14. She's mine

86.2K 14.6K 11.9K
                                    

14. She's mine

Suasana sekolah sudah gelap di waktu senja hari ini, dikarenakan awan mendung yang menguasai langit. Semua siswa mempacking barang barangnya setelah medengarkan pengumuman mengenai perayaan ulang tahun sekolah 2 hari kedepan. Damarez memeriksa ponselnya, tidak terdapat pesan apapun pada roomchat yang tersemat di aplikasi berkirim pesan miliknya.

Damarez mengerutkan keningnya karena tidak seperti biasanya bayinya pendiam seperti ini. Pasti ada saja hal gabut yang dikirimkan Teya padanya. Damarez mematikan lagi ponselnya ketika El mendekat kearahnya.

"Nanti kumpul kagak bos?" tanya El.

Damarez mengangguk, "Gue agak malem kesana, ada urusan," ujarnya lalu meninggalkan kelas.

"Aelahh sok sibuk!" cibir Yesa saat Damarez sudah pergi dari kelas.

Gamaliel tertawa, ia menggeplak kepala Yesa lalu merangkul temannya itu untuk keluar dari kelas. Suasana kelas telah sepi, udara diluar juga semakin dingin dan gelap. Teja masih duduk disalah satu kursi, ia memeriksa salah satu chat dari nomor yang ada di kontaknya. Teja mematikan ponselnya setelah membaca pesan itu. Laki laki itu menyambar tasnya lalu turun dari ruangan kelas karena seorang penjaga sekolah datang untuk mengunci pintu kelas.

Teja berjalan sendirian dilorong sekolah yang sudah mulai sepi. Ia melirik jam tangan hitam yang melingkar di tangannya, menunjukkan pukul enam sore lebih lima belas menit. Teja berjalan santai menuju parkiran, hanya dua motor yang tersisa disana, laki laki itu mengendarai motor besarnya keluar melalui gerbang sekolah.

Teja menengok kearah kiri, seorang gadis tengah duduk dihalte sekolah. Sendirian. Teja sudah menancap gas untuk pergi namun tangannya kembali menarik  rem. Laki laki itu mendongkrak motornya, ia melepas helm yang dikenakannya.

Teja memasukkan tangannya kedalam saku jaket miliknya, ia melepaskan jaketnya dengan sekali tarikan lalu melangkah mendekati halte. Sekitar jarak 5 langkah, Teja melemparkan jaketnya pada gadis itu. Gadis cantik itu langsung terkejut dan gelagapan menangkap jaket yang dilemparkan padanya.

"Pake."

Teja memalingkan wajahnya kesamping. Setelah berperang dengan pikirannya sendiri, Teja berdecak karena ia harus melakukan hal ini. Cowok itu naik ke tangga halte agar lebih dekat. Penampakan Teja dengan kesan cool membuat Caca semakin gugup.

"Kenapa, kak?" tanya nya takut. Mengingat kemarin Teja pernah membentaknya.

Laki laki itu menyender di salah sati tiang penyangga dengan bersidekap dada. "Kenapa masih disini?" tanya nya dengan nada yang masih saja cuek.

"Nunggu ada-"

"Lo pikir bakal ada kereta kahyangan yang jemput lo disini?" Teja memotong ucapan Caca karena telah tahu apa alasannya, pasti menunggu angkutan umum.

Caca terdiam, ia merasa dirnya sedang di ospek saja. Gadis itu menatap kearah Teja, tangannya terulur untuk menyerahkan kembali jaket milik laki laki itu. "Jaketnya, kak," ujarnya lalu memberikan Jaket hijau army itu kembali pada Teja.

"Pake."

"Hah?"

"Lo punya hp kan? Kenapa order taxi online?" tanya Teja.

"Gak punya kuota, hehe."

Teja menghembuskan napasnya, "Mau gue beliin pulsa?" tanya Teja.

"Enggak usah. Dirumah ada wifi," ujar Caca, ia bangkit dari duduknya sambil memakai tasnya, gadis itu memakai jaket pemberiak Teja lalu mendahului Teja untuk pergi dari sini. Caca tak tahu harus bersembunyi dimana, namun ia tak kuat jika terus diawasi Teja seperti itu.

DAMAREZ (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang