#12 Jadi Ibuku Juga, ya

784 154 23
                                    

Tangan lelaki tampan itu sudah dipenuhi oleh pakaian dengan warna yang senada. Setelah perdebatan, akhirnya diputuskan warna biru yang akan triplets kenakan.

"Kemari, Ayah akan mendandani kalian." Jungkook duduk sambil bersandar pada sofa, menunggu 3 anaknya yang kini masih menggunakan handuk kimono, menghampiri. Namun, baru beberapa detik, lelaki itu sudah mengusap kasar wajahnya lalu beranjak. Tentu, ini membuat triplets mulai berlarian.

"Dapat." Jungkook menggendong Jisung yang kini mulai tertawa. Ia sudah tahu betul pasti 3 balita itu akan berlari agar dikejar. Namun, dengan tubuh yang masih basah tentu akan begitu berbahaya, bukan? Bagaimana jika mereka terpeleset lalu akan ada paduan suara dadakan nanti? Jungkook paling menghindari itu. "Jangan berlari atau kalian akan jatuh."

"Tidak mau sebelum Ayah menangkapku."

"Terus berlari atau pakai baju lalu pergi sekolah?" Tawaran itu terdengar cukup menarik, membuat Jihyun dan Jina akhirnya berhenti berlari tanpa arah kemudian berlari menuju sofa. Jungkook mengembuskan napas berat melihat betapa banyaknya jejak air di lantai. Setelah memasak, ia harus mengeringkannya atau triplets akan jatuh.

Jungkook memakaikan minyak telon untuk triplets secara bergantian. Kemudian, ia beralih pada pakaian. Pagi hari memang cukup melelahkan bagi lelaki itu. Apalagi, 3 balita nakal itu sering membuatnya kewalahan dengan berlarian. Contohnya seperti tadi. Mereka akan mulai berlari saat sang Ayah membawa pakaian mereka.

Memakaikan pakaian bukan hal terakhir yang harus ia lakukan, tapi itu adalah awalnya. Kini tangannya sudah menggenggam sisir juga ikat rambut untuk Jina. Putri kesayangannya itu sering meminta sang ayah untuk mengikatkan rambut. Padahal, rambut Jina belum terlalu panjang. Namun, tetap saja, Jina selalu ingin rambutnya diikat dua dengan jepit warna sebagai pelengkap.

Jungkook meletakkan sisir itu ke tempatnya kemudian beranjak menuju dapur. "Anak-anak, duduklah di kursi masing-masing. Ayah harus mengepel lantai."

"Ayah, tapi aku ingin pipis," ujar Jisung sambil mengangkat tangan mungilnya. Tentu, sang ayah mulai menghela napas sebelum menggendongnya.

Jungkook memang terbiasa dengan hal semacam ini. Namun, ia tetaplah seorang manusia yang terkadang ingin sekali marah. Apalagi, saat triplets mulai membuat banyak kekacauan. Tapi apa boleh buat? Marah juga tidak akan membuat mereka menurut. Itu yang ia pelajari dari buku parenting yang ia beli. Ia juga terkadang belajar langsung dari pengalaman kakaknya Heesung.

👶🏻👶🏻👶🏻

Dengan menggendong Jina dan menggenggam tangan Jisung, sudah bisa dipastikan ada drama baru selain berlarian setelah mandi. Apalagi, wajah Jina juga terlihat merah karena habis menangis. Lelaki itu menghela napas lalu memasuki sekolah triplets. Ia harus mengisi daftar hadir. Namun, ia bingung bagaimana ia harus melakukannya.

"Jina, turun dulu, ya, Ayah harus menandatangani ini." Bujukan Jungkook sangat sia-sia. Jina menggeleng kemudian kembali menangis, membuat sang ayah menghela napas lagi. Hari ini suasana hati Jina sangat buruk. Apalagi setelah  terjatuh.

"Jina sayang, mau bersama bibi?" Dengan kaus berwarna putih dilengkap outer rajut berwarna beige, ia mengulurkan tangan, berharap Jina mau digendong olehnya. "Ayah harus menulis sesuatu di kertas itu. Jina dengan bibi saja, ya?"

Tzuyu tersenyum saat Jina mengangguk. Ia pikir Jina akan sangat menempel pada Jungkook jika sedang seperti ini. Tak lupa, ia juga mengajak Jihyun serta Jisung untuk ikut dengannya masuk ke kelas.

Ruangan itu sudah dipenuhi para orang tua juga anak mereka. Mereka nampak kompak dengan menggunakan pakaian yang senada. Hanya triplets yang hanya memiliki Ayah mereka dan itu sudah cukup untuk membuat Tzuyu ikut sedih. Namun, ia harap triplets tak merasa demikian. Lagi pula, mereka masih sangat kecil. Bahkan, mereka bisa dengan polosnya mengatakan Ibu mereka tidak ada.

Lithe✅Where stories live. Discover now