ExPr 1

23 9 1
                                    

-Tak semuanya akan berakhir bahagia karena nyatanya ada sebuah cerita baru dari cerita, ada langkah baru dari jejak yang tertinggal.-

Beberapa hari setelah kepergian Arensha yang mendadak. Penyelesaian kasus masih berlanjut. Kasus yang terjadi mulai terlihat hasil akhir nya. Tersebarnya kabar pembunuhan berantai ini sempat membuat masyarakat gempar, apalagi yang menjadi taget nya anak sekolah. Hal itu membuat ibu-ibu protrktif dengan anak-anak.

Namun kegemparan itu berakhir setelah kabar sang pelaku telah meninggal akibat kecelakan mobil. Berita duka pun menyebar setelah kabar kecelakan itu menyebabkan dua orang meninggal satu berinisial L sang pelaku pembunuhan dan satu lagi gadis remaja berinisial A.

Sudah satu minggu berlalu, kesedihan masih terasa di keluarga Melda. Apalagi Erin, ia sama sekali tak beranjak dari kamarnya atau bisa di sebut masih terpukul. Erin sama sekali tak peduli dengan kamarnya yang di penuhi pecahan atau barang-barang lain nya yang berserakan.

Merinsya terbangun dari tidur nya yang meringkuk di atas lantai dingin sambil memegang kepalanya pusing. Ia berdiri menahan tubuhnya yang benar-benar lemas, tak bertenaga. Kemudian duduk di atas meja belajar, matanya yang masih sulit menatap dengan jelas. Memaksakan diri menatap beberapa kertas putih dan membuka kotak putih yang beberapa hari belakangan ini ia abaikan. Setelah Hintar memberikan nya satu minggu lalu tepat setelah menghilang nya Arensha.

Erin mengambil satu demi persatu barang yang berada di dalam kotak itu.

^ Toples teh

^Boneka kucing kecil

^Dream chater

^Gelang bandul bintang kecil

^Buku harian ren.

Erin membuka setiap halaman yang kosong tanpa tulisan, hanya lembar kosong. Sampai di dua halaman terakhir Erin memaksakan matanya untuk membaca tinta hitam itu.

8 Oktober 2019

Pagi ini aku dan Merinsya bertengkar. Tak tau kenapa tapi merinsya menjadi sangat tempramental belakangan ini, waktu itu aku hendak menemui dokter psikiater ku, namun di tengah jalan mobil yang aku tumpangi tertabrak dengan mobil hitam sport awalnya aku bersikap biasa saat si pengemudi mobil itu mengetuk kaca mobil ku, tak ada perasaan curiga meski pakaian hitam, topi dan mesker itu yang menutupi wajah nya. Aku membuka kaca mobil dan mengangguk kemudian bicara tidak papa.

Dan sapu tangan itu melayang menutupi hidung aku setelah itu kesadaran ku menghilanh yang ku ingat semuanya gelap. Akhirnya kersadaran aku kembali, di sebuah gudang lama, sarang laba-laba sampai debu membuat aku terbatuk beberapa kali. Peneran dari lampu neon yang terlihat mulai meredup menyulitakan ku untuk melihat sekeliling dengan jelas. Ruang gerak ku pun sedikit menyadari kedua tangan dan kakiku terikat di kursi yang sedang ku duduki.

Meski setengah gemetaran, aku berusaha mengendalikan pikiran ku. Tali yang mengikat ku pun berusaha aku lepas. Tak peduli dengan rasa sakit di pergelangan tangan ku. Langakah menggema itu menghentikan aksi ku. Sepatu hitam sudah berdiri beberapa langkah di depan ku aku mengumpulkan kebenarian untuk mendongkak melihat sosok bertopi hitam itu mucul sambil membawa balok kayu, aku terdiam seolah mencoba menebak nebak siapa orang yang berada di depan ku, entah kenapa aku merasa tidak asing. Kepalaku berputar cepat setelah itu menatap orang di depan ku dengan rasa terkejut.

Dia kak Leon teman kampus kak juna sekaligus pemilik Cafe Lambum. Aku mengeryit heran sekaligus tak percaya, saat Kak leon mulai melepas masker hitam itu. Beberapa kali aku membuka mulutku hendak bertanya, namun suara ku tercekat tak sanggup bertanya. Kak Leon menatapku tanpa ekspresi, tatapan dingin pertama kali yang aku lihat, selama aku mengenal nya.

Kami memang tak terlalu dekat hanya sempat beberapa kali menyapa dan saat aku mengunjungi cafe nya sekali.

"Main sama lo gak ada serunya" ujar Kak Leon sambil menarik kursi dan mendudukinya tepat di depanku.

"K-kak leon?" panggil ku mencoba membenarkan pikiran ku bahwa orang yang berada di depan ku memang kak Leon.

"Gue pikir lo bakal kayak adik gue" ujar Kak Leon kembali.

"Adik?" tanyaku heran

"Gimana mata adik gue, yang bokap lo ambil itu" ujar kak Leon dingin, sambil mengangkat tangan nya yang memegang sebuah pisau lipat.

"Jadi?" gumam ku, sambil mengingat lagi kejadian 10 tahun lalu di mana ayahku, kembali dengan kabar bahwa pendonor untuk ku telah ada dan gadis kecil itu adalah adik Kak Leon. Jira adik Kak Leon, pendonor mata ku.

"Bokap lo gak punya hati sama sekali. Setelah ambil mata adik gue. Bokap lo pembunuh, lo juga pembunuh" teriak Kak Leon tepat di depan ku, emosi nya meledak membuat tubuh ku kembali bergetar ketakutan.

"Lo pembunuh" teriak Kak Leon

"Gue bukan pembunuh" teriak ku dengan nafas tak beraturan penuh emosi.

PLAKK suara tamparan itu menggema, tamparan yang melayang tepat di pipi ku terasa ngilu, rasa perih juga membuatku meluruhkan tangisku yang sejak tadi ku tahan sekuat tenanga.

"Tiap gue liat mata lo, gue gak tahan buat ambil mata itu. Adik gue bakal nyelesain teka-teki itu setelah melihat kejadaian nya langsung. Tapi lo-" ujar Kak Leon sambil menunjuk ku."Ternyata bodoh"

"Kak Leon yang pembunuh bukan Ren." gumam ku asal. Kepala ku kosong.

Kak Leon mendekat dan mencekik leherku dengan kencang, aku terbatuk-batuk mencoba mencari pasokan udara, paru paru ku sakit mulut ku terus saja mencoba mengucapkan sebuah kata, tapi nihil hanya suara gagu yang tak pernah di mengerti, sedangkan Kak Leon terlihat tak peduli, mata nya bahkan lebih dingin. aku yang mulai menyerah, tubuh ku lemas.

"Gue emang pembunuh, tapi lo juga yang bunuh adik gue" ujar Kak Leon yang semakin kuat mecekik leherku, mataku perih, dan air mata lolos dengan mudahnya dari mataku saat itu juga mata ku melemah, kesadaran ku pun mulai menghilang. Satu kata yang terlintas di kepala ku.

'Mati, aku ingin mati'.

Satu kata itu mengakhiri catatan Ren, Erin menutup wajah nya pucat itu dengan tangan nya. Tangis nya luruh kembali, Erin tak tau apa-apa selama ini. Bagaimana bisa Ren menyimpan nya sendirian.

Erin menghapus air mata nya kasar. Tangan nya menyentuh ponsel.

"29 Oktober"

Satu nyawa terselematkan.

"Ren lo berhasil mertahanin satu nyawa" gumam Erin dengan sedih.

Story Red Eyes: Playing Eyes (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang