tiga

9 4 0
                                    

--- Happy Reading ---

Terlihat seorang cowok yang secara hati-hati berusaha membuka pakaian Farasya yang sedang tertidur. Sepelan mungkin untuk melakukannya agar tidak mengganggu tidur Farasya. Perlahan namun pasti, pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Farasya lalu mengajak untuk melakukan ciuman sepihak.  Pria itu menikmati ciumannya lalu turun ke tubuh telanjang Farasya. 

Farasya sebenarnya tidak tidur, ia sadar apa yang sedang terjadi padanya namun entah kenapa dia hanya bisa diam. Fungsi tubuhnya seketika seolah tidak bisa ia gerakkan, bahkan untuk sekadar mengeluarkan suaranya pun ia tidak bisa.

.
.
.

Farasya terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah serta keringat sebesar biji jagung yang mengalir keningnya. Lagi-lagi dia memimpikannya, mimpi yang selalu menghabtuinya hingga membuat tubuhnya bergemetar. Rasa panik mulai menyerangnya, tubuhnya bergetar dengan rasa takut yang luar biasa. la kembali diserang oleh kepanikan. Tangannya yang bergemetar terulur ke arah laci nakas untuk mengambil botol obat. Dengan susah payah ia berusah membuka tutup obat namun gagal dan malah jatuh ke lantai hingga obat itu berceceran di lantai. Farasa panik dan air matanya mulai mengalir dengan tangisan yang terdengar begitu menyakitkan.

Farasya menangis, memeluk lututnya seperti anak kecil. la takut, benar-benar takut sampai rasanya ingin mati. .Mentalnya tidak begitu kuat sampai diberikan cobaan yang diberikan untuknya. 

"Hiks ... Mama Rara takut Ma ... Rara udah kotor hiks ... siapapun tolong Rara ..."  tangisnya tersedu-sedu. 

Dadanya benar-benar terasa sesak, jantungnya pun berdegup sangat cepat. la benar-benar takut, bingung harus melakukan apa. Kedua tangannya terangkat dan ia mulai menjambak rambut panjangnya. Rasa sakit pada kepalnya yang ia jambak bahkan tidak terasa karena rasa sakit pada mentalnya lebih mendominasi. Apa yang harus dimulai sekarang, haruskah ia mati agar siksaan ini berakhir? 

Farasya berhenti menjambak dan berusaha menghentikan tangisannya. Dengan tubuh yang gemertar dia berjalan menuju kamar mandi dan akan terjatuh karena lemasnya tubuh Farasya. Dia masuk ke kamar mandi dan membuka sebuah laci penyimana di sana. Terdapat sebuah wadah kecil di tempat penyimpanan itu dan ia mengambilnya untuk membuka wadah kecil itu. Di dalam wadah kecil itu terdapat sebuah silet tajam yang mampu menggores tubuh hingga mengeluarkan darah segar. 

Farasya mengambil silet itu lalu terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Dia mulai mengarahkan benda tajam ke arah lengannya dan secara perlahan mulai menyayat lengannya. Darah segar mulai keluar dari bekas sayatan Farasya. Ia memejamkan mata dan cairan bening itu kembali lolos di sudut matanya. Rasanya begitu perih pada tangan yang ia sayat namun itu lebih baik karena rasa perihnya dapat menghilangkan rasa sakit pada sudut hatinya yang terluka.

...

Farasya menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Jam baru saja menunjukkan pukul 06. 15 dan suasana sekolah masih sangat sepi, hanya baru ada dirinya saja di sekolah itu. Bahkan saat gadis itu sampai di sekolah, gerbang sekolah masih dikunci karena ia datang terlalu pagi. Dia sengaja pergi sekolah lebih pagi dari biasanya karena ingin menyendiri dan tidak ingin diserang pertanyaan oleh sang mama karena melihat kondisinya yang berantakan.

Ting!

Farasya terbangun dari tidurnya saat mendengar notifikasi dari ponselnya. Dia menghela napas lalu meraih ponselnya yang terletak di sebelahnya. Farasya menatap sejenak ponselnya dan melihat beberapa pesan yang dikirim oleh sang mama. Gadis itu dengan cepat menekan aplikasi WhatsApp lalu membuka room Chatnya dengan sang mama.

farasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang