26. Permintaan maaf diterima

913 193 44
                                    

Pada komen dong, jan diem2 ae. Kok malah makin sepi ini:'(

•••

Menurutku kesempatan itu tak terbatas, selagi kita bisa mengupayakannya dan kita bisa membuktikan kalau kita layak, kesempatan itu akan selalu datang.

•••

"Maafin gue."

Dari sekian banyak hal yang Galang benci, salah satunya adalah ketika mendengar seseorang terus mengatakan kata maaf berkali-kali padanya.

Galang tahu jika ucapan itu karena rasa bersalah yang teramat besar. Namun, jika terlalu banyak diucapkan kesannya malah jadi mengganggu, menyebalkan, memuakkan. Menurut Galang.

"Gue cuma terima kata maaf yang pertama. Gak usah ngomong lagi karena udah itu gak guna," balas Galang pedas, menyorot sinis saudara kembarnya yang sedang duduk di sisi kasurnya.

"Lo beneran maafin gue?" Gilang bertanya entah untuk yang keberapa kali. Sejujurnya ia belum bisa tenang meski Galang sudah mengatakan 'iya' saat ucapan maaf pertamanya.

Ngomong-ngomong, Galang sudah keluar dari rumah sakit kemarin sore.   Dan kata maaf pertamanya dia ucapkan di pagi hari sebelum mereka pulang ke rumah.

"Hm." Galang berdehem malas, sedang santai memejamkan mata sambil terlentang di atas kasur.

"Tapi ... lo kayak gak ikhlas," katanya masih ragu.

"Kalo lo cuma mau ngomong itu, mending lo keluar dari kamar gue. Buang-buang waktu aja."

Gilang berdecak. Sejak kemarin respon Galang selalu saja begitu. Saat dia meminta maaf pertama kali jawabannya hanya kata 'iya', lalu saat permintaan maaf yang kedua jawabannya hanya dengan deheman, kemudian permintaan maaf yang selanjutnya lagi dan seterusnya Galang pun hanya menggunakan dua jawaban itu saja.

Bagaimana mungkin Gilang bisa tenang jika begini?

Oh, tolonglah. Kenapa dia harus mempunyai saudara seperti Galang, sih?

"Gue serius, Gal."

"Lo pikir gue bercanda?" Galang membuka mata lagi, melempar tatapan sinis pada Gilang.

"Setidaknya ... kasih gue alasan, Gal. Biar gue bisa lebih tenang."

Ada nada keputusasaan dari suara itu. Pemuda yang tiduran sejak tadi akhirnya menegakkan tubuh dan duduk di samping kembarannya.

"Lo mau alasan yang kayak gimana?"

Gilang menoleh, membalas sorot mata yang selalu menatap tajam itu. "Alasan sebenarnya lo bisa dengan mudahnya kasih maaf buat gue."

Ada hening beberapa saat di antara keduanya. Dalam hening itu pikiran Galang sedang berputar, sementara Gilang sejenak menahan napas untuk menunggu jawabannya.

"Karena lo adik gue."

Gilang tertegun. Matanya membulat, dengan pupil melebar.

Rasanya aneh.

Ia merasa ada ledakan kecil di jantungnya, seakan melepaskan kejutan listrik yang membuat seluruh tubuhnya menegang dan bergetar bersamaan.

'Lo adik gue.'

Entah kapan terakhir kali Galang mengatakan kata itu padanya, mungkin saat mereka masih SMP dulu. Kini kalimat itu terdengar lagi, terucap lagi dari bibir Galang, membuat hati Gilang menghangat seketika.

Hebatnya, Gilang merasa sangat bahagia hanya karena kalimat itu. Ia menghela napas lega dan tertunduk. Bibirnya mengukir senyum miring, kemudian menatap Galang lagi dengan mata yang terasa memanas.

BITTERSWEET : TWINS (2) ✓Where stories live. Discover now