10.

152 39 130
                                    

Malam hari tiba, Kara sudah siap-siap sejak tadi. Vanessa yang bingung mau kemana dan dengan siapa sepupunya itu pergi hanya bisa menatapnya. Kara juga sesekali mengecek ponselnya, seperti menunggu pesan dari seseorang.

Semuanya ada di rumah, kecuali Langit. Dia masih mengurus toko dan biasanya akan kembali pukul 9 atau 10 malam. Setidaknya Kara bisa pergi tanpa ada yang bertanya lebih dan panjang padanya.

Gadis cantik itu kembali menatap dirinya di cermin panjang yang ada di kamarnya. Vanessa menghela napas panjang, dia tak tahan sudah melihat tingkat sepupunya itu.

"Kara, kamu mau kemana sih?! Kok dari tadi rempong banget!" tanya Vanessa.

Kara menoleh, menatapnya polos. "Oh, mau jalan ke timezone."

"HAH? SAMA SIAPA?! LANGIT?!" Kara mendengus kesal mendengar Vanessa berteriak lantang.

"Bukan! Sama Rey, teman magang aku. Udah, ah, dia udah di depan gang."

Kara meraih tasnya di atas meja dan berlalu meninggalkan Vanessa sendirian di kamar. Dia berhenti di lantai 2 tepat di depan kamar Angel. Apalagi kalau bukan izin, Kara memang seperti itu, siap-siap lebih dulu barulah izin. Karena baginya, setelah dia siap maka dia akan diberi izin tanpa harus ditanyai banyak pertanyaan.

"Kak Angel, Kara pergi ke timezone, ya," ucapnya.

"Sama siapa? Vanessa?" tanya Angel.

"Nggak. Sama temen magang. Pergi, ya, Kak. Dadah!" padahal Angel belum mengiyakan ucapannya, tapi dia sudah menutup pintu kamar wanita yang berstatus kakaknya itu.

Kara bersiul sambil menuruni tangga menuju lantai dasar rumah mewah itu. Dia mengambil kunci yang tergantung di dekat pintu.

Nampak bahagia sekali dia ingin pergi bermain timezone dengan Rey. Kara membuka pintu, dia terkejut melihat seseorang tengah berdiri di hadapannya.

"Haa.. Langit! Kamu bikin aku kaget aja!" ucap Kara memegang dadanya.

Langit terkekeh. "Mau kemana?"

"Timezone."

"Sendiri?"

"Nggak. Sama temen magang."

"Cewek atau cowok?" tanya Langit penasaran.

"Kepo. Udah awas sana!" Kara menyenggol pelan lengan Langit agar dirinya bisa lewat. Namun, baru selangkah dia berjalan, Langit sudah menahan lengannya.

Kara menatapnya polos. "Kenapa?" tanya Kara heran.

"Nggak usah jalan bisa?"

"Mana bisa. Orang udah janji, udah ah lepas," pinta Kara.

"Yaudah jalannya sama aku aja. Ke timezone, 'kan?"

Kara menghela napas gusar. "Nggak! Aku udah janji sama dia. Lepas, Lang!" Langit melepas genggamanya pada gadis itu, dia tak ingin menyakiti Kara meski bisa Kara lihat bahwa Langit sedang menahan amarah dan rasa kesalnya.

Kara berjalan keluar dari gang sempit rumah Angel menuju jalan raya. Raut wajah kesalnya sangat nampak jelas tertera di sana.

"Argkh ini semua karena Langit! Jadi nggak mood kan," erangnya dengan kesal. Kara berhenti sejenak, dia menghela napas panjang sebelum melanjutkan langkahnya.

Ketika melihat Rey yang tengah duduk di motornya, Kara berlari kecil menghampirinya. Dia melempar senyum pada laki-laki itu.

"Lama, ya? Maaf," ucapnya dengan nada penuh penyesalan.

"Nggak kok. Jalan sekarang, yuk!" Kara mengangguk menaiki motor matic laki-laki itu. Mereka melaju menuju mall hanya untuk bermain timezone.

Tapi, sebenarnya bukan itulah tujuan Rey mengajak Kara untuk jalan. Dia ingin memberitahu Kara sesuatu yang penting. Apalagi kalau bukan tentang perasaanya pada Kara selama mereka dekat.

Bagi Rey, dia harus memberitahu Kara sebelum terlambat. Tak peduli apa jawaban dari Kara. Setidaknya Rey sudah jujur pada perasaanya dan tak memedamnya terlalu lama.

Motor Rey berhenti di parkiran mall. Keduanya berjalan memasuki mall sambil sesekali bercerita. Tak ada tempat lain yang mereka datangi, kecuali timezone.

Kara juga ingin membuang rasa penat dalam kepalanya tentang Bintang. Itu kenapa dia mengiyakan ajakan Rey siang tadi di kantor.

"Mau main apa aja, Kar?" tanya Rey.

"Terserah kamu aja Rey." Rey manggut, dia membeli beberapa koin kecil dan besar untuk Kara mainkan. Hanya Kara, karena dia harus mempersiapkan hatinya dan kalimat yang akan dia gunakan nanti di hadapan Kara.

Rey hanya memperhatikan Kara yang tengah sibuk bermain, dia hanya duduk di kursi tunggu yang disedikan di area timezone. Sesekali dia tersenyum jika Kara melempas senyum manis padanya.

Lelah bermain, Kara menghampirinya. Gadis itu duduk di samping Rey sambil menghela napas panjang. Rey memberinya minum untung menghalau rasa lelah Kara.

"Habis ini mau kemana?" tanya Rey.

Kara melirik jam tangannya. "Udah mau jam 9, balik aja."

Rey mengangguk. "Hm... Kara, aku boleh ngomong?"

Kara menoleh, menatapnya polos. "Ngomong aja."

Rey terdiam sejenak, dia menarik napas panjang sebelum mengeluarkan apa yang sudah dia pendam lama. "Aku suka sama kamu."

Kara yang minum seketika berhenti, dia terkejut dengan ucapan tiba-tiba dari Rey itu. Untung saja dia tak terbatuk mendengarnya.

"Apa, Rey?"

"Hah? Itu... Aku... Aku suka sama kamu," ucap Rey grogi.

Kara berhenti minum, dia menutup botol air yang Rey berikan. "Rey, Maaf. Aku masih punya masa lalu yang belum selesai. Aku nggak mau suatu hari kita tiba-tiba ngejauh, karena hubungan kita yang kandas."

Rey terdiam, kemudian tersenyum tipis. "Nggak papa kok. Maafin aku udah suka sama kamu, ya."

Kara tersenyum, dia mengelus pundak Rey. "Nggak ada yang salah tentang perasaan, rasa tumbuh karena terbiasa dan mungkin itu yang terjadi sama kamu. Kita masih bisa saling menyayangi meski hanya sebatas sahabat."

Rey menghela napas, lalu menatap Kara. "Boleh peluk?"

Kara tertegun, bukan tak ingin, tapi ini tempat umum dan banyak yang memperhatikan mereka. Melihat raut wajah Kara, Rey tertawa puas.

"Aku bercanda, Kara. Ayo pulang!" ajaknya menarik tangan Kara.

Kara tersenyum, setidaknya malam ini dia bahagia, meski dia tahu bahwa Rey sedang menyimpan rasa sakit akibat ucapannya tadi.

Tapi, bagaimanapun juga, perasaan itu tak bisa dipaksakan. Hubungan dengan rasa sepihak hanya akan menyakiti satu sama lain. Sebab rasa egois pasti akan muncul suatu hari nanti, dan Kara tak menginginkan hal itu.

















Hai... Gimana?

Perkata Kara ada benarnya, bukan? Rasa nggak bisa dipaksa. Semau apapun kamu menjadikan dia seseorang yang ada dalam hidupnya akan percuma jika rasa itu hanya tumbuh dalam dirimu.

Pada akhirnya hanya akan menyakiti satu sama lain. Kamu tersakiti karena rasa egois dan dia tersakiti karena membohongi perasaanya padamu

Jadi, lupakan dan lepaskan secara ikhlas.

Komen, vote dan share!!

See u next time di 'Rasa'

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Where stories live. Discover now