B A B 14

126 36 86
                                    

"Ikhsan yang telah membuat kamu sampai seperti ini. Dialah yang menyuruh sopir truk yang menabrak kamu waktu itu. Dia berniat untuk membunuh kamu, Ainsley. Dan kakak minta sama kamu, jangan dengan cepat memaafkan laki-laki berengsek itu. Dia harus merasakan apa itu penyesalan. Dan dia sedang di penjara sekarang, dengan akan di penjarakan selama lima tahun," jawab Vadim dengan nada dingin.

Setelah beberapa menit terdiam, Vadim akhirnya membuka suaranya untuk menjawab pertanyaan Ainsley.

Ainsley menatap kosong ke depan. "Ini salah Ainsley. Seharusnya Ainsley tidak masuk ke kehidupan keluarga ini. Pasti kakak tidak akan melakukan hal ini, dan dia tidak akan masuk penjara. Justru dengan hal ini, Ainsley sedikit merasakan bahwa kebenciannya kepada Ainsley akan semakin besar, dan semakin susah untuk dihilangkan," ujar Ainsley dengan masih menatap kosong ke arah depan.

Tiba-tiba Aqila bersujud di kaki Ainsley. "Kakak mewakili kakak kamu meminta maaf sebesar-besarnya, sayang. Tetapi, kakak mohon sama kamu buat dia merasakan penyesalan yang teramat dalam. Dan dia dapat merenungi apa yang dia telah lakukan. Soal ucapan kamu tadi, kakak juga sedikit berpikir seperti itu, namun apapun yang terjadi, kesalahan ini sangatlah besar, sayang. Kamu di antara hidup dan mati saat itu, dan berjuang keras untuk sadar kembali, lalu kamu akan memaafkannya begitu saja, dan melupakan semuanya seolah-olah tidak ada yang terjadi?" lirih Aqila.

"Bangun kakak! Jangan melakukan ini. Kakak tidak boleh seperti ini. Ayo bangun kakak Aqila!" perintah Ainsley dengan berusaha menggoyangkan kakinya yang dipegang oleh Aqila, namun tidak bisa. Ia hanya membuang-buang tenaganya saja.

Aqila dengan pelan berdiri tegak. Air matanya mengalir di pipinya. Tidak seharusnya Ainsley mengalami hal ini, dan itu disebabkan oleh suaminya sendiri.

"Jangan pernah kamu ucapkan kembali kalimat tadi! Kamu adalah adiknya kakak, anak keluarga ini, bagian dari keluarga ini. Kamu bukan orang asing!" geram Vadim atas ucapan Ainsley yang menurutnya adalah salah, karena Ainsley adalah adiknya dan juga keluarganya, bukan orang asing.

Ainsley menundukkan kepalanya dengan dalam. "Aku mau ke kamar," lirih Ainsley.

Aqila langsung mendorong dengan pelan kursi rodanya, menuju ke lift.

Keadaan masih hening setelah kepergian Ainsley ke kamarnya.

"Kembalilah bekerja," pinta Fida dengan tersenyum kepada para asisten rumah tangga, sopir, satpam, dan bodyguard yang berada di ruang keluarga tersebut.

Mereka semua menganggukkan kepalanya, lalu kembali menuju ke tempat masing-masing, dan kembali bekerja.

Mereka tidak punya hak untuk ikut campur urusan keluarga Jagravi ini.

Jam terus berjalan, sampai malam pun tiba. Bintang-bintang dengan indah menghiasi gelapnya langit malam.

Ainsley menatapnya. Ada satu bintang yang terlihat paling bersinar di atas sana.

"Kalian semua sangat cantik. Bersinar, menerangi gelapnya langit malam. Kalian mau tahu sesuatu? Aku sangat menyukainya. Menyukai cahaya bintang yang begitu indah dilihat oleh mata. Jika bisa, aku ingin melihat kalian lebih dekat lagi," batin Ainsley dengan tersenyum manis.

Sumber kebahagiaannya dan senyumannya, hanyalah sederhana. Yaitu, melihat bintang-bintang yang ada di langit malam, dengan bulan yang menemaninya.

Senyumannya memudar setelah mengingat sesuatu.

"Darshan. Apa kabar kamu? Kamu enggak rindu sama aku ya? Kamu bilang aku itu bintang, dan kamu adalah gelapnya langit malam. Kamu juga bilang kalau bintang memang tidak selalu terlihat. Tapi, dia selalu ada. Dan, Bintang datang untuk membuat langit malam menjadi lebih terang. Yang berarti aku datang untuk membuat hidupmu lebih cerah, apa itu maksud dari perkataan kamu waktu itu Darshan?" batin Ainsley dengan menatap sebuah foto yang ada di album.

PARALYSED [END]Where stories live. Discover now