Prolog

58 14 7
                                        

• • •

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

• • •

Halo teman-teman! Saya mencoba untuk merevisi beberapa ataupun semua chapter--kemungkinan. Tapi key ataupun penulis cerita ini tidak akan merubah ceritanya, hanya perlu sedikit penambahan kalimat, ataupun mengoreksi kalimat yang salah, agar kalian nyaman membaca karya atau kisah fiktif ini.

Untuk kalian yang baru baca, welcome. Silahkan nikmati cerita disini tanpa harus membandingkan atau menjatuhkan, Key senang menulis, dan membaca. Apapun yang ada dipikiran dan alur terlintas untuk di cerita ini akan Key tulis, this is just make me happy. Jika kamu tidak menyukainya, left. that's so simple.

Key atau penulis cerita ini berharap untuk kalian semua yang membaca kisah ini untuk bantu memberi dukungan sebagai apresiasi karna kalian telah menyukai cerita ini, sebelumnya terima kasih untuk kalian yang selalu menunggu ataupun memberi dukungan untuk cerita ini. Key tau kalian adalah pembaca atau penikmat karya ini yang bijak.

with, love.

~

Dentuman suara musik diruangan yang cukup luas ini membawa pengunjung disini semakin menikmati acara, dengan bau-bau alkohol yang sudah menyebar diseluruh penjuru ruangan, membawa beberapa dari mereka menikmati acara hingga mabuk dilevel tinggi.

Disini mereka Ragendra dan teman-temannya.

"Minum lagi kali, Gen" ajak temannya itu, Ragen hanya merespon dengan gelengan dan kembali memainkan ponselnya.

Tak selang beberapa menit kemudian, Ragen mulai merasa jenuh. Untuk pertama kalinya, dia disini.

"Kenapa?" tanya Aska saat melihat raut wajah Ragen, seperti orang kebosanan.

Ragen mendengkus kesal, melirik Aska, membuang tatapannya ke asal arah, tanpa berniat menjawab pertanyaan itu. Namun tanpa menjawab pertanyaan itu membuat Aska paham dari raut wajah Ragen.

"Kalo mau cabut, cabut aja kali." sahut Vano, sambil meminum yang bercampur alkohol tsb. Ia yang juga merasa perubahan Ragen, namun Ragen juga tetap tak merespon.

"Lagian lo, sih, yang mau minta ikut! Lo sendiri yang bosan, tapi ngeyel aja mau minta ikut". Omel Areo pada Ragen, layaknya seorang ibu sedang memarahi anaknya.

Vano melirik seluruh penjuru ruangan dunia malam itu, Vano juga melirik yang juga berdatangan, namun tatapannya terhenti pada satu gadis di ujung sana.

"Caca...?!" lirih pria itu pelan saat melihat Caca dengan cowok seumurnya.

"Gen, itu Caca bukan?" tanya Vano pada Ragen, Ragen dan teman-temannya mengikuti arah pandangan Vano, memicing matanya untuk memperjelas pandangannya di ujung sana.

shit umpat nya--

BRAKK!!

Cowok itu membanting botol alkohol yang ada di depannya dan berlari menghampiri Caca yang bersama cowok lain, Ragen melihat perlakuan pria itu pada Caca, sepertinya pria ini butuh asupan malam ini.

"Lepasin." titahnya dengan dingin dan menatap intens pria itu.

"Lo mau gue lepasin dia? Lo pikir lo siapa? Dia cewek gue!" ucapnya meremehkan Ragen yang terlihat dingin.

Ragen melihat Caca yang sangat risih dan ingin menahan tangis di pupil matanya.

"Lepasin atau gue bikin nyesel?"

"Ga akan. gue mau seru- ser----"

bughh

brakkk

"mati Lo anjing"

"Gen, udah! Mati nih anak orang". lerai Areo dan teman-teman nya yang lain, Ragen yang nafasnya sudah memburu, melihat kondisi yang ia terkam mendapatkan ekspresi memohon pada Shaka, ia benar-benar ingin menerkam pria ini.

memang itu yang gue mau, bego!

Dengan cepat Ragen menarik Caca keluar dari area dunia malam itu. Meninggalkan teman-temannya dan juga pria bajingan itu.

"Lo jual diri?" tanya Ragen meremehkan.

Caca kaget, ia tak menyangka bahwa kata-kata itu keluar dari mulut Ragen.

plak.

Caca menampar cowok dihadapannya ini, "Serendah-rendahnya aku, aku ga akan pernah untuk berfikiran kaya gitu!" teriaknya, ia tak tahan, air matanya jatuh, air mata yang tak dapat ia bendung lagi, air mata yang sudah ia tahan daritadi.

Bodoh. kata itu mengelilingi kepala Ragen karena telah mengucapkan kata itu.

Ragen memandang gadis di depannya ini, dari atas hingga bawah. Namun pandangannya terhenti pada luka ditangan Caca, luka yang tidak bisa dibilang luka kecil, luka itu masih mengeluarkan darah sisa disana.

"Tangan lo. Kenapa?". Dengan cepat Caca menyembunyikan lukanya.

"Lo tutup juga tetep gue tanya." ujarnya lagi dengan sikap dingin.

"Bukan urusan kamu. Caca mau pulang, makasih buat tolongan dan hinaan-nya". lirihnya lalu ingin meninggalkan Ragen disana, namun dengan cepat Ragen menarik tangan mungil Caca.

"Gue anter." ujarnya, namun tak dapat respon dari Caca, ia tetap diam. Dengan cepat Ragen mengambil motornya.

"Naik", ucapnya lagi. Caca masih tetap bergeming, kekeuh tak mau naik.

"Naik, Aqeela Caca Rafiuella." ujarnya dengan sedikit penekanan, membuat Caca sedikit ciut, lalu ia menaiki motor besar Ragen, Ragen melajukan motor itu.

• • •

so? this is a prolog, guys! I hope u like this.

see u next!

RAGENDRA [TAHAP REVISI]Onde histórias criam vida. Descubra agora