BAB 13: PILIHAN

Mulai dari awal
                                    

"Keluar lu mantan role model gue! Kakak ipar not have akhlaq!" ketus Ridho mendelik pada Sadam.

Sadam menggeleng tidak ingin keluar, ia takut jika keluar dari ruangan ini Nabila akan mencarinya.

"Maaf ya mas-mas semuanya harap keluar dulu," pinta suster itu dengan ramah karena melihat ketiga pria itu seperti enggan keluar.

Dengan berat, ketiga laki-laki berbeda usia itu keluar dari ruangan Nabila.

Sadam berdiri mondar-mandir begitu cemas. Nabila tersakiti lagi-lagi karena dirinya. Kesedihan mendalam itu dikarenakan dirinya.

Sadam meraup wajahnya frustasi. Demi Allah, Sadam tidak akan siap kehilangan Nabilanya. Tidak ada yang boleh memisahkan mereka kecuali maut.

Kedua adik kembar Nabila masih menatap kakar iparnya itu dengan begitu bengis. Terlebih Rizky yang ingin sekali mengusir orang di depannya itu dari hidup kakaknya.

Kemudian pintu ruangan Nabila terbuka, muncul dokter Ayumi bertepatan dengan datangnya mama Nina dan juga papa Salman.

"Gimana keadaan istri saya, dok?" cemas Sadam saat melihat dokter yang menangani Nabila keluar.

"Begini, pak Sadam. Pasien Nabila hanya pingsan, sepertinya beliau nampak begitu banyak pikiran beberapa hari ini." jawab dokter Ayumi.

"Apa itu berdampak dengam proses kesembuhan pasca komanya, dok?" papa Salman ikut bertanya akan kecemasannya.

"Tergantung, pak Salman. Jika keadaannya terus menerus tertekan dengan banyaknya beban pikiran yang pasien Nabila rasakan, kondisinya akan cepat drop dan proses pemulihannya sedikit lebih lama. Maka saya tegaskan kembali agar pihak keluarga sebisa mungkin tidak meberitahukan hal-hal yang dapat memicu suasana hati dan pikirannya bersedih atau tertekan. Berikan ketenangan dan hal-hal yang akan membuatnya bisa bahagia dan semangat untuk segera sembuh,"

"Baik, dok. Kami akan mengingat pesan dokter," jawab papa Salman.

"Baik, kalau begitu saya permisi kembali mengecek pasien saya yang lain." pamit dokter Ayumi.

"Silahkan dokter, terima kasih." jawab papa Salman kembali. Dan mereka segera memasuki ruangan Nabila melihat keadaanya.

♥♥♥

"Kapan istri saya akan sadar, sus?" tanya Sadam tidak sabaran.

Kedua orang tua dan kedua adik kembar Nabila pun ikut menunggu jawabannya sang suster yang masih berada di ruangan Nabila.

Suster itu tersenyum melihat banyaknya orang yang begitu peduli pada pasien berwajah cantik dengan aura teduh yang sedang menutup mata itu.

"Sabar yah, pak. Sebentar lagi InsyaAllah bu Nabila udah siuman." yang di angguki dengan lega oleh semua yang menatap suster tadi.

"Sebentar lagi makan siang bu Nabila diantar petugas konsumsi rumah sakit, ya pak. Jangan lupa perintah bu Nabila untuk me-makan-nya. Cairan dari infusnya kurang ngebantu kalau tidak dibarengi dengan konsumsi makanan, biar tenaga nya pulih kembali. Jadi harap di paksa yah pak, biar bu Nabila nya mau makan." pinta sang suster dengan senyum ramahnya sebelum undur diri keluar dari ruangan Nabila.

"Terima kasih, sus," ucap papa Salman dan Sadam.

Setelah kepergian sang suster, hawa di ruangan itu kembali sunyi. Mereka ingin bersuara tetapi takut yang keluar hanya kemarahan yang berujung meng-ganggu istirahat Nabila.

Sadam terus memandangi wajah cantik istrinya. Merapikan hijab langsungan yang dikenakan Nabilanya. Mengecupi tangan pucat yang banyak membawakan kebaikan untuknya selama ini.

Perjanjian Dua Surga (END | LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang