46. PERLAHAN MEMBAIK

145 35 5
                                    

"Dari orang kayak lo, gue mengharapkan sebuah kehidupan."

***

Semakin cepat waktu berlalu, rasa sakit itu semakin membaik. Pelan-pelan terobati dengan hal-hal diluar dugaan, yang awalnya tak pernah terpikirkan dapat menyembuhkan goresan pada perasaan. Kedua sudut bibir Wulan tertarik sangat dalam melihat Kiyara terbaring di sebuah ruangan. Wanita kuat itu berhasil menjalani operasinya tanpa kendala. Hal itu membuat Wulan senang tak terbantah walau hatinya kini terasa sangat gelisah.

Di kursi tunggu, Wulan dan Bens duduk bersebelahan dalam diam yang membelenggu. Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, rasa kantuk telah menyerang Wulan secara perlahan. Matanya yang sayu tak bisa membohongi Bens, hingga ketika perempuan itu berhasil terlelap, Bens membawa kepala Wulan bertumpu di pundak kirinya. Membiarkan Wulan beristirahat sejenak setelah berperang dengan batinnya tadi siang.

Mata Bens tertuju pada wajah letih di pundaknya. Sepasang mata miliknya sontak memanas, Bens menahan rasa sakit di dadanya. "Hari ini gue menikam hati yang sempat gue sembuhkan. Begitu juga dengan harapan yang udah dibangun sama-sama, malah harus gue patahkan. Gue minta maaf, Lan. Mempertimbangkan beberapa hal yang sama pentingnya dalam hidup, cukup membuat gue kehilangan separuh akal sehat. Memaksa gue untuk menghentikan langkah, sebelum gue kehilangan semua hal yang sempat gue perjuangkan," ujar Bens pelan dan tenang. Jiwanya seakan terhanyut mengikuti keheningan malam.

"Jujur ini menyakitkan buat gue. Kepala gue seakan mau pecah, saat keadaan terus mengadu domba gue sama ayah kandung gue sendiri."

Rupanya yang sedang memejamkan mata tak benar-benar terlelap dalam tidur. Wulan terbangun saat menyadari telapak tangan Bens yang hangat menyentuh kulit wajahnya. Membawa kepalanya ke pundak lebar milik pemuda itu. Mendengar pengakuan Bens, hati Wulan seakan remuk dan hancur. Rasa sakitnya tak dapat dielakkan. Setetes air mata lolos begitu saja dari matanya yang masih terpejam. Wulan mengatupkan bibir menahan tangisan.

"Ada saatnya yang lo perjuangkan mati-matian, harus lo lepaskan dengan keikhlasan. Nggak semua hal yang lo inginkan dalam hidup bisa lo dapatkan. Sama halnya dengan perasaan ingin memiliki. Ketika semuanya menjadi sulit untuk dilakukan, gue harus rela kehilangan. Gue capek terus berperang sama keadaan, apalagi harus melibatkan lo dalam setiap permasalahan."

"Ketika gue memaksa untuk terlibat dalam semua rasa sakit itu, lo bakal tetap ngusir gue, Bens?"

Sahutan yang tiba-tiba dari Wulan membuat Bens terkejut. Ia pikir Wulan sudah benar-benar tertidur di pundaknya, namun ternyata Wulan mendengarkan semua keluhannya. Hingga Wulan menarik kepalanya dari pundak Bens secara perlahan. Menyeka bukti rasa sakit yang lolos dari kedua matanya.

Wulan memiringkan tubuhnya menghadap Bens, kepalanya tertunduk menahan air mata. "Setelah lo berhasil meyakinkan gue untuk melalui setiap keadaan yang paling buruk sekalipun, akhirnya lo tetap akan mencampakkan gue?" tanya Wulan. "Tanpa peduli gimana perasaan dan rasa sakit seperti apa yang gue dapatkan. Lo akan tetap kokoh sama keputusan lo? Jawab gue, Bens!"

Bens membuang pandangannya ke samping, tak ingin melihat perempuan itu menangis.

"Kalau ini keputusan terbaik buat lo sama gue, kita harus jalanin meskipun demikian rasa sakit yang akan lo dapatkan, Lan. Lo harus mengerti, gue ngelakuin ini demi kebaikan lo."

"Kebaikan apa?! Justru lo menghancurkan hidup gue untuk kesekian kalinya. Lo mematahkan semua harapan yang berhasil gue kumpulin ketika kita sama-sama. Lo menghancurkan kepercayaan gue, lo menghancurkan semua gambaran masa depan yang gue pikir akan berbeda ketika sama lo."

Bens menghela napas, ditekan seperti ini membuat kepalanya terasa sangat berdenyut. Dan hatinya seakan diremas sangat kencang hingga kesulitan bernapas.

Bens Wulan 2020Where stories live. Discover now