15.08 Surat: Gerbang Sekolah

2.4K 871 75
                                    

Teruntuk bulan Januari.

Kamu tau rasanya pengen pulang tapi gak tau tempatnya di mana? Aku bisa balik ke kontrakan kecil buat tidur, istirahat atau ngerjain tugas sekolah.
Pulang yang kumaksud berupa orang yang nyambut kamu setiap kali menginjakan kaki ke dalam rumah. Sedangkan aku gak punya orang yang dimaksud itu. Aku gak punya.

Makanya, rasanya seneng aja kalau seandainya papa tiba-tiba jemput aku buat ikut dia atau seandainya mama nemuin aku buat ngobrol panjang.
Kedengeran, mudah banget gak sih? Pasaran banget lagi. Tapi kayaknya emang mustahil. Aku pernah baca, ada sesuatu yang rusak kalau diperbaiki malah makin hancur. Mungkin bener. Aku berhenti berharap punya keluarga harmonis, tapi aku gak pernah berhenti berharap untuk tinggal di antara salah satu dari mereka. Tapi kalau seandainya ini juga sama mustahilnya.

Aku cuma pengin satu hal. Aku pengen diingat, aku pengen dianggap ada.

Banyak hal konyol yang aku lakuin cuma buat kesenangan pribadi, contohnya. Kadang aku bolos sekolah atau telat sekolah cuma buat nunggu depan gerbang SD untuk ketemu Papa.
Papa gak tau aku siapa, papa udah punya princess barunya. Satu-satu yang aku lakuin di sana cuma, ketemu lalu balik. Udah itu aja. Aku cuma kangen aja. Waktu kecil, aku pernah ngerasain digendong sama dia, waktu kecil aku pernah dicium kening sama pipinya, waktu kecil aku pernah dipeluk erat, waktu kecil aku pernah dengar suara lembutnya muji aku. Waktu kecil aku denger banyak cerita lucu dari Papa.
Sekarang aku udah besar, bukan anak kecil lagi. Menjadi besar berarti memiliki banyak perubahan, jadi wajar kalau papa gak inget wajahku lagi.

Dan aku ke sana bukan buat ngenalin diriku yang besar ini sebagai anaknya, tapi aku ke sana cuma untuk meyakinkan diri sendiri bahwa ketika aku lahir ke dunia, aku pernah punya papa.

Ciera Pelita.

Desau angin menyerbu permukaan kulit wajah, suara gesekan dedaunan serta ribut knalpot jalanan adalah ciri khas sibuknya orang-orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Desau angin menyerbu permukaan kulit wajah, suara gesekan dedaunan serta ribut knalpot jalanan adalah ciri khas sibuknya orang-orang. Gumpalan-gumpalan kelabu mulai berkumpul satu, sinar matahari telah lebih dulu menyembunyikan diri. Di antara lalu lalang manusia pada trotoar, Ciera menepi mendorong sepedanya perlahan.
Bibirnya pucat dengan rambut sebahu agak berantakan, seragam sekolah masih melekat pada tubuh berbalut jaket marun kusam. Hari ini ia memilih bolos lagi, entah sudah berapa kali dalam semester ini, tapi dia hanya ingin.
Siang hari dengan langit yang siap menyerbu pasukan airnya turun, Ciera menunggu seberang sekolah dasar sana, menatap pintu gerbang dengan tatapan tajam. Memarkir sepedanya lalu memilih duduk pada halte bus berkarat dalam kerumunan orangtua lainnya.

Matanya meneliti setiap orang dewasa yang tengah menunggu anak-anak mereka depan gerbang, mengobrol satu sama lain atau sibuk dengan ponsel pintar masing-masing.
Manik Ciera beralih menengadah menatap angkasa, embus napas panjang keluar.

Surat Untuk JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang