04.00 Tante Sera: Hujan di Jembatan Itu

3.1K 899 9
                                    

"Tapi, bagaimanapun dunia mencengkram luka, meski takdir bertubi-tubi memberi duka. Walau hanya bagian terkecil tak berguna. Kamu tetap menjadi salah satu alasan milik semesta."

"Kai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kai." Sera menepuk punggung anak laki-lakinya pelan. Pada sofa panjang dapur kafe, Kai menatap kosong lantai putih keramik. Bang Agus yang sedari tadi bolak-balik hanya mengedikan bahu tidak mengerti caranya mengembalikan mood Kai.

Sera menghembuskan napas panjang menggenggam erat jemari panjang sang putra mengelus pipinya lembut.

Ah, raut suram itu kembali lagi dengan alasan berbeda berlandaskan kehilangan.

Hatinya tertohok begitu dalam, penyesalannya tahun-tahun dulu tidak boleh ia lakukan lagi kini.

"Kenapa?" tanya pelan. Kai menoleh detik kemudian membuang muka.

"Ciera ya?" tanyanya lagi. Anak laki-laki itu hanya menghela napas, Sera tersenyum lembut mengacak rambut ikal itu kian kacau, sebelah tangannya menggenggam tangan Kai erat tak ingin melepaskan.

Bayang-bayang memutar.
Itu merupakan luka lama keluarga mereka. Tidak ada kehilangan yang berakhir indah, tak ada manusia yang mau merasa kehilangan.

Kehilangan tercipta karena rasa memiliki serta keterbiasaan akan kenyamanan.

Kenangan-kenangan memang tetap utuh tersimpan, tapi hari-hari terjalani terasa begitu menganjil tanpa orang yang sama.

Sera barangkali bukan ibu hebat, ia mungkin sudah gagal menjadi ibu yang baik. Bagaimana ia menemukan Tasya beberapa tahun lalu adalah guncangan terberat mengempur hidup mereka.

Anak perempuan yang menjalani hari penuh senyuman, penuh cerita-cerita konyol. Yang mengisi meja makan mereka dengan beberapa lelucon tak berguna. Membuat Kai tersedak setiap minum ketika ia mengejutkannya tengah malam diam-diam membuka pintu kulkas.

Anak perempuan yang membawa banyak kericuhan dalam keluarga mereka. Bagaimana tawa melengking itu mengisi setiap ruang-ruang kosong keluarga. Bagaimana caranya menjahili saudara satu sama lain hingga tersungkur depan tipi penuh warna gosong wajan.

Anak perempuannya yang terlihat begitu sangat bahagia, tanpa kekurangan, tanpa ada raut kesedihan ketika ia masuk ke dalam rumah mereka.

Pada pagi hari itu, pada pagi hari cerah tak terlupakan Rabu itu. Sera berteriak kencang, tangannya bergetar jatuh dari kenop pintu mengundang dua para lelaki rumah mereka berbondong-bondong menuju kamar Tasya.

Anak perempuannya nan tampak bahagia itu ternyata adalah kebohongan belaka.

Kamar bernuansa merah muda tersebut mendadak abu-abu, ayah menerjang masuk memangku tubuh beku dingin sang anak kaku. Rambut panjang coklat itu berantakan. Butir-butir pil tidur berserakan pada karpet kamar. Botol parfum yang kosong tergeletak mengisi kehampaan.

Surat Untuk JanuariWhere stories live. Discover now