Chapter 20 || The killer is back

Start from the beginning
                                    

"Your family or yourself?!"

"What?"

"Otak pintarmu ternyata tidak bisa berpikir cepat. Cih... Pantas saja dia sangat bodoh menjadi hakim." Devano menggertakkan giginya, rahangnya mulai mengeras sampai urat-urat di lehernya terlihat.

"Dan kau seharusnya mati!" ucap orang itu yang membuat Devano mengernyit kembali.

Brugh!

Tiba-tiba saja tubuh Devano langsung ambruk ke tanah, entah bagaimana bisa tubuhnya melemah dengan sendirinya.

"A—apa yang kau la—lakukan?!" tanya Devano dengan suara yang cukup keras.

Orang tadi mengangkat sesuatu yang sedang ia pegang sedari tadi. Sebuah benda kecil mirip pena langsung membuat Devano bingung. "Ah, benda ini masih dalam masa percobaan. Ternyata tembakannya cukup cepat dan bahkan tidak ada yang menyadarinya," ucap orang itu sembari menatap benda yang ia pegang.

"Brengs*k!" umpat Devano.

"Aku menganggapnya itu sebuah pujian," ucapnya dengan suara yang terdengar mengecil. "Waktuku tidak banyak," ucapnya sembari tersenyum miring di balik topeng yang sedang ia kenakan.

Orang itu mulai melangkahkan kakinya dengan tegas. Devano yang gelagapan pun hanya bisa menyeret tubuhnya dengan pelan karena ia sudah tak mampu bergerak. Ya, alat tadi benar-benar melemahkan seluruh tubuhnya.

Kreik!

Erangan mulai terdengar dari mulut Devano, pasalnya orang tadi menginjak dengan kuat jari-jemari Devano.

"Ck, mulutmu berisik!" kesal orang itu, tangannya pun mulai meraih saku jaketnya. Ia mengambil sebuah pistol berukuran sedang dan langsung mengarahkan pada Devano.

"A—apa yang akan kau la—lakukan?!" tanya Devano, gugup.

Dor!

Tanpa basa-basi lagi orang itu langsung membidik mulut Devano. Yang membuat Devano tidak bisa berbicara lagi, beruntungnya hal tersebut tidak merenggut nyawanya. Mungkin bukan sekarang.

Devano melemah, ia sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Sekarang ia hanya pasrah dengan tubuh tergeletak tak berdaya.

"Kau ini suka sekali bercanda. Tembakan ku hanya mengenai mulutmu itu, tidak mungkin kau sudah ingin mati," ucapnya dengan nada kecewa.

Devano menatap orang itu dengan mata yang melotot tajam, ia berusaha bicara, namun nyatanya memang tidak bisa.

"Lihatkan bayaranmu tidak setara dengan nyawamu? Bahkan, sekarang kau sudah sekarat," remeh orang itu sambil memutar-mutar pistolnya.

Devano menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lemah. Tangannya hendak meraih kaki orang itu, namun dengan segera orang tersebut menjauhkan kakinya dan langsung melempar karambit ke tangan  Devano.

Srett!

Andai saja Devano dapat bicara, sudah pasti suara menjeritnya terdengar begitu keras.

"Ah, ia aku tidak punya banyak waktu. Sekarang waktunya kurang dua puluh detik sebelum pergantian hari."

Ujung sepatu orang itu mulai mengetuk-ngetuk aspal, pertanda ia sedang menghitung setiap detiknya.

Tap!

Tap!

Tap!

Devano pasrah ia pun hanya bisa mengeluarkan airmata sekarang sembari dalam hatinya berharap bahwa ia masih bisa selamat.

SECRET MURDERER Where stories live. Discover now