Part 3

3.2K 318 3
                                    

CINTA UNTUK ARFAN


Seorang pria dengan setelan baju koko berwarna cream dengan sarung yang senada tengah berdiri di balkon kamarnya, tangan nya menggenggam tasbih digital yang ia temukan siang tadi. Arfan terus memikirkan bagaimana caranya ia mengembalikan tasbih ini pada pemiliknya, ia bahkan tidak tau tempat tinggal wanita itu.

Ini sudah malam namun ia tak kunjung tidur, dari atas balkon ia bisa melihat beberapa pengurus pesantren yang tengah patroli. Takut takut ada santri yang melanggar ataupun kabur dari pesantren. Semakin malam udara sangat dingin ia memutuskan untuk masuk dan menutup pintu balkon. Ia meletakkan tasbih itu di dalam laci lemarinya.

Suara ketukan pintu membuatnya menoleh, ia berjalan lalu membuka pintunya. Arfan tersenyum melihat Bundanya berdiri masih mengenakan mukenah nya.

"Loh kamu belum tidur?"

"Arfan baru mau tidur Bunda," jawabnya lalu berjalan mengikuti sang Bunda.

Rara duduk di atas karpet bulu yang ada di kamar Arfan, pandangan nya mengarah pada setiap sudut kamar putranya. Arfan berjalan mendekat lalu tertidur di pangkuan Bundanya.

"Waktu begitu cepat, putra Bunda yang dulunya sangat manja sekarang sudah sebesar ini," tutur Rara sambil mengusap kening putranya.

"Arfan tetap putra kecil Bunda kok."

"Iya kamu tetap pangeran kecilnya Bunda." Rara mengecup lembut kening putranya.

Arfan nya sekarang sudah sangat dewasa, dulu putranya yang berhasil membangunkan Rara disaat selesai melahirkan nya. Saat mendengar cerita itu air mata putranya tak kunjung berhenti. Arfan tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya ia jika tanpa sosok seorang ibu.

"Bunda malam ini Arfan tidur di pangkuan Bunda boleh?" tanya Arfan sedikit mendongak melihat wajah Bundanya yang terdapat beberapa kerutan di wajahnya.

Rara tersenyum hangat kemudian menganggukkan kepalanya. 

"Kamu putra kecil Bunda Arfan selamanya akan tetap seperti itu," guman Rara yang tidak di dengar oleh Arfan sebab putranya sudah terlelap.

*   *   *   *

"Arfan! Jangan banyak tingkah turunin Mocy aku!" Aisyah, putri pertama Aya dan Gus Danu itu tengah berkacak pinggang. Ia marah pada Arfan yang sengaja mengangkat tubuh kecil Mocy, Ayam kesayangan nya.

"Digoreng enak kali ya," ucap Arfan asal membuat Aisyah semakin murka, ia berjalan mendekat lalu memukul lengan Arfan dengan sapu.

"Arghh...iya ampun, aku gak bakal goreng Mocy kakak tapi nanti aku bakal panggang dia."

"ARFAN!" teriak Aisyah kemudian berlari mengejar Arfan yang terus bersembunyi dari amukan nya, kedua tangan Arfan terangkat Ayam milik Aisyah masih berada di tangan penjahat itu.

"Ayolah kak ini cuma ayam."

"Cuma kamu bilang? Itu bukan sembarang Ayam tau gak! Cepet balikin," geram Aisyah mengambil ancang ancang akan memukul Arfan kembali.

Aisyah dan Arfan keduanya memang seperti itu, sedari kecil mereka tidak pernah mau berdamai. Arfan dengan tingkah nya yang membuat semua orang pusing. Tapi laki laki itu akan menjadi sangat dingin jika bertemu dengan orang yang baru ia kenal. Dan Aisyah dengan kelakuan bar bar nya, sifat Aya benar benar menurun pada putri pertamanya itu.

"OM ZAKI ARFAN MAU BUNUH AYAM AKU NIH!" adu Aisyah membuat Arfan kalap, ia segera menurunkan ayam kecil itu lalu berlari dan bersembunyi dibalik pohon.

Para santri yang berlalu lalang memperhatikan keduanya, mereka sesekali dibuat geli dengan tingah laku Ning dan juga Gus nya itu. Ning Aisyah sangat berbeda dengan Ning Zulfa yang terkenal dengan sifatnya yang kalem dan tidak banyak bicara. Iya Aya dan Gus Danu mereka mempunyai dua putri dengan sifat yang berbeda. Terkadang membuat Gus Danu pusing sendiri.

Cinta untuk Arfan [On Going]Kde žijí příběhy. Začni objevovat