27

8.8K 807 68
                                    

.

.

.

"Hiks...hiks..." Dengan suara tangis yang terdengar memilukan, El keluar dari ruangan kerja Diddy. Sebuah buku gambar dan juga cat kayu terjatuh dari tangannya, suara tangisnya pun menjerit seolah dirinya baru saja mendapat perlakuan yang sangat kasar. Tadinya dia hanya ingin menyapa Diddy, lalu mengajaknya bermain sebentar karena sudah seharian mereka tidak bertemu. Sejak pagi Max sudah mengurung diri di ruang kerjanya. Diddy ternyata masih sangat sangat sibuk, hingga dia mengacuhkan El dan meminta El untuk keluar dari ruangan kerjanya.

"Hiks, Mimmy...Diddy dak mau main El. Dak mau main cama El, hiks... Diddy tutup intu, culuh El kelual. Dak boleh, hiks... Dak boleh dicana..." El langsung mengadu pada sang ibu. Dia merasa sedih karena Max mengabaikan dirinya kali ini. Ellen tahu kalau suaminya sedang sibuk, ada beberapa masalah di cabang perusahaan mereka. Max sudah mengatakan jika dia tidak boleh diganggu sejak pagi. Tapi, El pergi ke ruangan Max tanpa sepengetahuan Ellen.

"Kenapa sayang? Diddy tidak mau main sama El? Diddy tutup pintu kerjanya ya?" Ellen membawa El ke pelukannya, menenangkan si bungsu yang tak terima dengan sikap Diddy-nya. Pasti Max benar-benar pusing, biasanya sesibuk apapun dia, kalau El menemuinya dia tak pernah mengabaikan. Justru El yang menjadi penghibur hatinya kala dia merasa sedih.

"Iya, Mimmy. Diddy tutup intu, hiks..." El menangis tersedu-sedu di bahu Ellen. Sang ibu pun memeluk anak bungsu kesayangan mereka, Ellen mengerti dengan perasaan si bayi, dia yang biasanya sangat diperhatikan kini tumben dicuekin, tentu sakitnya bukan main.

"Sudah, baby. Diddy itu sedang bekerja, pekerjaan Diddy banyak sekali. Kalau tidak disiapkan hari ini nanti semakin banyak, nanti Diddy tidak bisa bermain lagi dengan El..." Ellen membersihkan air mata bungsunya dengan ujung baju yang dipakai El, memberi penjelasan supaya El mengerti kesibukan sang ayah.

"El becok main cama Diddy, Mimmy."

"Iya, besok bisa bermain lagi. Sekarang Diddy repot sekali, baby jangan menganggu Diddy dulu ya." Ellen merapikan helaian anak rambut El yang sedikit berantakan, lalu mencium keningnya penuh sayang.

"Bagaimana kalau kita pergi ke toko bibi May, kita beli buah stroberi yang banyak. Baby mau tidak?" Tanya Ellen. Dia harap El bias segera lupa dengan masalah tadi, dia akan mengajaknya untuk jalan-jalan sore sebentar. Lagipula El pasti bosan di rumah terus, sesekali tentu tak mengapa membawanya keluar rumah.

"Baby suka stroberi kan? Kita pergi sekarang?"

"Ummm..." El pun akhirnya mengangguk.

"Okay, sekarang baby simpan peralatan gambarmu ke meja yang biasa ya. Mimmy ambilkan jaketmu dulu..." El pun segera melakukan apa yang ibunya suruh yaitu menyimpan kembali peralatan menggambarnya ke tempat semula, ini adalah hal sepele tapi bagian dari latihan El agar bisa mengatur barang-barang dengan baik. El pun kemudian mengambil buku gambar dan cat kayu yang tadi jatuh dari tangannya, lalu menyimpannya ke meja yang sudah disiapkan Ellen.

...

Max akhirnya keluar dari ruang kerjanya setelah lebih dari 12 jam bertarung di sana. Anak perusahaannya baru ditipu oleh manager sendiri. Cashio juga ikut turun tangan untuk membantu masalah ini, dia adalah satu-satunya harapan Max untuk meneruskan bisnis. Cashiel sendiri tidak pernah suka dengan bisnis ayahnya itu, walau Max sudah membujuknya dengan banyak cara. Dirinya tetap menolak dan lebih tertarik dengan sekolah dokternya.

Cup...

Max mengecup pipi El yang sudah tidur, anak kesayangannya itu mungkin tidak sanggup lagi menunggu sang Ayah keluar dari ruang kerjanya. Max pun ikut merebahkan tubuhnya di samping El, sementara Ellen sedang membuatkan minuman hangat untuknya. Dia teringat dengan kejadian tadi siang di mana El menangis karena dia abaikan. Max tidak membentaknya, hanya diam lalu menyuruhnya keluar dengan nada datar.

Lagniappe (END)Where stories live. Discover now