubrisnya, membuat Langit menghela napas gusar di depan wajah gadis itu. "BALIK, VANKARA!" Kara terkejut, ini kali pertama Langit membentaknya dengan lantang bahkan disaat dia sedang sakit.

Dengan rasa takut, Kara berjalan mundur hingga dia terduduk di atas kasur. Langit mendekat, dia menatap waja Kara dengan lekat sambil kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya.

"Kenapa bisa sakit?" tanya Langit.

"Hah? Itu.... Itu... Nggak sengaja kena hujan," balas Kara gemetar.

"Dia siapa?" tanya Langit lagit.

Kara mendongak menatap manik mata Langit. "Dia temen magang aku, Lang."

"Cuman temen? Nggak lebih?" Kara mengangguk, detik itu juga Langit mengacak pelan rambutnya. "Maaf udah bentak kamu, istirahat sana jangan bikin aku khawatir lagi!" tegasnya.

"I... Iya, Lang tapi... Tapi boleh nggak... Kalau aku di sebelah aja."

"Boleh." dengan cepat Kara bangkit dari duduknya, dia berjalan cepat ke arahnya kamarnya. Namun, tanpa dia sadari Langit mengikutinya dan menarik lengannya hingga Kara menoleh.

Mata Kara melotot sempurna, untuk kedua kalinya Langit mencium gadis itu tanpa meminta izin. Bukan ciuman yang sebentar, Langit cukup lama membenamkan ciumannya pada pipi Kara sambil menutup matanya.

Detik selanjutnya Langit mundur. "Jangan sakit! Jangan bikin aku khawatir!" tegasnya.

Kara hanya terdiam, hal itu membuat Langit tersenyum manis. "Mau dicium lagi? Hm?"

"Hah? Nggak, aku masuk dulu." Kara dengan cepat masuk ke dalam kamarnya. Pipinya merah bak kepiting rebus, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia bisa saja mengalami hal yang lebih jika Langit belum melepas ciumannya.

Kara menempelkan kupingnya pada pintu, merasakan bahwa Langit tidak ada di depan kamarnya.

"Aman," ucapnya mengelus dada. Kara beranjak, dia menaiki atas kasurnya dan berbaring di sana. Namun, ketika dia sadar bahwa masih menggunakan seragam sekolah terpaksa dia bangkit dan mengganti seragamnya dengan sweater dan celana piyaman.

Kara kembali berbaring, berusaha memejamkan matanya yang begitu ngantuk, tapi tak bisa tidur. Dia masih memikirkan perilaku Langit padanya.

Jantungnya kembali berdentang kencang, Kara memegang, merasakan detakan kuat dari dalam sana menghantam dadanya.

Dia mencoba menepis pikirannya yang sudah berlebihan. Bagi Kara, ini hanya perhatian kecil dari seorang kakak sepupu tak lebih. Sama seperti apa yang sering dia lakukan pada Vanessa ketika gadis itu sakit.

Kara memejamkan mata ketika mendengar langkah kaki dari arah tangga menuju kamarnya. Dia yakin itu pasti Langit yang ingin melihatnya sebelum pergi ke toko.

Benar saja, Kara mendengar pintu kamarnya di buka. Sebisa mungkin dia menahan matanya untuk tak terbuka dan melihat siapa yang datang.

Kara merasakan langkah Langit semakin dekat hingga pemuda itu duduk di kasurnya sambil memegang tangannya.

"Kara, udah tidur? Aku pergi ke toko dulu, ya. Nanti pulang aku beliin makanan. Cepat sembuh, Kara! Jangan sakit, jangan bikin Langit khawatir!" Kara tak mengubrisnya, dia bahkan tak bergerak sama sekali.

Ingin sekali Kara membuka matanya saat Langit tiba-tiba mencium keningnya cukup lama. Jantungnya kembali berdetak dengan kencang dan dia harap Langit tak mendengarnya.

"Aku pergi, ya. Tidur yang nyenyak, Kara."

Setelah merasa Langit sudah pergi, Kara baru membuka matanya. Dia bernapas lega, jantungnya masih berdegup kencang.

Sikap Langit membuatnya merasa kacau hari ini, dia menepuk-nepuk kasurnya. Ingin berteriak kencang, tapi juga takut jika Langit mendengar dan kembali lagi.

"Kenapa jantungku nggak berhenti berdetak kencang, sih?! Dan kenapa juga aku jadi mikir yang macam-macam?! Stop it Kara! Dia cuman kakak sepupu kamu, dia khawatir karena emang harus, nggak lebih!"

Namun tetap saja, perlakuan Langit tadi membuatnya berpikir yang tidak-tidak. Langit mulai berhasil membuat fokusnya kacau mulai hari ini.

Namun gadis itu, masih belum sadar tentang rasa yang mulai tumbuh di dalam dirinya untuknya. Masih abu-abu dan belum bertuan sama sekali.
















Hai.... Gimana? Baper?

Iya guys Langit pernah ngebentak Kara bahkan beberapa kali tapi itu karena Langit khawatir sama Kara yang ceroboh.

Kisah mereka masih panjang 2017 belum habis. Mungkin setelah masa magang Kara selesai akan langsung aku loncatkan ke 2018 karena sepanjang 2017 setelah magang Kara dan Langit tidak bertemu. Kara sibuk dengan sekolah dan Langit sibuk dengan pekerjaanya.

Jadi tetep setia tungguin ya!!!

Komen, vote, dan share

See u next time di 'Rasa'

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Where stories live. Discover now