chapter-9

2.9K 249 16
                                    

Aku tidak pernah membayangkan bisa makan malam bersama dengan Kevin. Hanya berdua. Sekali lagi, berdua.

Di dalam imajinasi liarku, tidak ada bayangan tentang aku dan Kevin yang makan malam bersama. Terlebih lagi di sebuah restoran elite yang harga menunya sangat mahal.

Dulu, kami berdua memang sering makan bersama. Tapi bukan di restoran mewah seperti ini. Kami hanya pergi ke warung pinggir jalan, tukang mie ayam, tukang bakso, dan yang lainnya.

Tapi kali ini, Kevin membawaku ke restoran mahal dan memesan ruangan VIP agar tidak ada yang menganggu. Dekorasi ruangan VIP ini bahkan terkesan romantis, mungkin mereka berpikir kalau aku dan Kevin adalah sepasang kekasih yang ingin menghabiskan malam minggu bersama.

Oh iya, malam ini adalah malam minggu. Waktu dimana banyak pasangan keluar untuk sekedar jalan-jalan biasa atau nonton.

"Gue gak tau mau ngajak lo kemana, jadi ke sini aja gapapa, kan?" Kevin bertanya dengan ekspresi yang tidak enak. Tangannya bergerak memotong beef steak.

"Astaga, Vin, lo kayak gak tau gue aja. Mau diajak ke warung pinggir jalan juga gue mau." balasku dan kembali menikmati beef steak.

"Makasih, Ta." ucap Kevin tiba-tiba.

"Hm? Buat apa?" aku masih fokus dengan steak.

"Makasih, karena lo selalu ada buat gue."

Ucapan Kevin membuat gerakan tanganku yang sedang memotong steak terhenti. Aku menatapnya, Kevin juga menatapku.

"Lo salah, Vin. Gue pernah ninggalin lo." balasku sambil tersenyum tipis.

"Tapi sekarang lo balik lagi, kan?" Kevin membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya.

"Vin, gue gak tau gimana takdir yang Tuhan atur. Gue gak tau bisa bareng sama lo terus atau enggak. Tapi, ada satu hal yang sekarang ini jadi prinsip baru gue."

Perlahan aku memegang tangan Kevin yang berada di atas meja, aku menggenggamnya dengan erat. "Gue gak akan pernah ngelepasin tangan ini, gue akan terus berusaha pegang tangan ini. Sampe nanti Tuhan sendiri yang ngebuat gue jauh dan gak bisa pegang tangan lo lagi."

Aku merasa Kevin ikut menggenggam erat tanganku. Dia menatapku dengan pandangan teduh lalu memberikan senyum manisnya.

"Gue juga, Ta. Gue gak akan pernah ngelepasin lo." ucapnya dengan serius.

"Jangan pernah bosen sama gue, jangan pernah nyerah sama gue. Karena gue gak bisa di titik ini tanpa lo." dia mengusap pelan punggung tanganku.

"Lebay lo." balasku sambil terkekeh pelan, aku berusaha mengubah suasana.

"Ck, bodo amat deh." Kevin berdecak dan melepas tanganku, dia kembali fokus menikmati steak.

"Besok gue simulasi, lo dateng, kan?" tanyanya.

Aku sejenak termenung mendengar pertanyaannya. Benar juga, besok beberapa atlet akan melakukan simulasi untuk Sudirman Cup. Walaupun aku kembali ditunjuk untuk ikut serta dalam membantu simulasi itu, tapi aku tidak bisa berlama-lama.

Sepupu perempuanku yang bernama Valle akan melangsungkan pernikahan beberapa hari lagi. Dia memintaku untuk membantu persiapan pernikahannya. Dan, besok adalah hari fitting baju. Valle tidak ingin pergi ke butik jika bukan aku yang menemaninya.

"Dateng, gue kan disuruh bantu persiapannya. Tapi, gue gak bisa lama. Mungkin sampe ganda putri doang."

"Lah, emangnya kenapa?" Kevin menatapku dengan pandangan terkejut.

"Sepupu gue mau nikah, dia minta dianter ke butik buat fitting baju." balasku.

"Sepupu lo nyusahin banget."

Another Chance {Kevin Sanjaya}Where stories live. Discover now