8 | Aku Harap ...

40 13 8
                                    



"Jadi kamu ngewakilin kelas atau rohis, Zam?"

"Bingung Syif, menurut kamu gimana ya?"

Sebuah kursi panjang di depan koperasi siswa menjadi persinggahan kami--aku, Syifa dan Azzam--setelah selesai rapat tadi.

Seperti biasa, aku dan Syifa menunggu jemputan pulang, sedangkan Azzam tiba-tiba saja ikut duduk dengan kami dan menyampaikan kegundahannya.

"Jiwa kepemimpinan kamu terlalu menonjol sih, nggak di kelas, nggak di ekskul ditunjuk jadi ketua terus," cetus Syifa.

"Ah, nggak juga," elak Azzam.

"Tumben-tumbenan kamu galau begini, Zam."

"Kalau menurut aku, besok coba kamu tanyain ke temen-temen kelas, siapa aja yang mau jadi perwakilan. Kalau banyak yang mau ikut, nanti kamu bisa tuh tunjuk salah satu dari mereka buat jadi ketua, terus kamu ngewakilin rohis," ujarku yang sedari tadi hanya diam.

"Nah, bener tuh kata Haura," kata Syifa.

"Emang boleh?" tanya Azzam

"Kenapa enggak?" jawabku.

Azzam diam sejenak sembari memposisikan tubuhnya sedikit menyender pada kursi.

"Masalahnya aku nggak yakin kalau anak-anak kelas ada yang mau ikut, mereka terlalu cuek sama acara-acara kayak gini."

"Kenapa pesimis sih, Zam? Kamu tinggal pikirin aja gimana cara nyampein hal ini ke mereka secara menarik, kamu harus bisa ngeyakinin mereka kalau acara ini pasti menyenangkan," ujarku.

"Kamu bener, makasih Haura," ucap Azzam.

"Aku pulang duluan ya, Assalamu'alaikum," lanjutnya.

Tak bisa aku pungkiri bahwa sekarang aku sedang merasakan euforia, tapi rasa gembira itu hanya aku simpan dalam hati saja.

Azzam adalah jenis orang yang tak ingin dikagumi, apalagi dengan wanita. Apalagi kalau wanitanya sampai terlihat agresif pada Azzam, bukannya senang ... Azzam justru merasa risih dan menjauh.

Aku tentu saja tidak ingin jadi salah satu wanita yang diblacklist oleh Azzam. Biar yang aku rasakan ini tetap tersembunyi, bahkan kalau nantinya menghilang pun akan aku syukuri.

"Jadi wanita itu harus punya rasa malu, karena sifat malu itu adalah harga diri wanita. Melihat mereka yang secara terang-terangan mengejar laki-laki dengan tidak sewajarnya, di mataku justru itu tidak ada harga dirinya sama sekali."

Azzam pernah mengatakan itu saat aku bertanya padanya tentang beberapa adik kelas yang seringkali mengunjungi kelas kami hanya untuk menemui Azzam.

Azzam tak pernah terlihat sedang jatuh cinta, ia terlalu abu-abu. Masalah hatinya benar-benar rahasia, dan hanya rahasia hati Azzam yang ingin sekali aku ketahui lebih dalam.

••

Seluruh siswa di kelas ini diam, mataku menelisik setiap siswa. Hafiz terlihat berpikir, tangannya ia letakkan di mulutnya. Daffa sedang bersantai menyender pada tembok, Lulu yang sibuk mengipasi dirinya dengan buku namun matanya tetap menghadap ke depan. Azzam di depan menghadap ke seluruh siswa, sedang menyampaikan perihal one day training.

"Jadi, siapa yang mau ikut ngewakilin kelas kami?" tanya Azzam.

"Kalo ikut, keuntungannya apa nih?" tanya Daffa.

"Keuntungannya kita bisa belajar lebih dalam tentang kepemimpinan, bayangin aja kita itu lagi mengikuti seminar-seminar kayak orang penting gitu," kata Azzam.

"Oke deh, gue ikut," ujar Daffa.

"Siapa la--"

"Gue aja, Zam, yang nentuin siapa perwakilannya," kata Daffa memotong ucapan Azzam.

"Dua cewek, dua cowok kan?" lanjutnya bertanya. Azzam hanya mengangguk.

"Gue, Hafiz, Lulu sama Nia," tunjuk Daffa.

Aku bisa pastikan bahwa setelah ini akan ada percekcokan antara Lulu dan Daffa. Aku tak menggubris, sibuk memperhatikan seseorang di depan sana. Meneliti setiap inci dari wajahnya yang teduh juga tawa ringannya yang menyejukkan.

"Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?" batinku berucap.

Beberapa saat setelah itu aku kembali sadar, tidak lanjut memperhatikan Azzam, takut nanti jadi hanyut semakin dalam.

Azzam adalah keindahan yang tidak boleh aku nikmati.

"Nggak mau ah, aku nggak berani. Masa nanti aku berdua doang sama Nia!" protes Lulu. "Cari yang lebih mudah akrab sama orang aja, Daf."

"Lulu tenang aja, kan nanti ada Haura sama Syifa, jadi nggak berdua doang," kata Azzam.

"Iya, Lu, aku yakin kamu nggak bakal ngerasa bosen kok," ucapku.

"Yauda deh, ikut."

••

Masih ingat tentang rencana Bang Ezra yang akan meminang seorang gadis? Kemarin kami sekeluarga datang ke rumah wanita pujaan Bang Ezra, hasilnya si wanita menerima pinangannya.

Senang bercampur sedih. Senang karena Bang Ezra sudah menemukan pendamping hidupnya, sedih karena nantinya yang Bang Ezra ajak jajan dan jalan-jalan bukan lagi aku. Itu adalah salah satu patah hati adik perempuan kepada kakak laki-lakinya.

Dua hari ini aku selalu memikirkan hal-hal semacam itu. Tentang siapa yang akan aku ajak bercanda kalau nanti Bang Ezra pindah rumah, juga hal-hal lain yang menunjukkan rasa sepi.

"Bang, udah yakin?" tanyaku.

"Kamu ini gimana, kan persiapan udah hampir matang, masa nggak yakin sih, Ra," jawab Bang Ezra.

"Bukan gitu maksudnya, Bang."

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa."

Ah, Wanita. Kalau ditanya kenapa jawabannya selalu sama, 'nggak apa-apa' padahal sebenarnya ada apa-apa. Tapi kadang memang benar tidak ada apa-apa, membingungkan bukan?

"Bang."

"Iya Haura Sayang," sahut Bang Ezra namun matanya tetap tertuju pada laptop.

"Nanti kalau udah nikah, Haura tetap diajak jajan kan, Bang?" kulihat Bang Ezra tersenyum tipis padahal aku sedang tidak bercanda.

"Haura nggak ada temen, Bang, di rumah," lanjutku.

"Kan ada Bunda sama Ayah."

"Tetep aja nggak ada Bang Ezra," aku merajuk. Bang Ezra menutup laptopnya dan menghadap ke arahku.

"Kamu nggak mau abang nikah?" tanyanya.

"Bukan gitu, Bang."

"Terus?"

Aku sedikit menggigit bibir bawahku, menampilkan ekspresi anak kecil yang patut dikasihani.

"Nanti abang pasti nggak ajak Haura jalan-jalan lagi, pasti yang diajak itu istri abang," ujarku.

Sembari tersenyum, tangan Bang Ezra juga sudah bertengger di kepalaku dan mengacak-acak jilbab yang memang tidak dipasang rapi.

"Cepet lulus, terus minta ayah buat cariin cowok buat kamu," ucap Bang Ezra tertawa.

Mauku juga seperti itu, tidak perlu meminta Ayah untuk mencarikan, karena aku sudah punya pilihan. Tapi itu pun kalau rencana Allah memang selaras dengan rencanaku, juga kalau Azzam merasakan hal yang sama. Dan aku, merasakan ketidak mungkinan.

~
B e r s a m b u n g

Mau bilang makasih banyak buat yang udah baca. ☺️

Tambah sayang kalau pencet bintang di bawah 🤭.

Jadi klepek-klepek kalau ditambah komen, heheee.

Jangan lupa ngaji!

Ada Hati Yang Dipaksa MatiWhere stories live. Discover now