14. She's mine

Mulai dari awal
                                    

"Mau kemana? Motor gue disini," ujar Teja santai, lalu menunjuk keberadaan motornya yang berlawanan arah dengan arah perginya Caca.

"Hah? Gimana kak?"

"Gue anter pulang."

"Gak usah kak. Aku bis-"

"Jangan banyak bacot!"

Caca menenguk ludahnya, ia kembali mendekat kearah Teja. Laki laki itu berjalan lebih dulu menuju motornya diikuti Caca dibelakangnya. Gadis cantik itu tetap menunduk membuat Teja sedikit greget.

"Lo takut sama gue?" tanya Teja to the point.

Caca menggeleng dengan cepat, sayangnya wajahnya terlihat polos saat melakukan itu. Teja tertawa kecil, setelah sadar, Teja kembali menetralkan ekspresi wajahnya. Caca menjerit dalam hatinya karena ini kali pertamanya ia melihat Teja tertawa walau hanya beberapa detik.

"Maaf buat yang kemarin, gue lagi emosi."

Caca mengangguk, ia menyiapkan dirinya untuk naik keatas motor ninja berwarna merah milik Teja. Laki-laki itu mencap gas pergi dari sekolah dengan membawa seorang gadis dibelakangnya. Setidaknya ia sudah lega karena telah berhasil meminta maaf pada gadis yang sempat ia bentak kemarin.

••🕊️••

Damarez membanting ponselnya diatas ranjang karena sejak beberapa jam lalu Teya tak mengangkat panggilannya dan juga tidak membalas chat darinya dan parahnya lagi, gadis itu ketahuan online. Damarez bangkit lagi dari duduknya kemudian kembali duduk di sofa kamarnya dengan pikiran yang masih memikirkan apa kesalahannya kali ini.

Salah apa lagi gue?

Laki-laki yang kini berpenampilan sederhana dengan hanya mengenakan celana pendek dan shirtless, Damarez menyugar rambutnya dengan frustasi. Ia mengambil kembali ponselnya, Damarez duduk disalah satu kursi di balkon kamarnya. Suasana malam, angin sepoi sepoi menerbangkan helai rambutnya.

Ngambek gara gara minta kelinci kali ya?

Minta kelinci atau minta anak?

Kemarin aja masih biasa aja.

"Cewek cewek pada kenapa sih? Demen banget nyiksa batin!" gumamnya frustasi.

Damarez kembali menekan kontak Teya ketika melihat gadis itu kembali online. Ia mengetukkan kukunya di ponsel bagian belakangnya menunggu jawaban. Damarez yang tadinya memejamkan matanya kini langsung membuka matanya ketika mendengar panggilannya terjawab.

"Halo?"

"Halo? Lagi sibuk ya?"

"Kamu marah?"

"Mau kelinci ya? Yaudah aku beliin yang bayi, jangan ngambek tapi,"

"Halo?"

"BUAYA!"

Damarez tersedak ludahnya sendiri karena bentakan Teya, ia menjauhkan ponselnya karena merasa telinganya berdengung. Cowok itu kembali mendekatkan teleponnya ke telinganya setelah beberapa detik.

"Salah kakak apa, sayang?" lirihnya.

Panggilan telepon diputus secara sepihak. Damarez memandangi ponselnya dengan heran. Cowok itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, Damarez langsung berlari menuju kamarnya kembali untuk mengganti pakaian setelah mendapatkan ide cerdas.

"Abang Ayess!!" suara gadis kecil menggedor gedor pintu kamarnya.

Damarez sudah siap dengan celana jeans hitam serta baju kaos berwarna hitam yang melekat dibadannya. Laki laki itu mengangkat Calistha yang berdiri dibawah kakinya dengan mendongak menatapnya, Calistha mengedipkan matanya polos sambil memegangi sendok yang berisi coklat. Damarez mencium sekilas pipi gembul adiknya yang nekat ini. Calisth memang sudah pandai naik turun tangga walaupun, karena perkembangannya lebih dahulu berjalan daripada berbicara.

DAMAREZ (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang