9

14.8K 1.3K 27
                                    

.

.

.

Max bersyukur bisa pulang cepat hari ini sehingga bisa makan siang bersama dengan anak bungsunya yaitu El, kesayangan semua orang. Selepas makan siang, baby El memanfaatkan kesempatan ini untuk bermanja dengan Diddy-nya. Karena jarang sekali Max ada di rumah secepat ini. El minta ditemani melukis di ruangannya, sebagai ayah yang baik maka Max hanya bisa menuruti walau rasa kantuk menyerang sesudah makan.

"Di sini ditaruh warna apa, baby?"

"Walna meyah, Diddy." Mungkin Tuhan mengaruniai El sebuah bakat luar biasa yaitu melukis, jadi jangan heran kalau dia begitu pandai memadu padankan warna. Setiap lukisannya begitu detail dan terlihat seperti objek yang nyata.

"Diddy, no..." El menggeleng cepat saat Max salah menaruh warna, akibat terlampau mengantuk, bukan warna merah yang dipoles oleh kuas yang dipegang Max melainkan hijau.

"Aduh... maaf, sayang." Max buru-buru membersihkan dengan tangannya, ternyata keputusan itu malah membuat lukisan si baby jadi jelek. Cat yang belum kering sempurna digesek oleh tangan Max dan semuanya pun berantakan.

El menatap Max dengan tajam, kuas sudah jatuh dari tangannya. Matanya berlinang dan bibir merahnya mulai melengkung dan bersiap untuk menangis. Kita hitung yuk...

Catu...

Ua...

Iga...

"Hueee... Diddy nakal."

Anak kesayangan itupun menangis, lalu menghentak-hentakan kaki mungilnya di lantai. Max yang tadinya mengantuk jadi segar seketika, suara tangis anak itu seperti oksigen yang membuat dia kembali fokus.

"Maaf, baby. Diddy minta maaf, sayangku." Max langsung mendekap putranya erat dan mengusap punggungnya. El malah semakin kuat saja menangisnya.

"Gambal na jadi lucak, dak cuka, hikss... hiks..."

"Baby, dengarkan Diddy dulu. Diddy say sowwy , Diddy janji akan mengganti gambar itu lebih cantik lagi besok. Sangat cantik, jangan menangis lagi, bayiku."

"Hiksss..." El menangis keras. Max pun membersihkan tangannya yang terkena cat ke apron yang dia gunakan. Lalu memeluk bungsunya untuk membujuknya.

"Diddy akan mengganti gambarmu jadi yang lebih bagus, lebih cantik, lebih bersih. Diddy minta maaf, Diddy salah, sayang." Max menurunkan nada bicaranya, mencoba membujuk El dan memberi pemahaman arti dari sebuah kata 'sabar' dan 'tunggu'. Supaya El tidak bertindak sesukanya ke depan.

"Diddy, tantik. Becok gambal tantik ya, Diddy," ujar si baby dengan nada lucunya. Dirinya pun berhenti menangis, karena Diddy sudah berjanji akan memperbaiki lukisannya.

"Janji ,sayang. Besok Diddy gambar cantik sekali. Sabar ya sayang..." El akhirnya mengangguk lalu naik ke gendongan ayahnya, Max bersyukur dalam hati, untung El tidak lama menangisnya. Jika El lama menangis dan berakhir demam, bisa kena marah satu rumah Diddy tampan itu.

"Tangan El jolok, Diddy."

"Kita cuci dulu yuk." Max membawa El ke wastafel lalu mencuci tangannya dan tangan si baby dengan sabun khusus bayi, supaya kulit tangan El tidak kering kata Mimmy.

Selesai mencuci tangan, Max menggendong El untuk ke ruang tengah untuk menemui Ellen karena El harus tidur siang sekarang, jika dia tidak tidur siang maka El akan tidur sangat cepat di sore hari dan berakhir bangun di tengah malam. Jika sudah seperti itu, maka Ellen harus begadang untuk menemani si cengeng.

"Sudah siap melukisnya, sayang? El tidur dulu yuk." Ellen datang dari arah dapur bertepatan dengan El yang baru duduk di sofa. Di tangan Ellen ada sebotol susu hangat untuk si kesayangan.

Lagniappe (END)Where stories live. Discover now