12. Permainan Dunia

55 33 162
                                    

Selamat membaca! 💘

---

Mau ditepok juga nih kepala, gak bakalan tidur. Pada dasarnya kayaknya ada yang salah sama nih keju. Masa iya harus nunggu 24 jam dulu?

Berat banget, coi. Pengen protes dikit. Walaupun punya mata transparan, percuma kalo gak bisa ngomong. Huh, asli. Orang dongo beneran. Eh, keju dongo maksudnya.

Lagi menghayati keadaan dikit. Ini rumah ternyata gak seserem itu. Beda jauh sama Dunia tempat aku tinggal. Kalo disana kayak rumah hantu, disini mirip rumah peri.

Benaran berwarna. Walau sekarang lagi mati lampu, tapi mata transparan gak bisa salah. Meja pujaan ayah yang biasa ayah duduki aja beda, tuh. Malah berubah jadi kursi piknik.

Ruang dapur yang isinya cuma piring, disini malah ada kulkas. Terus kulkasnya ada dua lagi. Disini juga ada lemari piring, jadi tertata rapi. Gak kayak di Dunia sebelah. Boro-boro lemari, piring aja ada dua.

Haha, kan aku hidup sendiri.

Ngomong-ngomong, apa aku beneran gak bakalan tidur? Aku lirik jam di dapur udah pukul satu dini hari. Beratnya melawati jam dua belas tadi. Diantara angka jam yang ada, cuma dia yang terasa lama dan mencengangkan.

Jangan heran, gini-gini juga aku keju penakut. Rumah ini juga kan, rumah horor di Duniaku.

Tuing!

Keajaiban apa ini? Aku langsung takjub sama diriku sendiri. Tau? Aku berubah jadi manusia! Manusia telanjang, babi!

Mataku sampe hampir keluar. Untung si Pencabut nyawa—Sinta maksudnya, yang ngeliat pemandangan ini.

"Cepet balik ke Dunia asal." Sinta berucap tegas sambil menutup mata.

Hah? Oh! Kain, oh kain, aku butuh sesuatu yang menutupi tubuh murahan ini.

Tiba-tiba dia ngelempar aku handuk yang cukup panjang. Kebetulan warnanya putih lagi. Bisa gitu, yak? Padahal tadi ditangannya kosong.

Dengan secepat kilat aku menutupi tubuhku yang polos ini. Meski sudah tidak sepolos itu. 

"Katanya 24 jam," ceplosku gak bersyukur banget.

Si Sinta malah melototin aku. Dan itu bikin aku sadar. "Segera pergi." Kok auranya beda.

"Gimana caranya?" beoku yang sebetulnya gak ikhlas.

Bukannya gimana, ya. Logikanya, ngapain juga aku balik ke Dunia biadab itu? Keluarga juga gak ada, apalagi teman. Lebih baik disini, kan? Ada Ibu sama Nenek juga. Oh iya, aku juga sebetulnya belum sempet ngomong sama Nenek di Dunia ini. Aku juga mau hukum Argas, hehe.

Gak papa kan, berubah jadi Pendosa sesekali? Gak berpengaruh juga sama wajahku yang indah nan imut kiyowok ini.

"Jangan berontak."

Itu kalimat terakhir yang manusia aneh itu katakan. Tau apa yang terjadi setelahnya? Aku tidur tanpa tau apa yang dia lakukan. Curiga dikit. Kayaknya dia belajar ilmu sihir?

Kya! Hebat dong? Gak heran lagi. Kenapa gak gabung ke dunia Dewa aja tuh orang?

Dumn!

Lagi asik tidur, malah ditepok. Aku buka nih mata gak transparan, eh ternyata Pencabut nyawa udah jemput. Padahal malam kemarin adalah malam teryenyak yang aku dapetin setelah tragedi itu.

Ingat, aku bukan anak piatu lagi. Aku punya ibu!

Hah, kenapa sih?

"Kok.., lo jadi manusia?" Lah bebek? Ada gerangan apa pagi ini?

TABELARDWhere stories live. Discover now